webnovel

My Enemy, My Love ....

Zian, seorang detektif muda dengan karir yang begitu cemerlang. Di usianya yang baru menginjak 25 tahun, dia sudah mendapatkan gelar sebagai polisi terbaik di angkatannya. Tapi itu semua bukanlah yang dia inginkan, menjadi kuat untuk membalas dendam kematian orangtua dan kakak perempuannya adalah satu-satunya motivasi dirinya untuk bertahan dan menjadi seorang polisi. Namun, takdir mempermainkannya. Orang yang selama ini dia buru balik memburunya, memenjarakannya dalam obsesi cinta yang menjebaknya dalam ragu. Akankah Zian berhasil membalas dendam kematian keluarganya? atau malah terjebak cinta sang pembunuh untuk selamanya. Sebuah kisah cinta seorang mafia dan anggota kepolisian yang dibalut tragedi, penghianatan, dan obsesi. Zian vs Bian

Hitam_Arang · Urban
Not enough ratings
4 Chs

Polisi Terbaik

Zian kecil hanya bisa mendekap mulut rapat-rapat saat menyaksikan kepala sang ayah terpisah dari tubuhnya, jatuh bergelinding tepat ke arah lemari buku. Tempat di mana Zian kecil disembunyikan oleh ibunya.

Seorang anak kecil dengan tangan gemetar, memegang sebuah pistol yang di arahkan tepat di dahi kakak perempuannya. Saat itu juga Zian ingin segera menghentikannya, jika bukan saja tatapan sang ibu dari celah pintu itu yang mengisyaratkan dirinya untuk tetap diam dan bertahan.

"Dooor ...!" Suara tembakan mengakhiri hidup kakaknya. Seorang anak kecil yang sepertinya berusia lebih muda dari Zian, dengan tangan berlumuran darah, menatap lurus ke depan. Tepat ke arah lemari buku di hadapannya, di mana Zian bersembunyi. Matanya seolah-olah dapat menembus ke dalam jantung Zian yang membeku di balik pintu lemari buku itu.

Perlahan anak lelaki kecil itu berjalan mendekat, dengan pistol masih di tangannya, jantung Zian kecil berdegup kencang, tubuhnya bergetar hebat. Ternyata, detik-detik menunggu kematian jauh lebih menakutkan dari kematian itu sendiri.

Netra hitam pekat itu menatap lurus, seolah dapat melihat dengan nyata objek tak tampak di dalam lemari itu, suara deru napas yang tertahan dapat lelaki kecil itu rasakan, mungkin dia mendengar teriakan tertahan Zian saat dia melepaskan tembakan tadi, tetapi nyatanya memang dia dapat merasakan kehadirannya sejak awal. Lelaki kecil itu berdiri tepat di depan lemari buku, tangannya menggantung bergerak perlahan menuju gagang gagang pintu---ingin membukanya. Sampai akhirnya ibu Zian berteriak memanggil nama lelaki kecil itu "Biannn!!" dan anak kecil itu menoleh, mengurungkan niat awalnya, lalu mengambil boneka kelinci yang di pajang tepat di atas rak buku itu.

"Aku suka boneka ini, bisa aku mengambilnya?" tanya Bocah yang bernama Bian itu tanpa dosa ke arah seorang lelaki yang tampaknya pimpinan di sana, wajahnya tampak ketat yang menggambarkan jika dia sendiri dalam keadaan tidak tenang, anggukan kepalanya membuat senyum bocah itu kembali merekah. Dengan tangan penuh darah Bian menenteng boneka kelinci itu yang kini telah berubah sebagian bulu putih itu menjadi berwarna merah.

"Bian" Sebuah nama yang terus Zian ingat, nama yang membuat Zian kecil mampu bertahan hidup. Ya, bertahan hidup untuk membalas dendam kematian keluarganya.

.

.

.

Secangkir kopi panas, menjadi satu-satunya teman setia bagi seorang polisi muda yang sangat energik dan bersemangat itu. Bagaimana tidak? Jam sudah menunjukan pukul dua dini hari, tetapi pemuda itu masih berada di kantornya.

Zian duduk di antara tumpukan berkas-berkas yang tingginya menyerupai menara. Dia berkutat dengan pekerjaannya. Yaitu, menganalisa berkas data yang telah di kumpulkan oleh anak buahnya. Sudah lebih dari satu bulan Zian menangani sebuah kasus yang luar biasa. Bagaimana tidak luar biasa, jika kasusnya adalah pembunuhan seorang pengusaha besar yang merangkap sebagai bos mafia. Dia ditemukan tewas dengan kepala terpenggal. Berbagai rumor beredar jika anak asuhnya sendiri yang membunuhnya.

Mendapatkan tugas yang melibatkan kelompok mafia bukanlah hal yang mudah. Zian sebagai kuda hitam di kepolisian, dengan rekam jejak keberhasilan 80% menyelesaikan misi, menjadi satu-satunya kandidat dalam kasus itu. Antara mendapat penghormatan karena dipilih langsung oleh komisaris, atau malah mendapat zonk, karena dia yang terpilih menangani kasus itu. Bagai dua sisi mata uang yang tidak dapat Zian elak.

Sebenarnya kasus yang melibatkan mafia adalah spesialisasinya, karena sudah lebih dari sepuluh tahun Zian diam-diam mengumpulkan berbagai informasi mengenai hal yang berhubungan dengan yakuza/mafia, bahkan jauh sebelum dirinya bergabung dengan kepolisian.

'Bian' Sebuah nama yang telah Zian tatoo permanen di otak dan pikirannya. Seseorang yang membuatnya harus berurusan dengan kelompok dan orang-orang berbahaya. Ya, orang itu adalah satu-satunya tujuan hidupnya saat ini. Menangkapnya hidup-hidup, dan memenjarakannya hingga mati di sel yang telah dia buat khusus untuknya, adalah harga mati yang tidak bisa ditawar lagi.

.

.

.

Zian akhirnya pulang menjelang subuh, setelah kantuk menyerangnya. Ternyata tiga gelas kopi pahit yang dia minum, sama sekali tidak memberikannya efek tetap terjaga sepanjang malam. Bukan salah kopinya, tapi sudah hampir seminggu Zian tidur kurang dari 5 jam setiap harinya. Jadi wajar saat ini jika tubuhnya meminta untuk beristirahat sejenak.

Tapi, tiba-tiba saja perut kosongnya mulai protes, meminta untuk di isi juga. Rasa lapar dan kantuk membawanya berjalan sempoyongan menuju restoran cepat saji yang berada di depan apartemennya. Begitulah Zian, seorang workholic yang akan lupa apa pun jika sudah bekerja. Beruntung dia belum memiliki kekasih. Jika tidak, sudah pasti nasib kekasihnya akan sangat menyedihkan.

Zian menyebrang jalan dengan mata yang hampir tertutup menuju restoran itu,hingga tiba-tiba terdengar suara ban motor berdecit.

Zian kaget dan mencoba menghindar, tapi sepertinya sudah terlambat. Sensasi dingin telah menjalar ke tubuhnya setelah merasakan langsung dengan pekatnya aspal.

.

.

.

Zian terbangun di pagi hari dengan rasa sakit yang menjalar di seluruh tubuhnya, dia mencoba berjalan menuju jendela, berniat membukanya, mempersilakan sang mentari pagi menghangatkan ruangan luas dengan satu orang penghuni dengan status jomlo itu.

"Sepertinya aku bermimpi tertabrak motor semalam, pemuda itu sungguh menyebalkan! Dia pikir lagi di sirkuit apa? Seenaknya ngebut di jalan!" Zian ngedumel sendiri, setelah teringat adegan semalam. "Jika bukan mimpi, aku pasti sudah menangkapnya!" Sambil berjalan ke meja makan yang berada di ruangan itu dengan terseok-seok, merasakan kakinya yang sepertinya keram.

"Ah, apa ini?" dia melihat sebuah kantong plastik mencurigakan di atas meja makannya dan sebuah surat.

"Aku membelikanmu vitamin dan suplemen makanan. Oh, iya, aku membelikan ini bukan karena aku bertanggungjawab, karena pada faktanya kau jatuh sebelum ban motorku menyentuhmu. Aku membelikanmu obat-obatan ini karena aku begitu miris melihat seorang polisi bertubuh kurus dan ke kurangan gizi. Btw, bagaimana kau bisa menangkap penjahat, jika tubuhmu saja seperti itu? - 85"

Sebuah surat yang membuat otak Zian meledak seketika, tak ada seorang pun yang berani menghina polisi terbaik tahun ini, geramnya.

"85 ...." Zian tersenyum, bocah tengik sengaja meninggalkan petunjuk? Tapi maaf aku tidak ada waktu untuk meladenimu." Zian pergi begitu saja setelah meremas kertas itu dan membuangnya ke tempat sampah bersamaan dengan bungkusan obat itu.

Zian bergegas bersiap menuju kantornya kembali, kerjaan yang belum selesai membuatnya harus segera pergi. Sesampainya di kantor polisi di mana dia bertugas, dia panik. Kartu anggota yang sekaligus akses menuju ruang kerjanya hilang. membuang napas berat, dia hanya bisa menatap berkas bertumpuk dari luar pintu kaca yang tidak bisa dibuka itu. Dia segera berbalik, pergi dan kembali dari belakang membawa sebuah palu.

"Prang ...!!!" Serpihan kaca berhamburan. Dan dengan santainya dia masuk ke dalam ruangan. Lalu dia menelpon seseorang untuk segera mengurusnya.

Seorang kepala divisi datang keruangan Zian dengan mengetuk pintu kaca yang ternyata sudah tidak ada.

"Ah ...." Kepala divisi itu sepertinya kaget. Pintu yang tadi pagi baik-baik saja itu sekarang sudah bolong---hanya menyisakan kerangka bajanya saja. Zian bangkit dan membuka pintu yang sudah bolong itu. Mempersilahkan atasannya itu untuk duduk. Kepala divisi kriminal hanya menggelengkan kepalanya, dia tidak akan membahas masalah pintu itu.

"Apa kau sudah mendapatkan informasi tentang siapa yang menggantikan posisi bos mafia yang telah tewas itu?" tanya bosnya. Semua orang tahu jika pembunuhan sadis itu pasti berhubungan dengan perebutan kursi kekuasaan di organisasi yakuza itu sendiri, jadi kemungkinan besar pembunuhnya adalah yang menjadi pengganti pimpinan organisasi itu.

Zian mengeluarkan sebuah berkas, di mana terdapat sebuah foto tampak belakang dan samping dari seseorang yang berpakaian serba hitam, menggunakan masker dan topi, hanya matanya yang terlihat. Tapi mata itu begitu tajam dan menusuk, membuat orang-orang tanpa sadar menghindarinya.

Nama : -

Jenis Kelamin : laki-laki

Umur : 21-25 tahun

Tb/bb : 179cm/77kg

Gol.dar : -

Lelaki itu benar-benar misterius, karena dia akan keluar sesekali saja lalu menghilang begitu saja. Dari begitu banyak anggota yang keluar masuk di gedung milik kelompok yakuza itu, entah kenapa hanya dirinya yang begitu membuat Zian sangat penasaran. Akhirnya setelah bertahun-tahun mengumpulkan informasi dan bukti, dia menyimpulkan jika sepertinya lelaki itu adalah the next king di organisasi yakuza itu.

Sebenarnya Zian memiliki banyak bukti dan telah mengetahui identitas lelaki itu, tapi dia tidak akan pernah menginformasikan kepada atasannya tentang itu, karena dia adalah buruannya, hanya miliknya seorang.

"Bagus ... lanjutkan!" ucap si bos setelah melihat berkas tersebut, sebelum akhirnya keluar meninggalkan Zian di kantornya.

Bersambung.