webnovel

Volume II Chapter 5

Semoga kalian suka...

***

Unedited

"Oiya, Lex. Ada yang ingin eyang berikan untuk Jayden dan Jordan." ucap Sean setelah mereka semua selesai makan.

Alex menoleh ke arah Sean dan dahinya sedikit berkerut penasaran. "Eyang pengen ngasi sesuatu sama Jayden dan Jordan? Apa itu eyang?"

"Ada di kamar. Tunggu eyang ambil dulu." Sean lantas berdiri dan meninggalkan mereka di ruang makan.

Tak lama kemudian, Sean kembali dengan membawa sesuatu di tangannya. Alex yang tempat duduknya membelakangi Sean, tidak sadar jika eyangnya beserta Bi Ijah dan beberapa pekerja rumah tangga lainnya, secara perlahan-lahan tengah  berjalan menghampirinya.

Happy Birthday to you

Happy Birthday to you

Tiba-tiba, suara nyanyian dari arah  belakang membuatnya tersentak. Begitu ia berbalik, Alex dibuat terkejut dengan apa yang dilihatnya. Ia menemukan eyangnya sedang bernyanyi sambil memegang sebuah kue ulang tahun yang sudah dihiasi dengan beberapa lilin kecil. Eyangnya beserta para pekerja rumah tangganya, kini sedang berdiri di depannya sembari menyanyikan lagu 'Happy birthday'.

Happy Birthday

Happy Birthday

Happy Birthday to you

Alex merasa sangat terharu akan apa yang dilakukan Sean untuknya. Dia sama sekali tidak mengira bahwa alasan eyangnya meninggalkan mereka sebentar adalah untuk mengejutkannya. Alex tidak mendunga ternyata eyangnya berbohong padanya dengan beralasan bahwa dirinya ingin mengambil hadiah untuk si kembar. Ternyata eyangnya itu malah merencanakan sebuah kejutan ulang tahun untuknya.

"Happy birthday, Lex." Sean mendekati Alex dan mengangkat kue ulang tahun tersebut untuk ditiup cucunya.

Alex meniup lilin-lilin kecil itu dengan senyum yang tak pernah lepas dari wajahnya. Dan berdoa sejenak.

"Thanks, eyang. Aku gak nyangka eyang bikin surprise kayak gini buat aku."

Sean tersenyum sayang lalu memberikan kue ulang tahun tersebut ke arah Bi Ijah untuk dipegang. Dia lalu memeluk Alex dengan erat.

"Eyang bangga sekali denganmu. Kamu sekarang sudah tembuh menjadi pria hebat dan bertanggung jawab. Harapan dan doa eyang di ulang tahunmu ini yaitu semoga kamu selalu diberkati, sehat selalu dan semoga kamu bisa memberikan eyang cicit lagi. Tapi eyang mau cicit perempuan."

Alex tertawa kecil saat mendengar kalimat terakhir eyangnya. "Terima kasih atas doanya, eyang. Aku akan berusaha mengabulkan harapan eyang itu."

"Eyang pegang janji kamu, Lex."

"Pasti, eyang."

Setelah Sean melepaskan pelukannya pada cucunya itu, Bi Ijah beserta pekerja rumah tangganya pun satu persatu ikut memberikan selamat pada Alex.

"Selamat ulang tahun, den Alex."

"Terima kasih, bi.." Alex tersenyum tulus sembari mengucapakan terima kasih pada mereka.

Ucapan selamat ulang tahun terakhir diucapkan oleh Dean yang sedari tadi diam menyaksikan.

"Happy birthday, Lex. Kamu tau kan, kalo ayah bangga dengan kamu? Ayah  bersyukur karena kamu sudah dilahirkan sebagai anak ayah. Dalam doa ayah, ayah selalu berterima kasih kepada Tuhan karena sudah memberikan kamu di hidup ayah. Harapan dan doa ayah di ulang tahunmu ini, semoga kamu selalu bahagia dan selalu diberkati dalam setiap usaha dan kerjamu, Lex. Jika kamu memiliki kesulitan, jangan sungkan meminta bantuan ayah. Ayah akan selalu ada untukmu, nak."

"Thanks, ya. It's mean a lot to me."

Ucapan Dean menyebabkan mata Alex mulai berair. Ia tidak menyangka ayahnya akan berbicara seperti itu. Sejujurnya, ayahnya itu bukanlah orang yang pandai mengekspresikan perasaannya. Jadi, begitu mendengar ucapan Dean tadi, entah kenapa Alex merasa ingin menangis saja. Tetapu ditahannya.

"Sekarang giliran potong kuenya." sahut Dean membuat senyum Alex terlihat lagi di wajah tampannya.

Dengan sigap, Bi Ijah langsung meletakan kue ulang tahun tersebut di atas meja makan begitu dia mendengar ucapan dari tuannya.

Alex memberikan potongan kue pertama pada Delilah, istrinya. Kemudian, potongan kue selanjutnya diberikannya pada eyang dan ayahnya.

"Ini buat kamu, Lex." Sean menyodorkan sebuah box kecil pada Alex sebagai hadiahnya untuk cucunya itu.

"Apa ini, eyang? Boleh aku buka sekarang gak?" tanya Alex begitu menerima hadiah ulang tahunnya itu.

Dean mengangguk memberikan jawabannya.

Alex terkejut begitu ia membuka  hadiah pemberian eyangnya itu. "Ini serius buat aku eyang?" dengan terkejut Alex pun bertanya.

"Ini hadiah eyang buat kamu, Lex. Semoga kamu suka."

"Terima kasih, eyang. Aku suka banget malahan hadiah ini."

Hadiah yang diberikan Sean adalah Sebuah arloji antik yang dibuat sekitar perang dunia kedua. Arloji tersebut merupakan salah satu koleksi kesayangan eyang Alex. Dari dulu Alex sudah mengincar arloji itu. Ia bahkan sempat meminta arloji itu pada eyangnya. Namun, eyangnya tidak pernah mau  memberikannya.

"Itu salah satu koleksi favorit eyang lho, Lex. Tapi eyang kasi ke kamu karena eyang tau kamu juga suka koleksi arloji."

Alex tertawa kecil. "Gara-gara eyang sering nunjukin benda-benda koleksi eyang ke aku, aku jadi ikut-ikutan suka koleksi yang beginian."

Sean hanya bisa tertawa menanggapi kebenaran dari ucapan cucunya.

Tak ingin ketinggalan langkah dari Ayahnya, Dean pun memberikan  pemberiannya untuk Alex.

"Ini buat aku, yah?" Alex mengerutkan dahinya saat melihat lambang bergambar kuda yang tertera dari kunci mobil yang diberikan ayahnya.

Ayahnya memberikan sebuah mobil Ferarri untuknya. Sebelum berterima kasih, Alex mengatakan pada ayahnya bahwa hadiahnya itu terlalu berlebihan. Tapi ia tetap dengan senang hati menerimanya. Meskipun perasaannya sekarang sedang bergembira, tapi jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, ia tahu bahwa kebahagiannya belum lengkap tanpa bundanya.

***

Alex saat ini sedang berada di rumah sakit tempat ibunya dirawat. Setelah siang tadi ia merayakan ulang tahunnya yang sudah lewat satu hari bersama eyang dan kakeknya, kini Alex ingin merayakan ulang tahunnya dengan wanita yang sudah melahirkannya.

"Bun, bunda tau gak kemarin hari apa?" tanya Alex tersenyum sembari  memandangi ibunya yang sedang termenung.

Alex menggenggam tangan bundanya dengan lembut lalu berkata lagi. "Kemarin hari ulang tahunku, bun. Bunda inget gak?"

Tidak mendapat respon yang diingkan, Alex hanya bisa meremas pelan tangan bundanya. Berharap tindakannya itu akan berbuah sedikit perhatian kecil dari bundanya.

"Tadi, aku ngerayiin ulang tahunku bareng ayah dan eyang. Eyang bahkan ngasi aku arloji koleksinya, bun." Alex mulai berceloteh tentang apa yang terjadi padanya.

"Bunda tau gak? Ayah ngucapin sesuatu yang bukan ayah banget tadi ke aku. Bunda pasti bakalan kaget kalo dengar ucapan ayah tadi. Tapi aku rasanya seneng banget ayah ngomong gitu ke aku. Dia bahkan ngasi aku mobil lho, bun." matanya mulai berkaca-kaca.

"Aku bakalan seneng lagi kalo tadi bunda juga ikut ngerayaiin ulang tahunku. Tapi gak pa-pa. Aku sekarang kan ngerayaiin ulang tahunku bareng bunda." Sekali lagi Alex meremas tangan bundanya.

Kali ini ia mendapatkan respon. Ibunya yang semula memandangi jendela, kini menarik pandangannya dan menatap Alex.

"Kamu siapa?"

"Ini aku, bun. Alex."

Kali ini, tak seperti biasanya, bundanya itu tidak meracau dan membantah ucapannya. Ia hanya diam memandangi Alex. Entah kenapa, tatapan bundanya sekarang membuat Alex merasa bahwa ibunya itu mengingat siapa dirinya.

Dengan sedikit berharap, Alex kembali mengenalkan dirinya. "Ini Alex, bun. Anak bunda satu-satunya."

"Alex?"

"Iya, bun. Alex..."

Tanpa disangka-sangka, tiba-tiba bundanya memeluk Alex.

"Alex... Alex.. Alex.." Dia memeluk Alex erat sembari mengucapkan nama Alex berulang kali.

Pelukan bundanya itu seketika membuat hati Alex bergetar. Sudah lama ia tidak merasakan pelukan hangat dari bundanya. Tanpa ia sadari, air mata sudah mengalir membasahi wajahnya. Bagi Alex, sekarang merupakan hadiah ulang tahun terbaik yang diberikan Tuhan padanya.

Alex tidak tahu apakah bundanya benar-benar mengingatnya atau sekedar percaya dengan ucapannya. Yang pasti, Alex bersyukur bundanya memeluknya.

Sekalipun bundanya akan melupakannya lagi karena penyakitnya itu, tetapi moment hanget yang dirasakannyq sekarang akan selalu menjadi kenangan ulang tahun terbaik baginya.

Setelah pelukan itu, Alex mulai berceloteh panjang lebar tentang semuanya. Dari anak-anaknya, istrinya bahkan sampai apa yang ia makan tadi.

***

Harap dimaklumi jika terjadi kesalahan dalam penulisan.

Next chapter