webnovel

AKU TIDAK AKAN SELINGKUH

Bibir Ed dan Sherin terlepas. Laki-laki itu masih bergeming. Serangan tiba-tiba yang dilakukan oleh Sherin membuat pikirannya kalut.

"Sudah lihat, kan?" Sherin menatap tajam wajah Joan. Sejak dulu dia sudah tahu jika temannya itu menaruh hati pada Ed. Biasanya dia bersikap biasa. Namun, hari ini Sherin sangat berbeda. Dia mencium Ed di depan banyak orang.

"Ka-kalian?" suara Joan terbata. Baru saja dia senang karena memiliki kesempatan untuk mendekati Ed, ternyata langsung patah karena perbuatan Sherin.

"Aku menemui kalian berdua sekalian mau memberitahu. Akhir-akhir ini aku sibuk karena sedang menyiapkan pernikahan dengan Edzhar. Secepatnya kami akan menikah. Undangan resmi akan aku berikan pada kalian berdua. Silakan lanjutkan bersenang-senang! Sepertinya tempat ini tidak cocok untuk kami berdua." Sherin menarik tangan Ed dan membawanya pergi dari sana.

"Me-mereka mau…." Joan yang terkesiap melihat pada Aira. Temannya itu hanya bisa mengendikkan bahu karena tidak paham dengan apa yang terjadi.

***

"Jangan salah paham!" ujar Sherin tatkala tubuhnya dan Ed sudah mendarat sempurna di jok mobil bagian depan.

"Salah paham apa?" Ed berpura-pura tenang dan tidak mengerti. Padahal, hatinya juga sedang berkecamuk. Kehangatan bibir Sherin masih sangat terasa.

"Selama ini Joan sangat menyukai kamu. Sebentar lagi kita akan menikah. Aku tidak mau kalau dia terlalu berharap."

"Ohhh…" Ed menjawab singkat. Sebenarnya tidak harus berciuman juga. Sherin bisa berbicara saja dengan kedua temannya. Ingin bertanya, Ed mengurungkan niat. Suasana hati calon istrinya itu sedang buruk. Bukan waktu yang tepat jika harus bertanya sekarang.

"Lebih baik kita pulang saja. Aku sudah tidak berminat di sini," ajak Sherin.

"Bagaimana dengan mereka? Kamu tidak mau berpamitan?"

"Biarkan saja. Mereka juga pasti sudah bersenang-senang dengan pria pilihan mereka hari ini."

***

Di dalam kamar, Sherin duduk di kursi-meja rias. Mengusap bibirnya dengan jari. Wanita itu menyesali apa yang sudah dia lakukan.

"Apa yang telah aku lakukan? Tidak harus menciumnya jika hanya ingin memberitahu Joan dan Aira. Tetapi sikap Joan terlalu agresif. Aku tidak menyukainya." Sherin berlari ke kamar mandi untuk berkumur. Entah sudah berapa kali dia melakukan itu sambil merutuki diri sendiri.

"Aku pasti terlihat bodoh sekarang. Ed pasti berpikir aku sangat tergila-gila padanya. Arghhh!" Sherin berteriak frustrasi dan menjambak rambutnya sendiri.

Ternyata dugaan Sherin salah. Laki-laki yang dia pikir akan besar kepala justru sedang serius bekerja di ruangan yang biasa Lynch pakai. Di sana dia akan memeriksa berkas-berkas sebelum memberikannya kepada ayah angkatnya.

"Papa boleh masuk?" pintu terayun dan muncul wajah Lynch di ambang pintu.

"Silakan masuk, Pa. Apa Papa mau memeriksa kontrak yang akan kita berikan kepada klien bsk?"

"Tidak-tidak! Papa ke sini bukan untuk membahas pekerjaan. Papa ke sini ingin membahas hal yang lebih penting."

Bulu kuduk Edzhar bergidik. Dia menerka-nerka hal apa yang akan dibicarakan. Jika hal itu tentang perusahaan, Ed tidak akan sungkan untuk memberitahu semua yang dia tahu. Yang dia takutkan adalah ketika Lynch menanyakan tentang alasan pernikahan dia dengan Sherin yang terkesan dadakan.

"Papa tidak akan bertanya alasan kenapa kamu dan Sherin ingin menikah. Papa yakin pada kamu. Papa tahu jika Sherin belum mencintai kamu. Apa pun penyebabnya, Papa tidak terlalu peduli. Papa percaya kalau bersama kamu kehidupan Sherin akan lebih baik."

"Ha?" Ed terkejut mendengar penuturan Lynch. "Kenapa Papa sangat percaya padaku? aku bukan siapa-siapa, Pa. Aku hanya anak sopir yang mendapat kemurahan dari Papa. Jika bukan karena bantuan Papa, aku tidak mungkin berada di titik sekarang."

Sejak Lynch mengambil alih menjadi wali atas Ed, laki-laki itu sangat tahu diri. Dia sudah bertekad akan membahagiakan ayah angkatnya itu. Tanpa Lynch, mungkin dia akan berakhir di panti asuhan karena paman dan bibinya pun tidak bisa menampung dirinya.

"Papa sudah mengenal kamu dari kecil. Papa juga mengenal baik kedua orangtuamu. Kamu pasti tahu ada pepatah yang berkata. Buah yang jatuh tidak akan jauh dari pokoknya. Memang orangtuamu pergi cepat, tetapi Papa yakin mereka sudah mendidik kamu dengan baik. Selama ini kamu belum pernah mengecewakan Papa. Tolong bahagiakan Sherin. Harta memang sudah dia miliki, namun selama ini anak itu kesepian. Papa dan mendiang mamanya terlalu sibuk bekerja. Sherin hanya membutuhkan sandaran. Papa yakin kamu bisa memberikan itu padanya."

"Apa Papa tidak akan menanyakan perasaanku padanya?" Ed sangat penasaran karena tadi Lynch hanya menyebutkan jika Sherin belum mencintainya.

"Papa tidak perlu menanyakan hal itu. Kamu pria baik, lembut, dan bertanggung jawab. Kamu pasti bisa meluluhkan hati Sherin. Dengan sendirinya cinta itu akan muncul di hati kalian berdua."

"Baik Pa. Aku akan berusaha membahagiakan Sherin."

"Terima kasih, Nak. Papa lega mendengarnya."

***

Keesokan harinya, Edzhar masuk ke kamar Sherin yang tidak dikunci. Calon istrinya itu masih bersolek. Hari ini Ed akan mengajaknya berkeliling pabrik. Ed akan menjelaskan sedikit demi sedikit tentang perusahaan.

"Apa hari ini aku tidak bisa libur? Tadi malam aku minum alkohol. Kepalaku masih sangat pusing." Sherin mencari alasan. Dia bukan wanita lemah yang jika meminum satu-dua gelas anggur merah langsung mabuk.

"Aku tahu kamu tidak mabuk tadi malam. Jangan mencari alasan! Lagipula kamu sudah berdandan cantik. Sayang jika tidak ikut ke kantor," balas Ed. Dia duduk di sofa sembari menunggu Sherin bersolek. Wanita itu pasti butuh waktu untuk melakukannya.

"Kamu memujiku cantik?" Sherin membalikkan badan. Penasaran dengan perkataan Ed barusan.

"Cepatlah! Kita bisa terlambat kalau dandan saja kamu sangat lama. Lain kali bangun lebih pagi biar aku tidak menunggu seperti ini."

"Menyebalkan! Hanya untuk mengaku saja dia sangat susah," gerutu Sherin sambil mengusap bibirnya dengan lipstick.

***

Ed sedang menjelaskan beberapa hal yang menyangkut perusahaan. Selama ini Sherin tidak tahu apa-apa. Wanita itu hanya mengerti cara menikmati uang orangtua tanpa tahu bagaimana susahnya mencari nafkah.

"Sudah paham?" tanya Ed. Sejak tadi dia melihat Sherin menganggukkan kepala setiap kali dia menjelaskan.

"Aku mengantuk. Aku tidak paham sama sekali. Bisakah kita lanjutkan besok saja? Ini terlalu susah. Mana mungkin aku bisa memahami ini semua dalam waktu sekejab."

Ed menarik napas panjang. Sudah seminggu mengajari Sherin, wanita itu tidak mengerti apa pun. "Kita lanjutkan setelah makan siang," ucap Ed.

"Yes! Akhirnya aku telepas juga. Aku pusing membaca semua tulisan itu." Baru saja merapikan kertas-kertas yang ada di atas meja, ponsel Sherin berdering.

"Kenapa tidak diangkat?" tanya Ed. Sejak tadi suara benda pipih itu sudah sangat mengganggu.

"Itu panggilan dari Joan. Dia meminta maaf karena peristiwa waktu di club."

"Sudah dimaafkan?"

Sherin menggelengkan kepala. Dia terlalu malu pada Joan dan Aira. Ciuman yang dia berikan pada Edzhar adalah tindakan konyol yang dia lakukan sepanjang masa.

"Mereka tidak salah, She. Kenapa harus dipersulit. Memangnya kamu tidak mau mengundang mereka ke pernikahan kita?"

"Tetapi Joan masih menyukai kamu. Meskipun pernikahan kita tanpa cinta, tetap saja kamu akan menjadi suamiku. Aku tidak mau dimadu." Sherin menyilangkan tangan di dada dan mengerucutkan bibir. Mendadak sikapnya sangat menggemaskan di mata Edzhar.

"Itu berlaku ketika dia tidak tahu tentang rencana pernikahan kita. Sekarang dia sudah tahu. Temanmu tidak akan mengulangi lagi."

"Tetapi Joan sangat cantik."

"Kamu takut aku selingkuh? Memiliki istri satu saja sudah pusing, apalagi dua. Jangan berpikir terlalu jauh. Menikah saja belum, tetapi kamu sudah membayangkan hal-hal yang buruk."

"Kamu tidak akan selingkuh?" tanya Sherin serius. Dia tidak akan rela menjadi janda hanya karena bercerai.

"Hmmm. Aku tidak akan selingkuh. Kamu saja sudah cukup untuk membuatku pusing, Jangan ditambah lagi!"

Sherin tertawa lepas mendengar Edzhar. "Aku senang kalau kamu pusing menghadapiku. Setidaknya aku bisa melihatmu menderita nanti," ejek Sherin di tengah-tengah tawanya yang masih bersisa.