webnovel

Kencan Dua pria

Zoltan tidak mengenali gadis berkacamata dengan lensa tebal di belakang punggung Katrine. Dia hanya mengenal Quinn dengan riasan cantik bukan Enola gadis polos tanpa make-up. Tetap saja semua itu  membuat Enola takut, takut Zoltan mengenalinya.

Katrine terpaksa harus berbohong lagi. Mengatakan penjaga keamanan di rumah mewah itu masih baru. Katrine juga menambahkan baru saja mendengar Enola pindah rumah. Penjelasan Katrine sedikit membingungkan Zoltan. Sebagai pria dewasa Zoltan harus berpikir luas dan terbuka. Zoltan berlalu pergi setelah memiliki informasi mengenai Enola/Quinn Shada.

Zoltan masih penasaran dengan Perempuan yang bernama Quinn  itu. Dia mengeluarkan lagi handphonenya setelah duduk di depan kemudi. Ya Zoltan akan menelpon Enola sebelum pergi.

Panggilannya tersambung saat Katrine dan Enola belum jauh dari tempat Zoltan berada. Tentu saja gadis itu berlari sejauh mungkin untuk menghindari hal yang tidak diinginkan.

Panggilan Zoltan bisa di terima setelah Enola menyembunyikan diri di balik pagar dinding.

"Ya, halo," ucap Enola dengan suara khas perempuan dewasa.

"Quinn ini aku, Zoltan. Aku benar-benar minta maaf karena tidak bisa menemuka alamat rumahmu. Mengapa kau tidak mengatakan sudah pindah rumah?"

"Maafkan aku. Karena baru pindahan, rumahku berantakan. lain kali saja aku akan mengundangmu," jelas Enola sembari membungkam mulutnya sendiri.

"Kau baik-baik saja, Quinn?" Zoltan merendahkan nada bicaranya.

"Tentu saja aku baik-baik saja, emang kenapa?"

"Syukurlah, aku hampir cemas karena sudah melakukan malam itu."

Perlahan bungkaman di bibirnya lepas, mengingat gairah malam pertama mereka. Mendadak pipi cuby Enola panas bila mengingat penyatuan mereka.

"Aku baik-baik saja sekarang, jangan cemas. Maaf sepertinya aku harus ke kamar kecil, aku tutup teleponnya ya?" Enola ingin mengakhiri obrolannya.

"Tunggu Quinn! Besok sore persiapkan diri. Aku akan membawamu ke rumah nenek. Berikan alamat rumah yang baru aku akan menjeputmu."

"Baiklah sampai jumpa besok."

Obrolan mereka berakhir setelah Enola menyanggupi  ajakan Zoltan. Mungkin besok sore adalah pertemuan mereka yang ke tiga. Dia berharap tidak membuat masalah  fatal seperti malam sebelumnya.

Rencana Zoltan membawa Enola ke rumah untuk bertemu Nyonya Herbert berjalan sesuai harapan. Ia pun bergegas menghubungi Jose juga orang di rumah agar menyiapkan sesuatu untuk tamunya besok sore.

Jika Zoltan membawa pacar barunya. Jose juga tak mau kalah. Remaja yang masih delapan belas tahun itu ikut serta membawa wanitanya. Tentu saja kekasih baru yang dimaksud Enola.

Semangat anak muda usah diragukan. Dengan keberaniannya Jose mengajak Enola tepat saat mereka berdua bertemu di lingkungan sekolah.

Enola baru saja mulai sekolah lagi setelah ijin sakit. Seperti biasa Jose membawa Enola ke kantin untuk sarapan bersama.  Setelah perut mereka terisi Jose siap membuka suara.

"En, sekarang kita sudah pacaran. Bagaimana besok sore aku jemput kamu di rumah," celetus Jose tak sabaran ingin melihat reaksi pacarnya.

Enola yang tengah mengaduk-ngaduk vanilla ice terdiam dengan lirikan yang tiba-tiba.

"Kita mau ke mana?"

"Ke rumahku bertemu nenek juga kakakku," balas Jose menunjukan senyumnya.

"Besok sore? Apa tidak ada hari lain. Misalnya besoknya lagi." Enola kaget. Sebab teringat janjinya dengan Zoltan. Bukankah Zoltan juga hendak memperkenalkan pada keluarganya.

Tidak mungkin Enola membuat janji dua orang sekaligus dalam hari yang sama, pada jam yang sama pula. Gila! Enola tidak mampu membayangkan kekacauan yang dia perbuat selama kencan dengan dua pria sekaligus.

Tidak ada pilihan lagi Enola harus menolak ajakan Jose. "Kita kencan besok malamnya lagi. Aku tidak bisa melakukan besok sore. Jangan tanya alasannya."

Enola beranjak dari tempat duduk kemudian berlalu dari hadapan Jose.

"Enola! Dengarkan penjelasan aku dulu! Enola!" Jose tidak ingin kesempatannya sia-sia. Menjelaskan situasinya adalah jalan terbaik agar gadis itu bisa memakluminya.

"Enola tunggu! Aku membutuhkan kamu besok sore En!" Jose berhasil mencegah gadis itu di tengah jalan.

"Tetapi aku tidak mau besok sore!" Enola tetap pada pendiriannya.

"Apa alsannya tidak mau besok? Nenek dan kakaku ingin sekali bertemu. Bu-bukankah kamu ingin membuktikan ucapanku kemarin?"

Enola juga sempat kepikiran ingin membuktikan ucapan Jose waktu itu. Apa benar kaya raya? Kesempatan Enola membuktikannya jika menyanggupi ajakan Jose.

"Tetap saja aku tidak mau besok. Lain kali saja!" Enola mengambil langkah cepat meninggalkan Jose yang mematung tanpa mengejar.

"Astaga kenapa dia susah di ajak kencan sih? Bagaimana aku bisa menghadapi nenek dan kakak?"  Jose prustasi sendiri karena rencananya gagal.

***

Zoltan tengah menghitung menit dan detik. Hari-hari yang ia lalui terasa berat dan lama. Jantungnya berdetak cepat tidak seperti biasanya. Mengingat sore ini membawa pacar barunya ke rumah.

Beruntungnya setelah putus dengan Guazel. Ada perempuan cantik yang cocok untuk di jadikan calon istri. Zoltan jadi tidak sabar lagi bertemu wanita itu.

Sepertinya waktu telah tiba. Zoltan bersiap pulang. Namun bunyi benda pipih membuat dirinya harus menerima panggilan yang datang tanpa di undang.

"Ck, dia lagi." Zoltan berdecak melihat Guazel sebagai pemanggil tersebut.

Dengan malasnya Zoltan menerima panggilan tersebut. Ia bisa saja menolak tetapi dia tidak ingin perempuan itu selalu menunggu. Zoltan harus mengakhiri hubungan dengan Guazel sampai tuntas hingga tidak ada lagi ikatan yang memberatkan.

"Ada apa?" ucap Zoltan terkesan dingin.

"Zoltan! Aku mau mati saja!" teriak Guazel di balik panggilannya.

"Apa mati? Kau sedang membuat sandiwara apa lagi hah? Jangan main-main, Guazel!" Zoltan memekik cukup kaget tiba-tiba mantannya seperti itu.

"Aku tidak bersandiwara. Kau tidak tahu sekarang aku berdiri di atap gedung apartemen. Aku ingin melompat dan mati mengenaskan mengingat kau bukan lagi milikku! Tetapi jika kau datang untuk mencegahku maka aku tidak akan melompat!"

Teg!

Tanpa sadar tas tangan yang ia genggam jatuh. Ucapan mantannya yang menyinggung  aksi bunuh diri membuat Zoltan tidak tenang.

Zoltan menutup panggilan tersebut secepatnya berlari ke luar perusahaan.

"Hei Zo! Mau kemana?" Alex memekik melihat Zoltan lari tergesa.

Teriakan Alex tidak di gubris, tetapi bukan berarti tidak bisa mengirim pesan. Setelah duduk di depan kemudi Zoltan merogoh ponsel pintarnya untuk mengetik beberapa kata yang akan di kirim pada Alex.

"Pukul tujuh Sore jemput Quinn di rumah barunya, nanti aku kirim alamatnya. Tolong sampaikan permintaan maaf aku. Karena tidak bisa menepati janji. Bawa dia ke rumah nenek, aku akan menyelesaikan masalah kecil ini tidak lama."

Alex menghela napas pasrah, sebab percintaan sahabatnya selalu melibatkannya.

"Jika terus begini bagaimana aku bisa kencan dengan perempuanku? Dia benar-benar menganggap aku supir pribadi. Ah sudahlah!"

***

Di samping itu Enola tengah menatap dua pasang gaun yang tergantung di depannya.

"Yang kuning sangat cantik dan manis, dan yang merah sangat elegan dan mewah. Gawat! Aku tidak bisa menolak salah satunya."

Enola dilema antara gaun warna kuning dan gaun merah mewah. Jika memilih gaun warna kuning maka dia harus bersama Jose. Sebaliknya jika memilih gaun merah maka dia harus berhadapan dengan Zoltan. Pilihan yang mendebarkan, tetapi dia harus memakai salah satunya

Perlahan tangan Enola terulur menyentuh gaun tersebut. Dan sesaat kemudian gadis itu sudah berubah penampilan. Gaun warna kuning tampak manis dan pas di tubuhnya. Enola tersenyum melihat wajahnya tanpa riasan menor. Inilah Enola yang polos dan manis. Bukan Quinn karakter lain yang ia mainkan saat berjumpa dengan Zoltan.