6 06. MEMAKSA ANYA

Ethan mencari keberadaan Anya setelah jam pulang. Dia yakin kalau pacarnya masih berada di sekitaran kampus karena letak ruangan kelas Rendy masih tertutup, artinya cowok itu masih berada di dalam kelasnya tanpa mengganggu pacarnya kali ini. Ethan harus cepat bertemu sebelum keduluan oleh Rendy.

"Anya, pasti sama dua temennya." gumam Ethan pelan sambil mengulum bibirnya berpikir tempat mana yang harus dia arahkan.

Ada banyak hal yang Ethan sendiri tidak tahu tempat apa saja yang di sukai oleh Anya. Padahal mereka sudah menjalin kasih begitu lama, namun hubungannya seakan baru kemarin mereka berdua jalin karena salah satunya sama sekali tidak memperdulikan.

Tetapi Ethan akan memperjuangkannya kembali demi para orang tua yang sedari lama menaruh harapan lebih padanya untuk Anya bisa dia miliki seutuhnya. Walau usaha Ethan tidak juga di gubris oleh kekasihnya, tidak menjadikannya untuk menyerah dan meninggalkan Anya seperti yang di inginkan oleh cewek itu.

"Tidak ada di kelasnya."

Ethan mengulum bibir dalam. Seluruh tempat hampir semua Ethan lihat dan cek namun tidak ada sosok yang sedang dia cari. Harus kemana Ethan melangkah lagi? Ada satu tempat yang belum sempat Ethan lihat, semoga saja pacarnya ada di salah satu kafetaria kampus.

Kali ini dia harus bisa untuk membawa cewek itu ke hadapan sang Mama. Ethan tidak mungkin terus berbohong dengan berbagai alasan. Anya memang harus dia tolerir walau ujungnya tidak akan ada hasil. Cara lama mana mungkin berhasil, pastinya Ethan semakin di jauhi selain di benci.

"Anya." Ethan melebarkan kedua mata saat melihat kekasihnya sedang tertawa keras di ujung lorong kampus. Dia semakin melotot melihat korban bullyan di depannya begitu kotor oleh kelakuan dari kekasihnya.

"Kamu kapan sadar, sih?" Ethan menatap lelah, dia tidak bisa mengubah kepribadian buruk dari kekasihnya.

Anya tidak menggubris, cewek itu melirik kedua temannya yang juga diam seolah tidak merasakan kehadiran Ethan di sana.

"Lo berdua denger ada suara ga?" Anya bertanya tanpa berdosa.

Alice dan Dinar menggedikkan bahu. "Kita cuma rasain ada suara ghaib di sini." balasnya dengan kekehan pelan dari dua cewek itu.

Ethan masih bisa bersabar. "Anya, kamu harus ikut aku." dia mencekal lengan cewek itu.

"Lepasin tangan gue."

Ethan menghela napas halus. "Sini." dia menariknya meninggalkan Alice dan Dinar bersama korban bully. Sepertinya Anya memang tuli atau memang tidak mengerti dengan kata teguran yang selalu keluar dari mulut Ethan seakan memang masuk ke telinga kanan dan keluar telinga kiri.

Ethan tidak pernah di anggap ada, sekali pun dia sudah sangat berusaha bersikap lembut karena semuanya pasti akan sia – sia. Anya yang bersikap seperti itu karena tidak memiliki urusan dengannya. Ethan mengerti dan selalu paham, hanya saja yang di lakukannya selalu salah.

"Lo bisa di hajar sama cowok gue, loh."

Ethan tersenyum. "Aku ga takut sama, Rendy."

Anya mendengus sambil memalingkan tatapannya. Cowok yang selalu menjadi benalu untuknya mulai sok jagoan, padahal pernah kalah dengan banyak memar di seluruh wajahnya karena sudah membuat Rendy marah. Ethan itu lemah, mana mungkin bisa menjaga apalagi melindungi Anya.

"Kamu inget, kan? Kalau mulai nanti malam, kamu menginap di rumah aku."

Anya mendecih. Dia yakin bahwa Ethan sedang merasa senang. Kalau saja tidak ada telfon dari sang Mama, mana mungkin Anya akan sudi di atur. Kelemahannya yang justru bertindak, mau tidak mau dia mengalah hanya karena tidak ingin membuat orang tua satu – satunya yang dia miliki bersedih.

"Diem." cetus Anya.

Ethan menarik lengan Anya tanpa longgaran sedikit pun. Walau cewek itu memberontak kasar, Ethan sama sekali tidak ingin melepaskan apalagi sampai Anya pergi dari cekalannya itu.

"Gue bisa aja teriak di sini!"

Ethan mengabaikan dengan rasa keterpaksaannya menyeret Anya hingga bisa memasukkan pacarnya ke dalam mobil. Cowok itu tergesa masuk di bagian kemudi dan menyalakan mesinnya segera sebelum ketahuan oleh Rendy dan menculik kembali pacarnya yang sudah bisa dia pertemukan dengan Mama nya.

"Pasang sabuk pengamannya, Anya." tegur Ethan saat melirik cewek di sampingnya.

Anya mengeluarkan handphone nya, namun Ethan langsung saja merebut sampai cewek itu melotot lebar. "Balikin hp gue!"

"Aku tahu kalau kamu bakalan chat, Rendy. Tidak semudah itu kamu bisa kabur dari aku, Anya!" peringatan itu membuat Anya bergeming dan memikirkan cara supaya bisa merebut handphone nya dari Ethan.

"Apa kamu ga kasihan sama, Mama?"

Anya menarik napas dalam sambil menatap ke luar kaca mobil di sampingya. Sudah sangat lama sekali ketika Anya akhirnya memutuskan untuk menjalin kasih dengan Rendy, dia sama sekali tidak lagi berkunjung ke rumah Ethan. Mama cowok itu adalah bagian yang penting untuk dirinya jika saja kelakuan dari anaknya tidak sampai membuat Anya geram.

Karena bagi Anya semua di mulai dari cowok yang bermarga Ivander tersebut. Kalau saja dulu Ethan tidak memulai peperangan dengannya, maka tidak akan mungkin kejadian seperti sekarang ini terjadi. Dengan hubungan mereka berdua baik – baik saja tanpa ada hal yang harus menentang jalinan keduanya.

"Anya, kamu lapaer ga? Mau mampir dulu atau langsung ke rumah aja?" tanya Ethan sambil melirik Anya.

"Terserah."

Hal yang lumrah, namun waktu, detik ini kata itu menjadi sebuah hal lucu menurut Ethan sampai membuatnya terkekeh pelan dengan gelengan kepala kecil. Tidak seperti biasanya saat Anya mengatakannya justru membuatnya menjadi serba salah. Ethan ingin menyenangkan keluarga serta pacarnya. Namun apakah dia mampu dan bisa?

"Aku sempat beli makanan kesukaan kamu." Ethan menghentikan mobilnya saat di depan lampu merah. Lengannya mengambil sesuatu dari jok belakangnya dengan senyuman lebar. "Nih, aku yakin kamu suka." katanya sambil menyodorkan.

Anya mendelik, seolah tidak tergiur dengan pemberian dari Ethan. Cewek itu tidak menjawab, justru kepalanya dia tolehkan ke arah sampingnya. Ethan yang sudah terbiasa masih mengulas senyumannya dengan lengan yang dia tarik kembali. Mungkin cewek itu memang tidak ingin hadiah atau apapun itu darinya. Anya memang hanya ingin hal manis dari Rendy, bukan dari Ethan, pacar sungguhannya.

"Ya udah ga pa-pa kalau kamu ga suka." dia kembali menancap gas mobilnya saat lampu sudah berwarna hijau. Ethan akan memberikannya kembali setelah mereka sampai di rumahnya. Mungkin perasaan Anya sedang tidak baik, Ethan harus mengertikan keadaan kekasihnya juga.

Ethan akan terus mengalah jika itu akan membuat Anya nyaman. Andin selaku Mama Ethan pasti akan senang jika anaknya kali ini membawa cewek yang selama ini di nantikan kehadirannya di sana. Walau Anya sangat terpaksa menuruti kemauan dari orang tuanya juga.

"Anya, kamu …" Ethan melihat kaca spion mobilnya saat terdengar suara klakson yang tidak sabaran di belakang mobilnya.

Anya melirik Ethan dengan sudut bibir kanan yang melengkung, memberikan sebuah seringaian. "Rendy, ga akan mungkin biarin gue di sini. Jadi ga sabar lihat lo babak belur."

avataravatar
Next chapter