webnovel

04. KERIBUTAN

Sejak pukul dua siang Ethan menunggu sampai sekarang pukul sebelas malam. Sembilan jam sudah dia menunggu Anya yang tak kunjung memperlihatkan batang hidungnya. Sesekali Ethan mengerjakan apa yang sudah di pelajarinya saat di kampus, dia mulai mengantuk namun orang yang sedang di tunggunya tidak juga datang.

Ethan mengumpat kesal, apa Anya tidak bisa mengingat waktu? Itu sudah sangat di luar batas. Namun jika di toleransi pun Anya mana mau untuk mengerti dan memahami? Cewek itu pasti keras kepala dan hanya akan menurut pada pacar satunya saja.

"Kamu di mana, sih!" geram Ethan yang akhirnya mengeluarkan handphone untuk menghubungi Anya yang sebelumnya tidak aktif. Dia bernapas lega saat telfon nya dapat tersambung, semoga cewek itu mengangkatnya segera.

"Anya, ini sudah malam. Kamu sebenernya di mana? Aku khawatir." beruntun kata Ethan lontarkan saat telfon nya di angkat, akan tetapi di seberang sana hanya terdengar helaan napas malas.

"Cepat pulang aku udah nunggu kamu dari tadi." dia meredakan rasa cemasnya saat tidak ada sahutan, namun Ethan segera mengambil kunci mobil nya kasar yang tergeletak di atas meja di depannya saat Anya menjawab, "Gue ga akan pulang." sambungan di matikan sepihak, maka dari itu Ethan terburu - buru untuk mencari keberadaan Anya saat ini. Ethan tidak akan tinggal diam, dia harus benar-benar bertemu.

"Nyusahin aja si, Rendy." umpat Ethan yang sudah berada di mobilnya. Baru saja menyalakan mesin, pupil nya mengecil, memperjelas penglihatannya ke arah mobil yang mendekat. Jelas Ethan mematikan mobilnya kembali membuka pintu berjalan ke arah Anya.

Ethan menarik Anya dari pelukan pacarnya secara paksa. "Rendy! Kali ini lo udah kelewatan bawa cewek gue sampe larut!" pekiknya.

Anya mendengus. "Dia cowok gue! Pantes lah mau bawa gue kemana aja. Kenapa lo yang sewot?" dia menyentak tepat di wajah Ethan.

"Kamu pacar aku, Anya!" Ethan tidak lebih murka, dia juga marah. "Aku di sini udah lama nunggu kamu pulang, tapi kamu kayak gini. Coba sekali aja kamu nurut, apa susahnya?"

Rendy hanya diam memerhatikan dua kekasih yang tidak bosan berdebat, dia sudah biasa juga melihat kedua argumen yang tidak bisa di tengahi olehnya jika sedang dalam serius.

Anya menatap lekat. "Gue bakal nurut kalau kata itu keluar dari mulut, Rendy." dia melirik kekasihnya yang sedang tersenyum manis, "Ayok, Ren. Kita masuk." Rendy yang merasa menang lagi tertawa guyon sambil menatap Ethan yang kini mematung.

"Makanya kalau punya berlian itu di jaga." cowok itu tersenyum rendah sambil melanjutkan katanya, "Nyesel kan lo sekarang? Atau emang ga pernah mikir dari dulu?"

Ethan menelan ludah kasar, menatap tajam cowok yang sudah membuat darahnya mendidih.

"Kalau emang kekerasan ga di larang, mungkin gue udah bunuh lo dari awal!"

*****

Arum tersenyum melihat kotak yang ada di kedua tangannya, dia berangkat begitu pagi hanya karena ingin membuatkan sarapan untuk Ethan. Sesekali dia melihat bagaimana penampilannya saat ini, jujur Arum merasa sangat gugup.

"Cie, yang mau godain laki orang." cibiran mulai terdengar, namun cewek itu masih saja duduk di bangku milik Ethan, sama sekali tidak berniat untuk berpindah tempat.

"Emang dia mau sama lo, Rum? Bukannya bucin banget sama anak fikom itu?" celetuk Doni teman satu kelas Arum.

"Si, Anya. Cewek yang menggemparkan kampus. Dia yang selalu jadi bucin si, Ethan."

"Awal ospek bukannya lo sempet suka ama dia, Lang?"

Arum mulai mendengarkan acara gosip pagi dari anak kelasnya, dia tidak heran kalau pacar dari Ethan juga sempat membuat semua para kaum adam terpesona. Tidak lama sejak cewek itu mengkonfirmasi kalau Rendy adalah kekasihnya, maka sebagian dari para cowok di sana mundur. Rendy juga sempat bermasalah karena amarah saat Anya terlihat sedang di goda oleh mahasiswa, sejak saat itu juga tidak ada lagi yang ingin mencoba berurusan dengan cowok yang jago mematah kan tulang manusia.

"Iya, sih. Tapi pawang nya yang menjadi masalah di sini." ungkap Gilang merasa sedih.

Tiga temannya menghela napas berat. "Kalo lawannya, Ethan?"

"Lebih ga masuk akal."

Atensi mereka teralih saat mendengar ada keributan dari luar. Arum yang anteng duduk pun akhirnya berdiri dan melangkah keluar untuk memastikannya begitu pun dengan semua teman kelasnya yang berada di dalam.

"LO!"

Cewek itu melotot kaget. "Ethan." lirihnya.

Napas Rendy naik turun tidak beraturan, sedangkan Ethan yang berdiri tak jauh dari Anya juga menahan air liur masuk melewati tenggorokannya yang kering.

"Jangan pernah temui gue sama, Rendy! Gue harap ini terakhir kali." Anya menarik Rendy yang tersulut, dia tidak ingin melihat keributan lebih besar lagi sebelum semua para penghuni kampus juga melihat aksi mereka.

"Ethan, kamu ga pa-pa?" Arum yang sudah khawatir bertanya memastikan.

Ethan menatap punggung Anya yang menjauh, dia menjawab tanpa melirik. "Ini salah aku, permisi." kata itu lolos membuat Arum tertegun.

Cowok itu tidak biasanya bersikap cuek seperti itu. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa wajah Ethan juga memerah serta terlihat seperti menahan amarah dan juga menyesal? Ada apa dengan kejadian tadi?

"Nindy, tadi lo lihat kejadian dari awal ga?" Arum mencoba bertanya pada orang yang di kenalnya.

Dia menggeleng. "Engga. Lorong tadi sepi, kita semua ke sini pas mereka udah pisahin diri."

"Mungkin ada masalah besar ampe si, Rendy, keliatan marah banget tadi." celetuk teman Nindy yang bergidik ngeri.

Arum juga berpikir sebaliknya, tapi apa semua salah dari Ethan? Kenapa cowok itu bilang jika itu salahnya? Memangnya cowok baik hati itu berbuat salah apa sampai menyalahkan dirinya sendiri? Banyak sekali pertanyaan dari dalam lubuk hati Arum sekarang, tetapi jika dia yang menghampiri Ethan sampai membela, Arum juga tidak tahu menahu mengenai permasalahan mereka awal mulanya.

Itu semua terlalu berbahaya juga. Pasti Arum akan di sebarkan sebagai perusak hubungan orang, lagi pula dia hanya berniat untuk memastikan walau memang semua orang akan menganggap jauh lebih buruk dari perkiraan.

"Lo berdua lagi deket?" tanya Nindy yang melihat Arum melamun.

Dia tersadar dan segera menggeleng cepat. "Gue temenan biasa aja, kok. Ethan, ga mungkin juga suka sama gue."

Nindy dan satu temannya tertawa guyon. "Kecil kemungkinan lo bisa dapetin cowok itu, besarnya harapan doang yang bisa lo lakuin."

"Ethan, cukup serasi padahal sama, Anya. Tapi di sini emang, Rendy, jauh lebih segalanya."

Mendengar tidak ada cibiran dari salah satu teman sekolah lamanya membuat Arum mulai meyakini dengan perasaannya saat ini, asal dia tetap berusaha dan terus membuat Ethan simpati. Tidak ada yang tahu jodoh mana yang akan bisa meluluhkan hati jika salah satunya hanya berdiam diri.

Bukan kah di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin?

Your gift is the motivation for my creation. Give me more motivation!

Carrellandeouscreators' thoughts