webnovel

OBAT PENGHILANG RASA LELAH

Hari ketiga setelah resmi menjadi suami istri, Sherin keluar dari kamar. Mengetuk kamar Edzhar, namun pintu tak kunjung terbuka juga. Sherin mendorong gagang agar benda persegi panjang tersebut memberi jalan untuknya.

"Di mana dia?" Sherin tak menemukan Ed sekalipun sudah memeriksa kamar mandi.

Sherin meninggalkan kamar dan menuruni anak tangga. Dia melihat wanita paruh baya sedang menyiapkan makanan di atas meja.

"Nona pasti mencari keberadaan Tuan Ed, ya?" tebak wanita tersebut saat melihat kedua netra majikannya mencari-cari sosok seseorang.

"Iya. Suamiku ada di mana?" Sherin tidak harus berpura-pura di depan para pekerjanya.

"Tuan Edzhar ada di kolam renang. Saya sudah menyiapkan pakaian renang juga untuk Nona." Wanita yang tadi menyiapkan makanan meninggalkan meja dan mengambil hanger yang tergantung tidak jauh dari sana. "Tuan menyuruh saya menyiapkan ini untuk Anda."

Sherin melihat pakaian renang berbahan polyester. Sudah lama juga dia tidak berenang. Sherin berpikir jika berenang bersama akan menjadi jalan untuk dia lebih dekat dengan Ed. Dia pun tidak keberatan akan hal itu.

***

Edzhar menoleh saat mengetahui kedatangan Sherin. Pria itu sedang berdiri di tepi kolam renang sambil menyesap jus jeruk yang telah disiapkan oleh bibi. "Kemarilah!" Ed mengulurkan tangan kepada Sherin. Wanita yang masih mengenakan bathrobe harus melepas pembungkus tubuhnya terlebih dahulu.

Ed menelan air liur saat lekukan tubuh Sherin menghibur matanya. Pakaian Sherin tidak terbuka, namun entah kenapa sangat menggoda naluri kelaki-lakian Ed. Padahal, ini bukan pertama kali dia melihat Sherin memakai pakaian sexy.

Sherin menerima uluran tangan Edzhar. Pria itu pun membantunya turun. "Olahraga akan membantu kamu rileks. Akhir-akhir ini aku melihat kamu banyak pikiran. Coba kamu berenang beberapa putaran. Lampiaskan semua beban pikiran kamu saat di dalam air. Aku akan menunggumu di sini."

Lagi-lagi Sherin tidak membantah. Entah apa yang mengubahnya menjadi penurut seperti itu. Sherin berenang dengan gaya katak. Membiarkan air membawa semua beban pikiran dan lelah pada tubuhnya. Bolak balik sebanyak tiga kali, wanita itu pun mengakhiri gerakannya. Dia menghampiri Edzhar yang masih berdiri di tepi kolam.

"Minumlah!" Edzhar meraih gelas berisi jus jeruk dan memberikannya pada Sherin. "Bagaimana? Apa tubuhmu lebih segar?" tanya Ed setelah Sherin menyesap minumannya.

"Semakin lelah," sahut Sherin terkekeh. Tubuhnya memang capai, namun tidak bisa dipungkiri jika pikiran terasa lebih tenang.

"Kamu mau tahu obatnya biar nggak lelah?" Ed memandang wajah Sherin dan kedua netranya berhenti di bibir wanitanya yang polos. Meski tanpa polesan lipstick, namun terlihat sangat menggoda.

Pada dasarnya Sherin sangatlah polos. Meski keluar masuk club, namun wanita tersebut belum pernah berurusan dengan pria. Masih seperti mimpi. Dia menikah padahal belum pernah menjalin hubungan romansa dengan pria.

"Memang ada obatnya?" tanya Sherin. Wajah polosnya membuat Ed semakin gemas dan ingin melahap wanita tersebut.

Sherin terkesiap saat Ed meraih pinggang dan menarik tubuhnya mendekat. Edzhar mengikir jarak di antara mereka. Dua benda kenyal milik Sherin pun sudah menempel di dadanya yang telanjang. Salah satu tangan Edzhar meraih dagu Sherin. "Aku akan memberikan kamu obat itu," ucapnya pelan. Mata Sherin membulat sempurna saat suaminya menempelkan bibir.

Berawal dari kecupan ringan, Ed mulai menggerakkan bibirnya dengan lembut. Sherin yang tadi terbelalak perlahan memejamkan mata. Menerima perlakuan manis dari Edzhar. Tanpa sadar, Sherin melingkarkan kedua tangan di leher Edzhar. Suaminya pun semakin bersemangat.

Penyatuan bibir mereka terlepas. Edzhar mengusap pipi Sherin. Wanita itu hanya menatap wajahnya tanpa bisa berkata apa-apa. "Kita lakukan secara perlahan saja. Sesampai di Jakarta, kita nggak mungkin pisah kamar seperti sekarang. Aku hanya ingin kamu membiasakan diri. Jangan takut padaku. Sekali aku memilih kamu sebagai istri, maka aku akan menjadi milikmu seutuhnya. Nggak akan ada yang namanya perpisahan."

Sherin meneteskan air mata. Entah hal apa yang membuatnya terharu. Yang pasti, Sherin merasa beruntung. Pria di depannya tidak berlaku buruk meski pernikahan mereka diawali tanpa cinta. "Aku mau satu kamar denganmu, Ed. Aku memang bukan wanita yang baik. Tapi aku sudah berjanji akan berubah."

Edzhar mengecup pipi Sherin. "Sebagai permulaan hubungan kita yang baru, bagaimana kalau kita berlomba. Siapa yang paling bertahan lama menyelam dalam air, maka dia akan menjadi pemenang. Yang kalah harus menerima hukuman."

"Okey. Siapa takut?" Sherin menerima tantangan.

Edzhar naik ke tepi dan mengambil ponsel. Dia menyalakan stopwatch untuk menjadi pengukur siapa yang paling lama bertahan. "Aku mau pertama," ujar Sherin. Ed pun menerima permintaan.

Sherin menenggelamkan dirinya di dalam air. Bertahan selama mungkin agar dia tidak kalah dari Edzhar. Sherin memunculkan kepala dengan napas terengah. Menghirup oksigen sebanyak yang dia bisa.

"Berapa lama?" tanya Sherin penasaran. Pokoknya dia harus menjadi pemenang. Sejak kecil dia sudah terbiasa menjadi nomor satu. Edzhar memberikan penunjuk waktu.

"Hanya satu menit 30 detik?" kesal Sherin. Seharusnya dia bisa lebih lama dari itu. Namun dia yakin jika Ed tidak akan menjadi pemenang.

Edzhar membiarkan air menutupi seluruh tubuhnya. Berdiam di dasar kolam sambil menahan napas. Dia harus bertahan lebih lama. Sebuah hukuman sudah dia siapkan untuk Sherin.

"Aduh!" suara Sherin membuat Edzhar memunculkan kepala. Panik karena mencemaskan wanita tersebut.

"Ada apa?" Edzhar langsung mendekat, namun istrinya tertawa puas. Dia sudah menipu Edzhar karena tak mau kalah. Ketika stopwatch sudah mencapai satu menit 15 detik, Sherin langsung bertindak. Kemenangan harus menjadi miliknya.

"Aku menang!" seru Sherin membuat Edzhar sadar. Istrinya telah berbuat curang.

"Kamu menipuku?" kesal Ed, namun tidak sungguh-sungguh marah.

"Aku takut kalau kamu yang menang. Itu sebabnya aku curang. Pokoknya nggak ada alasan. Kamu harus menerima hukuman dariku," Sherin yakin jika Ed akan mengalah.

Pria itu mendekat dan lagi-lagi berulah. Edzhar merengkuh pinggang Sherin dan menggigit telinga wanita itu. "Apa pun hukumannya, aku siap menerima." Suara lembut Ed membelai telinga Sherin. Bulu kuduknya berdiri dan membuat darahnya berdesir.

"Jangan macam-macam!" ancam Sherin. Reflek melepaskan tangan Ed dari pinggangnya.

"Macam-macam pada istri sendiri bukan masalah. Tadi saja kamu sangat menikmati ciuman kita," ejek Ed membuat Sherin memegang pipinya sendiri.

"Apa benar seperti itu?" pertanyaan konyol dari Sherin. Takut ketahuan, namun tindakannya sendiri yang membuktikan jika dia sangat suka bercumbu dengan Edzhar.

Edzhar mengacak rambut Sherin yang basah. "Ayo naik! Kamu harus mandi. Kamu bisa demam kalau terlalu lama di air."

Edzhar mengambil bathrobe dan membungkus tubuh sang istri. Dia pun menbuat simpul di pinggang Sherin. "Jangan membuatku menunggu terlalu lama! Aku pria normal. Nggak tahu bisa bertahan sampai kapan. Masuklah ke kamarmu. Kita akan makan bersama nanti."