webnovel

Kebohongan

Enola seperti robot yang disetel ulang agar patuh. Sebenarnya dalam hati selalu bertanya, namun  tak mampu mengutarakan. Pada akhirnya dia diam mengikuti langkah lebar yang membawanya.

Zoltan mendudukan Enola disalah satu kursi yang terbuat dari kayu ukiran. Taman bermain menjadi tempat persinggahan mereka untuk sementara. Zoltan menekuk sebelah kakinya menghadap Enola. Lantas meraih dua tangan gadis itu, menggenggam erat sampai pemilik tangan kecil itu menahan napas.

"Maafkan aku, Quinn. Tidak sepantasnya aku melibatkan kamu dengan masalah ini. Ada alasan mengapa aku melakukannya. Pasti kamu ingin tahu kenapa aku putus dengan Guazel setelah memiliki hubungan selama dua tahun. Aku harap kamu tidak salahpaham," jelas Zoltan tentang situasinya saat ini.

"Tidak apa-apa. Tidak masalah aku mengerti. Apapun alasannya." Enola menggigit bibirnya, bukan ini yang ingin dikatakan. Pikirnya Zoltan lelaki yang tidak ingin bertanggung jawab setelah mantannya hamil. Gadis itu takut, takut hal serupa menimpanya. Yang jelas saat ini apapun penjelasan Zoltan tidak membuat Enola berubah, dia hanya meyakini apapun yang dilihat oleh mata, bukankah penglihatan bisa saja salah? Sayangnya pikiran gadis itu terlalu cepat menyimpulkan.

"Syukurlah kamu tidak kecewa. Aku lelaki paling beruntung memiliki calon istri seperti kamu." Dengan lembut Zoltan mengecup pungung tangan Enola. Membuat tengkuk gadis itu berdiri.

"Oh tidak! Kenap sih, orang ini selalu membuat aku merinding? Aku bisa lemah jika dia terus bersikap lembut seperti sekarang." Hati Enola terus menjerit, hati dan gerak tubuhnya tidak sejalan. Bagaimana bisa tubuhnya menerima perlakuan hangat Zoltan, sedangkan hatinya terus menolak.

"Quinn kenapa? Ada masalah? Kenapa melamun?" Zoltan sedikit mengguncang tangan Enola, oleh sebab itu kewarasan gadis itu kembali ke akal sehat.

"Ya, aku baik-baik saja. Katamu akan menjelaskan masa lalu? Coba ceritakan aku ingin tahu." Enola menegakan punggungnya bersiap mendengar cerita pria dewasa di hadapannya.

"Sebenarnya bukan cerita yang menyenangkan. Masa lalu harus dilupakan sebab tidak akan terlewat lagi. Aku hanya menjelaskan intinya saja, apa boleh?"

Enola mengangguk cepat. Hatinya berkata, "Ayolah ceritakan. Aku ingin tahu apa benar kamu lelaki seperti itu? Habis manis sepah dibuang."

Zoltan menarik napas dalam lalu menghembuskannya. "Ini sangat tidak patut untuk di katakan. Sebenarnya harga diriku terluka. Aku melihat perselingkuhan Guazel dengan pria lain. Oleh sebab itu hubungan kami berakhir."

Satu detik, dua detik, tiga detik. Mata Enola berkedip menandakan respon yang sulit diungkapkan. Seganteng ini di selingkuhin? Apa masuk akal? Apa ucapannya dusta? Jangan harap gadis polos ini percaya. Tapi sayangnya unek-unek yang memenuhi rongga dadanya tidak dapat tersampaikan.

"Kamu pasti sangat menderita selama ini. Sudahlah jangan diungkit lagi masa itu. Bagiku masa lalu tidak pernah ada. Mulai sekarang mari meniti masa depan bersamaku." Begitulah Enola mengikuti alur ceritanya sebagai Quinn Shada--wanita dewasa yang berwawasan tinggi dan hati lapang. Walau kenyataannya dia hanyalah gadis polos yang masih duduk dibangku sekolah.

*  *   *

Waktu berlalu, tapi kepercayaan Enola terhadap Zoltan masih meragu. Rupanya semua penjelasan waktu di taman bermain tidak membuat hati gadis itu tergerak. Masih tidak percaya pria sempurna seperti Zoltan di selingkuhin. Mungkin saja Zoltan mencari alasan supaya ucapannya dipercaya, itulah yang tengah Enola debatkan dibenak.

Masalah hati membuat Enola tidak fokus belajar. Satu mata pelajaran isinya kosong, anehnya Enola tidak perduli dengan nilai ulangan tambahan. Sampai-sampai ibu Eria di buat shok dengan perubahan muridnya.

Enola menekuk wajahnya ke bawah setelah diberikan perhatian oleh wali kelasnya. Ibu Eria mempertahankan sikap Enola yang tidak bertanggung jawab dengan tugas-tugas sebagai siswa. Ibu Eria juga mengungkapkan keanehan atas perubahan anak didiknya itu. Namun jawaban Enola membuat tercengang. Enola berkata mungkin tidak dapat melanjutkan sekolah sampai lulus. Karena ingin secepatnya menikah.

"Apa? Kamu berkata seperti itu pada wali kelas kita? Ha ... Ha ... Ha ... Enola apa kamu bosan hidup? Bagaimana kamu menjelaskan pada kedua orang tua kamu nanti? Tapi ... Aku senang karena kamu berniat menikah dengan pria kaya itu." Antara senang, gemas, dan kecewa. Katrine merasa sahabatnya itu konyol setelah berpura-pura jadi wanita dewasa.

"Siapa bilang aku mau menikah dengan Zoltan? Apa aku pernah mengatakan itu?"

Katrine berdiri tegak setelah menyelesaikan makan siangnya.

"Hei Enola! Emangnya siapa lagi yang mau nikahi kamu selain Zoltan. Apa mungkin maksud kamu Jose? Kamu bilang hatimu tidak tergerak sedikitpun padanya. Kamu terus menunjukan perilaku aneh bersama Zoltan. Bahkan kalian sudah melihat dalaman masing-masing. Coba ingat bulan ini si merah datang belum? Jika belum datang sampai lewat bulan ini, maka di perutmu ada Zoltan junior."

"Oh tidak! Biar aku pikirkan?" Enola mengecek kalender di ponselnya, benar saja bulan ini si merah belum datang. Ini sudah hampir waktunya tetapi belum ada tanda-tanda si merah beraksi.

"Benarkan yang aku bilang? Cepat tarik lagi ucapan tadi yang tidak mau menikah dengan Zoltan! Jika perutmu ngisi, masalah besar buat kamu juga kedua orang tua kamu. Jalan satu-satunya adalah menerima lamaran lelaki dewasa itu," tutur Katrine sepenuhnya membuat pikiran Enola terbuka.

Enola meremas rambutnya. "Gawat benar-benar gawat jika sampai hamil. Aku tidak mau Jose jadi adik iparku. Dan anakku jadi keponakannya. Bagaimana aku harus menghadapi semua ini, Katrine!"

Katrine terduduk lemas. Rupanya masa depan Enola bersangkutan dengan Jose. Andai saja Enola tidak mabuk waktu itu, maka tidak ada kebimbangan dalam diri. Namun nasi sudah jadi bubur, dengan mudahnya Enola menyerahkan kesuciannya pada Zoltan.

***

"Pak ada dua orang di luar ingin bertemu, mereka tidak membuat janji sebelumnya, apa mau menemuinya atau menyuruh mereka ke luar," jelas Alesta sekretaris Zoltan yang sudah belasan tahun mengabdi di perusahaan.

Zoltan yang tengah bermain-main dengan laptotp terhenti sejenak.

"Seingatku tidak memiliki janji temu dengan siapapun. Tapi bawa saja mereka masuk."

"Baik Pak." Alesta bergerak mundur, kemudian pergi.

Tidak berlangsung lama dua tamu yang dimaksud masuk. Seketika itu Zoltan kaget melihat Guazel bersama orang tuanya--Tuan Gabriel.

"Kamu pasti terkejut dengan kedatangan kami berdua. Kami tidak ada pilihan lagi selain melakukan ini," ucap Gabriel setelah menempati dirinya di tengah ruangan.

Zoltan mendekati mereka. Lantas mempersilahkan mereka duduk. Anehnya Guazel terus menghindari tatapan Zoltan. Dia terus membuang wajahnya saat Zoltan memulai kontak mata.

"Ada urusan apa sampai datang ke perusahaan? Bukanlah kemarin malam sudah aku jelaskan. Guazel dan aku tidak ada lagi hubungan," tegas Zoltan mengingatkan sudah memperkenalkan Enola pada mantan dan Tuan Gabriel.

"Kedatangan kami hanya ingin kamu tahu akan hal ini, Zoltan. Guazel sedang hamil. Dan ini buktinya pemeriksaan dari dokter." Gabriel menyodorkan selembar kertas yang berisi pemeriksaan janin yang ada di dalam perut Guazel.

Zoltan membaca hasil tes dari dokter itu. Memang hasilnya positif. Guazel dinyatakan hamil, tetapi apa benar anak di kandungan darah daging Zoltan?

Zoltan mengembalikan hasil tes itu pada Gabriel. Kemudian menatap Guazel.

"Jadi ini sebabnya kamu tidak mau menatapku? Katakanlah! Siapa ayah dari janin yang kamu kandung? Apa benar darah dagingku?" Dua tangan Zoltan mengepak kuat. Jika saja Guazel bukan perempuan mungkin sudah dia habisi di tempat. Sayangnya Zoltan hanya dapat menahan amarah yang hampir saja meluap.

"Guazel cepat beritahu Dady. Benar anak yang kamu kandung darah daging Zoltan? Dady harap kamu jujur sekarang!". Gabriel juga ingin meminta penjelasan putrinya agar Zoltan bisa bertanggung jawab.

Guazel tidak bisa diam memainkan jari kukunya, keringat dingin bermunculan di atas dahi seperti butiran kristal.

"Benar ini darah daging kamu, Zo!"

Teg.

Siapa sangka pernyataan sang mantan awal kehancuran Zoltan. Gabriel tersenyum puas sebab Guazel mau mengatakan kebenaran. Tetapi apa kenyataannya seperti itu. Andai saja Guazel tidak tidur dengan pria lain mungkin sekarang hari paling membahagiakan bagi Zoltan.

"Ini bukan kebenaran yang ingin aku dengar. Dua mataku aku ini menyaksikan kamu tidur dengan pria lain. Sekarang kamu meminta pertanggung jawaban dariku. Mau kamu apa, Guazel?"

"Aku mencintai kamu, Zo!"

Brak!

Zoltan memukul meja dengan satu pukulan. "Cinta? Kau yakin itu cinta? Saat aku dengan suka rela mencintai kamu, di mana cintamu waktu itu? Mudahnya ucapkan cinta! Omong kosong!"

"Zoltan jaga mulutmu!" Gabriel berteriak melihat Zoltan terus memojokan putrinya.

"Tanya pada putrimu. Siapa lelaki yang sudah tidur dengannya! Aku tidak ingin hidup bersama perempuan yang pernah main sex dengan orang lain. Aku akan membawa kasus ini ke pengadilan jika Guazel terus mengatakan kebohongan!"