webnovel

Mengabaikan Mantan

Malam ini Zoltan berusaha mati-matian, menahan rasa inginnya. Keinginan melakukan hubungan badan hal wajar karena Zoltan pria dewasa yang pernah merasakan hasrat dengan beberapa perempuan yang sebaya dengannya.

Tetapi beda dengan perempuan yang ada di pelukannya. Zoltan tidak mau mengulang kesalahan seperti malam sebelumnya. 

Udara dingin menyelimuti alam sekitar. Salju putih sedikit demi sedikit berkurang. Saat langit perlahan terang karena sinar matahari mendesak ke luar, menandakan malam telah berganti siang hari. Beberapa petugas lingkungan dan beberapa warga sekitar bergotong royong membersihkan salju yang menutupi jalan, atap rumah dan sebagainya.

Syukurlah pagi ini cuacanya sedikit cerah walau pun semalam telah terjadi badai salju yang cukup membuat kota Manhattan membeku.

Superior room Omini hotel. Keadaan kamar itu nampak tenang, penghuni kamar satu ini masih terlelap di atas king size. Berbeda dengan Zoltan, pria dewasa itu telah siap setelan kerjanya membungkus tubuh atletisnya. Bahkan gerakan pria tampan itu terlihat di depan kaca besar. Sesaat Zoltan melirik teman kencannya yang masih berjuang di alam mimpi.

Handphone-nya berdering menandakan panggilan masuk. Dia sigap mengambil benda tipis dengan warna silver di atas nakas samping tempat tidur.

"Halo. Kau sudah membaca pesanku, Alex?" 

Ternyata orang yang menelpon Zoltan pagi sekali sahabatnya sekaligus rekan kerja, Alex.

"Tumben minta di jemput? Supir pribadimu pergi kemana?"

"Harry sudah aku tugaskan untuk pekerjaan  penting. Lagian bukankah kita harus melihat lokasi pembangunan itu berdua?"

Alex terbatuk tidak biasanya atasannya seperti itu, memang benar pertama kalinya Zoltan turun lapangan selama memimpin perusahaan mendiang orang tuanya. Dia selalu menugaskan Alex, mempercayakan semua pekerjaan penting pada sahabat dekatnya itu. Tetapi sekarang Zoltan ingin melihat lokasi pembangunan resort yang dibangun dekat pantai.

"Sekarang aku sudah sampai di depan hotel. Haruskah aku naik kesana?" tanya Alex, telah berdiri di depan lobi menatap gedung yang super megah itu.

"Tidak usah. Sebentar aku turun."

Tut!

Percakapan mereka berakhir.  Zoltan bergegas memasukan beberapa berkas dan iPad ke dalam tas kantornya, lantas menatap Enola yang masih setia menutup mata.

"Saat kau bangun pasti kaget mendapati diri sendirian di kamar ini. Maafkan aku, supirku pasti mengurusmu dengan baik. Tidurlah sedikit lebih lama lagi, aku tahu kamu  lelah," ucap  Zoltan menatap wajah perempuan yang dianggap teman kencannya.

"Maaf sir, saya datang terlambat."

Harry baru saja datang setelah Zoltan menghubungi selama satu jam yang lalu. Harry supir pribadi sekaligus orang kepercayaan Zoltan. Selain menjadi supir pribadi, Harry juga mengerjakan pekerjaan kantor jika ada waktu luang, sebab akhir-akhir ini Zoltan membawa mobil sendiri.

"Baguslah akhirnya kau datang. Tolong jaga perempuan ini, berikan yang  ia butuhkan, Sarapan, pakaian ganti, juga antar pulang sampai selamat. Bila kau mengurus dia dengan baik maka bonus bulan ini akan ke luar."

"Baik Sir. Saya akan menjaga dan mengurusnya dengan baik. Di bawah saya bertemu Alex, beliau meminta anda turun secepatnya."

"Dia selalu tak sabaran. Baiklah aku pergi. Tolong jaga dia ya!"

Harry mengangguk patuh sebagai balasan. Zoltan sendiri melenggang pergi meninggalkan  superior room dan teman kencannya di percayakan pada Harry.

Benar saja Alex tengah menunggu di depan mobil sportnya.

"Selamat pagi pak ketua!" Alex melambai, punggungnya menyender di body mobil, sunglasses menyempurnakan penampilan kerennya.

"Apaan ini? Kau mau kerja atau jadi model? Mobil atap terbuka, kau lupa sekarang musim apa?" Zoltan sewot melihat tingkah Alex seperti model bukan pria kantoran.

"Ck, aku tahu sekarang musim salju, udaranya sangat dingin. Sepanjang jalur lalulintas banyak gunung kecil putih, dan dataran rumput tidak terlihat lagi. Tapi tidak ada salahnya dengan penampilan ini. Kau tahu sendiri hariku dihabiskan untuk mengatur kencanmu. Aku harus mencari teman kencan sebelum  valentine days datang," sanggah Alex tidak mau kalah.

"Ya, sudah. Atapnya di tutup, aku tidak mau kena flu gegara mementingkan penampilan konyolmu."

"Oke siap boss!" Sontak Alex mengangkat sebelah tangannya. Dengan tekad mirip prajurit militer.

***

Enola bergerak dalam tidurnya. Hitungan detik jam dinding yang berputar bersamaan saat ia membuka mata. Sontak saja dia terkejut mendapati dirinya sendirian di kamar tak dikenal itu.

"Astaga aku ini kenapa sih? Ko bisa-bisanya mabuk lagi? Minuman merah itu sangat berbahaya dua kali membuatku pusing."

Enola duduk terpekur sendiri, tatapannya menelusuri kamar dengan nuansa puting gading itu. Kamar dan tempat tidur ini saksi bisu hubungan panas di malam sebelumnya.

Sejenak Enola terhanyut mengingat penyatuan pertamanya dengan Zoltan. Bagaimana pria dewasa itu menyentuh bagian sensitifnya, mencumbu setiap lekuk tubuh polosnya. Juga himpitan tubuh kekar di atas sangat seksi. Enola tidak bisa berhenti mendengar erengan dan desahan saat surga dunia miliknya.

"Wah, ada apa dengan diriku? Tidak boleh, tidak boleh mengingatnya lagi!" Enola beranjak dari kasur dengan pekikan yang mengundang Harry berlari ke kamar.

"Apa, ada masalah?"  Harry muncul di balik pintu kamar.

"Siapa kamu?" Enola terkesiap ketika orang tak dikenal menerobos masuk ke kamar.

"Jangan salah paham Nona. Perkenalkan saya Harry, supir pribadi Tuan Zoltan. Saya di tugaskan membantu anda," jelas Harry supaya Enola tidak salahpaham.

"Lalu di mana Zoltan sekarang? Kenapa dia menugaskan orang lain?"

Tuan. Ke kantor, ada proyek baru yang harus ditinjau bersama Alex."

Enola mengangguk paham. Tanpa pikir lagi meninggalkan king size, melangkah pelan menuju kamar mandi.

"Tuan sudah menyiapkan pakaian ganti, dan juga sarapan. Oh iya, air panasnya juga sudah saya siapkan. Jika ada lagi yang dibutuhkan, tolong panggil saya."

"Terima kasih," balas Enola kaku.

Seperti yang diperintahkan Zoltan. Harry membawa Enola pulang. Enola meminta turun di tengah jalan. Harry ingin mengantar sesuai perintah atasannya namun, Enola gadis keras kepala keukeuh minta turun.

Tidak dapat memaksa Enola pada akhirnya Harry membiarkan. Enola sendiri bergegas masuk ke bus yang kebetulan ada. Entah apa yang ada di pikiran gadis itu. Yang pastinya Enola menerima pesan dari Katrine.

Katrine menunggu Enola di depan gerbang sekolah dengan seragam di tangannya. Tentu saja seragam tersebut bukan untuknya, melainkan untuk dipakai Enola saat tiba.

Tiga puluh menit berlalu, Akhirnya Enola muncul juga. Dengan napas tersenggal gadis itu mendekati sahabatnya.

"Mana seragam sekolahku? Kau tidak lupa bawakan?"

"Pokoknya beres. Sekarang cepat ganti baju!"

Enola dan Katrine bergegas masuk, mereka langsung mendatangi kamar kecil sebelum ke ruang kelas. Untungnya tidak ada guru yang melihat sehingga Enola aman.

***

Dalam perjalanan Zoltan dan Alex menuju pantai. Tiba-tiba saja sebuah mobil biru tua menghadang. Tentu saja aksi brutal itu mengejutkan Alex yang mengambil alih stir. Bagaimana tidak semua isi di mobil itu terombang-ambing akibat ngerem mendadak, untungnya tidak ada korban jatuh.

"Hei!" Alex memegangi kepalanya bersamaan pekikan jengkel.

"Ah! Kepalaku! Brengsek! Kenapa mobil itu tiba-tiba memblokir jalan?" Zoltan menggerutu, memegangi kepalanya sehabis terbentur kaca mobil.

Pemilik mobil sedan biru tua ke luar. Mengejutkan Zoltan dan Alex. Rupanya pemilik mobil itu, Guazel.

"Perempuan itu lagi?" desis Zoltan setelah melihat penampakan mantan pacarnya.

"Bukankah itu Guazel? Wah ... Dia nekad memblokir jalanmu, kau masih ada hubungan dengannya?"

"Tidak. Biar aku bereskan pengganggu itu." Zoltan mendorong pintu mobil. Bergegas mendekati Guazel yang baru saja ke luar dari mobilnya.

"Kau tidak waras hah! Alex dan aku hampir saja kecelakaan. Ulahmu seperti amatir saja!" Omel Zoltan.

"Maafkan aku. Tapi kecelakaan itu tidak terjadikan? Salah kamu sendiri kenapa tidak di baca pesanku?"

"Sejak kapan kau mengirim pesan? Handphoneku lobet."

"Oh begitu? Syukurlah aku pikir kau bersama perempuan. Kau tidak lupa dengan permintaan aku?"

"Permintaan apa? Sejak kapan kau meminta?" tanya balik Zoltan.

"Kau benar-benar sudah melupakan. Malam ini kau akan bertemu dengan kedua orang tuaku. Kau ingat! Aku sudah membantumu waktu itu. Sekarang giliranmu membalas budi."

Zoltan nampak berpikir, rupanya Zoltan tidak melupakan itu, hanya saja dia tidak ingin melakukan. Sayangnya dia tidak pernah mengira sang mantan nekad mengejarnya.

"Baiklah aku akan ikut bersamamu. Sebentar."

"Benarkah? Ayo cepat! mereka pasti menunggu." Guazel tak sabaran ingin sekali pergi bersama Zoltan.

Zoltan menghampiri Alex di mobil. Lalu berbisik sesuatu pada sahabatnya. Terlihat Alex mengangguk tanpa pikir ke luar dari mobil, sebaliknya Zoltan mengambil alih mobil tersebut.

"Loh kenapa Zoltan naik mobil itu sih?" Untuk mastikan dugaannya Guazel melangkah mendekati Alex, sayang baru beberapa langkah mobil sport yang di ambil alih Zoltan melaju meninggalkan tanpa memperdulikan.

"Hei! Kenapa pergi!" Guazel memekik cukup keras tanpa sadar mengejar dengan dua kaki kecilnya.

"Bagaimana Nona? Sudah siap kita berangkat?" Seringai kemenangan terbersit di bibir tipis Alex. Lelaki tampan itu sudah ada di samping Guazel, menunggu jawaban.

"Dasar bajingan! Enyahlah kau!" omel Guazel melebarkan bola matanya, lantas melenggang menuju mobil.