webnovel

cokelat populer

Langit biru memancarkan cahaya jingga saat matahari terbenam di sore hari. Pesonanya membuat pria tampan perawakan tinggi kekar itu kagum. Zoltan masih menatap langit biru yang telah berubah warna di balik kaca gedung.

Kejadian siang tadi telah membuat hatinya gelisah. Tidak menyangka Guazel membuat tuduhan palsu. Wanita itu sudah mengkhianati tetapi setelah perutnya berisi minta Zoltan menikahinya. Bukankah terlalu egois bagi orang yang pertama mengkhianati . Pria lain menikmati buahnya sedangkan Zoltan kena getahnya. Sungguh ironis sekali, sialnya sekarang melibatkan orang tua.

Zoltan bisa saja tanggung jawab, tetapi jika benar bayi itu darah dagingnya. Tapi Zoltan sangat yakin Guazel hamil bukan karena perbuatannya. Untuk membuktikan kebenaran itu, Zoltan sengaja menugaskan Alex agar mencari detektif swasta untuk menyelidiki mantan pacarnya itu. Ya Alex harus berusaha sendiri, sebab permintaan Zoltan tidak bisa ditunda lagi.

Alex itu tinggi tapi sedikit kurus dari Zoltan. Dia juga sangat tampan tapi sayang terlalu mudah dibodohi. Seperti sekarang setelah berhasil menyewa deketif swasta, kebetulan berpapasan dengan Guazel di kafetaria. Niatnya ingin menikmati es kopi americano. Justru sebaliknya mendapatkan tangkapan bagus.

Alex tidak mungkin menyia-nyiakan kesempatan bertanya mengenai kehamilan dadakan itu yang katanya darah daging sahabatnya. Alex ingin dengar langsung dari mulut Guazel sendiri.

"Sudah berapa bulan?"

"Apa? Kehamilanku?" Guazel balik bertanya sebab belum memberitahu Alex perihal kehamilannya.

"Iya kehamilan kamu. Sudah cek ke dokter apa belum?" Alex bertanya lagi

"Pasti Zoltan yang memberitahu, tidak aneh sih. Sudah empat minggu, dan dokter bilang aku hamil. Kenapa kamu bertanya kalau sudah tahu?" Guazel bergerak gelisah di tempat duduk. Terkadang hanya mengaduk-ngaduk vanilla ice. Berusaha melarikan diri dari tatapan Alex. Guazel tak tahan takut kebohongannya terbongkar.

"Sekarang kamu mau apa? Aku yakin anak ini hasil perbuatanku dengan Zoltan. Kenapa terus tanya? Kamu kira aku bohong kan?" Inilah reaksi Guazel terus tertekan dengan hal-hal kecil menyangkut seputar kehamilannya.

"Kenapa jadi sewot? Aku hanya bertanya. Segitu takutnya ketahuan bohong? Sementara ini mungkin Zoltan diam, karena tidak bisa membuktikan. Tapi apa kamu tidak merasa bersalah setelah menjebak pria baik seperti sahabatku?"

"Alex! Bukti? kalau kehamilanku bohong? Bisakah kamu percaya padaku? Butuh bukti apalagi jika bayi di dalam perutku darah daging Zoltan!" Guazel tiba-tiba menangis. Akibatnya pengunjung lain memerhatikan mereka.

"Hei, hei! Jangan menangis disini? Mereka memerhatikan kita, ayolah jangan seperti ini, Guazel!" Alex berusaha menenangkan tetapi malah semakin membuat tangis wanita itu menjadi akibatnya Alex pura-pura perhatian, menepuk punggung Guazel.

"Hentikan Alex! Aku tidak butuh perhatianmu!" Guazel menepis tangan Alex yang terus menepuk punggungnya.

"Kalau begitu jangan menangis."

"Bagaimana bisa tidak menangis dituduh bohong! Seharusnya kamu memberikan yang aku inginkan, bukannya bersikap menyebalkan seperti ini!" Guazel menggeser tempat duduknya setelah Alex menempel padanya.

"Emangnya kamu ingin apa? Katakan saja mungkin aku bisa mengabulkan," ucap Alex layaknya suami dan pacar setia, padahal tidak termasuk dua duanya.

Guazel menyeringai terlintas niat lain, yang pastinya akan membuat lelaki dihadapannya menderita.

"Belikan aku cokelat lembut. Di depan kafetaria ada toko yang jualan coklat enak. Aku mau makan coklat itu sekarang juga!"

"Jangan cokelat, tokonya saja bisa aku belikan. Tunggu sebentar di sini oke." Penuh tekad dan percaya diri Alex melangkah meninggalkan kafetaria untuk mewujudkan keinginan Guazel.

"Ok, pergilah. Tidak semudah itu membelinya," lirih Guazel sembari menyeringai kecil.

Ternyata ucapan Guazel tidak salah. Sesampainya Alex di toko cokelat antrian panjang mirip ular tangga di tepi pertokoan.

Alex membeku, menatap orang-orang yang rela kepanasan demi mendapatkan cokelat. Hanya cokelat saja? tapi pembelinya bejibun. Lelaki berjas rapih itu hanya dapat berkedip, menelan saliva sendiri.

"Bisa terobos saja?" Alex berpikir seperti itu, maka niatnya ia lakukan.

Alex melangkah dengan santai melewati antrian panjang itu. Anehnya semua mata terus mengikuti kemana langkahnya. Sampai di barisan ketiga, Alex berhenti. Tanpa ragu menyelipkan tubuh tingginya di antara orang-orang.

Sialnya gadis yang di belakang Alex protes. "Hei paman! Pindah ke belakang! Jangan main serobot saja?"

Alex membalikan tubuhnya setelah gadis manis itu berkicau di belakang punggungnya.

"Apa? Kamu bicara dengan saya?" Alex menunjuk wajahnya sendiri sebab gadis itu memanggilnya paman.

"Iya paman, kamu! Siapa lagi. Sana pindah! Sebentar lagi giliranku!" Ternyata gadis manis itu Katrine. Telunjuknya mengarah ke belakang. Tentu saja ucapannya disetujui orang di belakangnya.

"Maaf, tapi saya bukan paman karena saya tidak setua itu, manis. Oh iya, saya mau memborong cokelat di toko ini. Karena waktu saya kepepet oleh sebab itu mohon pengertiannya," jelas Alex dengan ucapan santun layaknya pria baik. Tapi sikapnya membuat Katrine mual.

"Paman bisa borong semua cokelat di toko ini. Tapi harus antri! Sana pindah ke belakang!" Dengan mudahnya Katrine menjentikkan telunjuknya. Tidak perduli penjelasan Alex.

Alex menggeleng rasa tak percaya sebab gadis manis dihadapannya tidak memperdulikan. Oleh sebab itu Alex sengaja mengeluarkan dompet tebalnya.

"Kau bisa lihat black card di dompetku, dan uang tunai. Bukannya aku mau menyombongkan diri, tetapi aku memang pria kaya. Aku bahkan mampu membeli toko cokelat ini dengan hanya mengedip satu mata. Sekarang kau paham?"

Satu detik, dua detik, tiga detik. Katrine berkedip lantas membuka bibirnya.

"Lantas kenapa?" ucap Katrine dengan tatapan datar.

"Kek-kenapa? Apa maksudmu? Tunggu? Apa mungkin kau menganggap ucapanmu bohong setelah melihat buktinya? Woah ... Aku tak percaya gadis muda sepertimu sulit ditaklukan dengan uang." Alex jadi cekikan sendiri, sayangnya Katrine dan orang-orang yang masih berbaris di belakang hanya menatap datar.

"Sebaiknya paman pindah ke belakang! Ikuti peraturan. Paman tidak lihat orang-orang itu menunggu tiga jam untuk membeli cokelat. Diantara mereka juga ada yang mau borong, dan tentu saja di dompet mereka ada black card dan uang tunai. Walaupun tidak bisa membeli toko ini, tapi mereka tetap mengikuti aturan yang berlaku, yaitu antri!"

Sangat jelas dan tegas, penjelasan Katrine mewakili semua orang di belakang. Bahkan semuanya setuju. Alex tidak dapat berkata-kata bibirnya membeku. Perlahan Alex mundur namun, secepatnya dia kembali saat mengingat Guazel. Tentu saja kembalinya membuat Katrine murka.

"Hei! Paman tidak punya telinga dan hati nurani! Kenapa main serobot saja?" Paman antri dulu!" Katrine memekik tetap saja tidak membuat tekad Alex mundur.

"Maafkan semuanya. Istri saya sedang ngidam cokelat di toko ini. Tolong pengertiannya oke!" Kali ini Alex menunjukan senyum manis tetapi justru membuat Katrine makin sebal.

"Alasan! Sana antri!" Katrine maju ke hadapan Alex, sayangnya Alex yang bertubuh tinggi itu tidak mau kalah.

"Hanya kau yang menolak. Yang lain setuju!" Dengan mudahnya tubuh Alex berpindah kembali ke depan Katrine.

"Tidak bisa! Peraturannya harus antri. Sana antri!" Katrine memajukan bibirnya, lantas mendorong tubuh Alex hingga pria tampan itu ke luar dari zona antrian

"Hai manis, jangan main kasar!"

"Siapa yang main kasar duluan? Sana antri yang benar!" Katrine menjulur kan lidahnya merapatkan antriannya hingga tidak ada celah lagi bagi Alex.

"Sial! Siapa sih gadis itu? Beraninya memperlakukan aku seperti ini, awas kau," maki Alex dalam benaknya.

"Jika aku tidak bisa membeli cokelat maka kau tidak bisa membelinya juga," ucap Alex tanpa pikir menarik tangan Katrine, lalu membawanya ke luar dari zona antrian. Tentu saja gadis manis itu tidak mungkin tinggal diam.

"Hei apa yang kau lakukan? Lepaskan tanganku!" Katrine berontak, mencoba melepaskan cekalan Alex dengan tangan satunya yang masih bebas bergerak.

"Maaf tapi sepertinya aku tidak mau melepaskan sebelum mendapatkan cokelat itu." Alex menyeringai kecil tapi ganteng.

"Mana mungkin, kau diam di sini mana bisa membeli. Apa kau hantu yang bisa menerobos seperti bayangan?" Katrine terkekeh.

"Kau salah besar manis. Aku bisa membeli cokelat dari orang di depan sana. Kau harus sadar uang bisa mewujudkan segalanya termasuk hanya sebatang cokelat biasa. Itu tidak sulit bagi, Alex!" Alex terbahak membuat Katrine manyun.

"Dasar pria tua!"

Alex mendelik dikatai pria tua oleh gadis yang baru saja bertemu. Harga diri Alex seketika jatuh. Mata gadis itu bermasalah? Bagaimana bisa dia membalas dengan ucapan menyakiti harga diri Alex. Alex itu terkenal loh, dari kalangan wanita cantik dan kaya, di luar sana banyak perempuan yang antri. Tentu saja Alex sudah memiliki jadwal padat untuk kencan dengan salah satu wanita yang menginginkannya. Satu malam tidak masalah baginya, malam berikutnya Alex bisa menikmati dengan wanita beda lagi. Begitulah Alex si tampan playboy tapi bagi gadis manis ini Alex hanyalah pria tua.