webnovel

02. BAHAN LELUCON

Alice dan Dinar terpingkal saat Anya menceritakan kejadian kemarin ketika Ethan yang berusaha membujuknya untuk pulang bersama namun akhirnya cowok itu bergeming sampai semua pengunjung menertawakannya karena sebuah jawaban, "Aku pasti akan cium kamu, tapi setelah menikah nanti."

Kedua teman Anya benar-benar sakit perut karena tawa berlebihan. "Serius lo, Nya?"

"Ya, gue yang akhirnya nanggung malu langsung aja narik, Rendy. Dia itu bikin gue makin ilfil tau ga." Anya kesal sekaligus ingin marah, tetapi Rendy yang selalu bisa membuat Anya menjadi reda karena sikap manisnya.

"Sayang banget kita ga ada di TKP, Al." Dinar agak menyesali dengan ajakan temannya.

"Salah sendiri di ajak ga mau ikut." tukas Anya cepat.

Alice cemberut. "Iya, ih. Jadi pingin liat gimana reaksi si Pangeran siput pas lo meluk dia." mereka memang tidak ada kerjaan sampai hal seperti itu saja di permasalahkan.

"Udah, ah. Males banget gue inget kejadiannya."

"Eh, tapi." Dinar menatap Anya bertanya. "Rendy, ga marah sama lo? Lo bilang meluk si siput?"

Kepala Anya menggeleng cepat. "Dia malah ketawa waktu di mobil."

"Fffttt, hahaha." Dinar dan Alice kembali dengan tawanya yang menggema di ruangan kelas.

"Lagian kalo gue yang ada di sana juga mungkin ngakak sampe ngejengkang. Ga elit banget jawabannya, lagi pula sekarang itu hal biasa kalo ada pasangan saling ciuman. Dia itu bener polos apa emang bego, sih?" kali ini Alice menahan tawanya agar perutnya tidak begitu sakit seperti sebelumnya, dia tidak ingin menyiksa dirinya sendiri hanya karena sebuah lelucon.

"Gue yakin dia orang pasti dalam hatinya mau, cuma mungkin tengsin aja karena tempat umum." timpal Dinar menebak asal.

Anya mengulum bibir. "Gue ga peduli." dia mulai acuh. "Lagian itu mau buat dia jera aja. Selama ini dia terus ganggu gue, padahal dari awal emang gue ga ada perasaan secuil pun." akunya membuat kedua temannya saling melirik.

"Tapi gue denger dari temen sekolah lama lo kalau hubungan kalian itu dari sejak ... SMP?" Dinar belum mempercayai gosip itu namun hal itu di setujui oleh anggukan Alice sembari melihat raut wajah Anya yang terlihat menegang.

"Ga perlu di bahas lagi, itu semua ga penting." Anya mengalihkan dengan tangannya yang mengambil buku tebal di depannya.

Alice dan Dinar saling melirik. "Anya. Maafin kita, ya. Kita berdua ga bermaksud buat lo jadi sedih gini."

Anya tertawa kecil. "Apaan, sih. Gue ga ngerasa sedih, kok. Kalian ga tau atau ga inget?" balasnya membuat kedua temannya menautkan alis.

"Ga inget soal apa?"

Anya tersenyum. "Kemarin dosen bilang kalau kita bakal ujian."

Alice dan Dinar seketika melotot dan memekik, "ASTAGA KENAPA GA INGET SAMA SEKALI?!" sambil menepuk dahi nya saat baru mengingat, mereka buru-buru ke tempat duduknya masing-masing yang membuat Anya terkekeh geli.

+++++++++

Rendy membawakan sebuket bunga yang begitu cantik di tangan kanannya, dia mencium sebentar dan melangkah mantap menuju kelas kekasihnya yang tinggal beberapa langkah lagi di depannya. Rendy tersenyum lebar saat melihat kekasihnya yang sudah menampilkan sunggingan manis di arah bangkunya.

"Hello, Baby."

"Hai, Ren."

Alice dan Dinar saling tersenyum sambil menaikan dagu seolah menggoda Anya. "Udah siang gini masih romantis aja." celetuk Dinar.

Anya hanya menampilkan senyumannya sambil melirik kedua temannya bergantian, "Rendy, emang ga pernah ga romantis. Kalian kayak ga tau aja, sih." belanya.

"Asal kamu suka apa yang engga? Lagian aku lewatin toko bunga tadi. Ya udah jadi beli." tutur Rendy mengelus rambut kekasihnya.

"Iya. Makasih, ya."

Bersamaan dengan ucapan Anya pintu kelasnya terbuka.

"Anya."

"Eh, Pangeran siput. Apa kabar?" Alice di bangkunya menyapa sok akrab.

Ethan dengan napas terengah menatap malas. "Baik." ketusnya, namun dia mengingat tujuannya ke sana apa. "Anya, aku juga beliin kamu ini." ucapnya sambil menyodorkan boneka lucu ke depan pacarnya.

"Bukannya kamu ga suka bunga? Kenapa kamu terima begitu aja?" Ethan mengernyit heran, apa ada yang salah dengan kekasihnya?

Anya sedikit gelagapan. "Ya, apapun pemberian cowok gue pasti di terima lah. Gue suka, kok." dia tidak meralatnya sama sekali, Ethan sampai kebingungan walau akhirnya juga dia tidak memperdulikan.

"Aku pacar asli kamu, berarti kamu juga suka dengan boneka ini?" cowok itu sudah percaya diri, dia mengembangkan senyumannya masih berharap untuk Anya terima.

"Not like."

Kedua teman Anya yang setia duduk di belakang tertawa renyah, Ethan memang target empuk untuk di jadikan bahan olokan. Walau begitu Ethan hanya fokus pada tujuannya, dia yakin Anya masih memiliki hati nurani untuk bisa mengasihaninya.

"Sayang, kamu ga boleh nolak pemberian orang yang tulus dan baik kayak ..." Rendy menatap Ethan dengan sebelah bibir melengkung, "Ethan. Dia udah ngeluarin uang, loh ... walau ga seberapa." ujung kata yang merendahkan, Ethan bahkan tidak pernah memikirkan seberapa banyak uang yang sudah dia keluarkan untuk memberikan apapun pada Anya, tetapi cewek itu memang jarang menerima di banding terpaksa mengambil pemberian darinya.

"Iya, Anya. Lo terima aja, kali aja berkah, kan ... hahaha."

Kenapa harus selalu Ethan yang di tertawakan? Kapan giliran Rendy yang mendapat cibiran orang? Terkadang Ethan juga ingin merasakan ada di posisi Rendy yang selalu Anya pedulikan juga khawatirkan. Kapan waktu datang menghampiri Ethan yang begitu mendambakan dia dan Anya memiliki keadaan senang? Yang ada Ethan selalu berada dalam kerumitan selain hatinya yang begemuruh marah karena kecemburuan.

"Ya udah sini." Anya menerima dengan tangan kanan yang terapung, Ethan segera memberikannya tanpa senyuman luntur dari kedua sudut bibirnya.

"Terima kasih kamu udah terima. Jangan sampai di buang apalagi ilang, ya." pintanya berharap.

"Apa gini rasanya punya dua cowok sekaligus?" Dinar memerhatikan drama langsung tanpa harus menontonnya lewat handphone atau televisi, dia menopang dagunya di atas meja. "Gue jua mau cari cowok sekalian lima, deh. Biar yang perhatiinnya lebih banyak, hahaha."

"ITU LEBIH GILA!!!!"

*****

"Anya. Mama, tadi telfon. Katanya, kamu kapan ke rumah lagi?" Ethan sedikit senang, dia bisa ada waktu hanya berdua bersama Anya. Cewek itu berhasil Ethan bujuk dengan ancaman akan memanggil sang Mama yang pasti tidak akan pernah Anya memberontak.

"Sibuk." jawabannya selalu sama. Tidak ada kata lain untuk alasan yang tidak pernah Ethan percayai saat ini. Namun itu semua hanya awal, Ethan mana mungkin menyerah begitu saja hanya karena Anya sedang sibuk dengan satu benda yang pasti semua orang pentingkan sekarang.

Handphone.

Sudah di pastikan Anya sedang mengirim pesan atau chatting dengan pacarnya yang tak lain adalah, Rendy. Ethan ingin sekali merebut handhpone itu paksa agar Anya bisa menatapnya dan saling mengobrol layaknya pasangan biasa. Namun lagi hanya dalam hati dan pikirannya saja yang bisa mengendalikan, asli dan kenyataannya lah yang terbalik.

"Mama, kangen sama kamu." dia berbicara lagi.

Anya menghela napas kasar dan melempar handpone nya sembarang, dia menatap Ethan dengan seram. "Lo bisa bilang gue banyak tugas, kan? Gue sibuk. Kenapa terus buat kepala gue puyeng, sih!"

"Aku hanya menyampaikan amanat. Apa salahnya juga kalau kamu turutin kemaunnya? Dulu juga kamu sering ke rumah, kan? Mama, seneng banget kalau ada kamu di sana." cowok itu tidak akan membiarkan Mama nya bersedih hanya karena tidak bisa bertemu denga Anya.

Cewek itu mengibaskan helaian rambut dari pundaknya dan menatap Ethan, kepalanya miring ke kanan sebelum berucap, "Gue ... ga peduli."

Gimana dengan part ini ??? Kurang menantang atau kurang kosa ?

Mohon kritikan dan saran..., Thank you

Carrellandeouscreators' thoughts
Next chapter