webnovel

My Annoying Father

Cinta yang kandas, bertepuk sebelah tangan. Kecewa akan apa yang dilakukan orang terkasih. Tidak selalu untuk seorang kekasih. Terkadang, cinta bertepuk sebelah tangan, bisa terjadi dan dilakukan oleh orang tua sendiri. Dimana sang anak sudah sepenuhnya mencintai mereka. Tapi, ternyata kebanyakan dari mereka tidak mengerti apa itu cinta dan kasih sayang untuk keluarga. Arkhan adalah sebuah takdir indah yang Tuhan ciptakan untuk Ayra. Penyembuh hati, dan hangatnya cinta yang telah lama hilang dari hidup Ayra.

azazhary_ · Teen
Not enough ratings
16 Chs

BAGIAN 7

•••••

#_#_#

Emak.. bapak..

Dimana kalian?

Mengapa aku ada disini sendirian?

Apa kalian tidak mau melihat keadaanku seperti apa sekarang?

Bahkan aku tidak bisa mengingat apapun yang sudah terekam dalam memoriku.

Aku hanya bisa berbaring di rumah sakit, bunda dan Ilke masih setia menungguku. Tapi aku tak kuasa untuk bangun, aku hanya boleh istirahat. Agar keadaanku cepat pulih.

Aku harus bagaimana lagi agar ingatanku kembali lagi?

Tak terasa bulir air mata jatuh di pipiku. Aku rindu emak dan bapak, dan juga Eshaal, adikku.

Bagaimana kabar mereka?

Dalam ketidakberdayaan ku, aku menangis dalam diam. Derai air mata menemaniku setiap hari di rumah sakit.

Akankah emak menjengukku kesini?

Aku ragu..

Selemah itukah keadaan keluargaku? Sehingga emak pun tidak berdaya untuk menjenguk ku kesini.

Tidak ada manusia yang memilih akan hidup seperti apa nantinya. Jika bisa memilih, pasti semua manusia akan memilih jalan hidup yang bahagia.

Namun, disetiap hidup yang telah ditentukan. Manusia bisa memilih untuk mempelajarinya atau bahkan tidak sama sekali.

Lantas, hidup itu pelajaran. Yang mengajarkan berbagai arti kehidupan.

Sabar, salah satunya..

Ya, aku harus sabar. Menanti kebahagiaan itu.

*****

Wanita berbalut kain mukena sedang mengaduh dan meminta kepada Tuhan, agar diberikan kekuatan hati pada apa yang menimpa putri dan suaminya.

YaaAllah..

Lirihku berdo'a kepadamu..

Aku lemah dan tak berdaya..

Bahkan aku tak mampu untuk menyusul putriku..

Keterbatasan kemampuanku yaarabb..

Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kaya dan Berkuasa atas semuanya di dunia ini..

Aku pasrahkan semuanya kepadamu..

Deraian air mata sudah tak terhitung berapa kali ia mengalir.

Tak terlihat berderai air mata sebab kegelapan malam yang menemani permohonan nya yang sangat mendalam.

"Mak, ambilin kopi"

"Gak boleh dulu pak, minum kopi lagi sakit begini"

"Udah mana cepetan" dengan emosi yang langsung memuncak membuat seisi ruangan rumah sakit, merasa terganggu.

Dengan uban yang semakin merambat, dan urat yang sangat terlihat oleh emosi yang dikeluarkan bapak.

Sangat jelas terlihat emak dan bapak berbeda 20 tahun.

"Pak, pelan-pelan dong ngomongnya, gak enak sama orang di samping. Ini kan bukan ruangan VIP" ujar emak, menenangkan sambil mengusap air mata.

Belum kering air mata emak, harus dihadapkan kembali dengan amarah dari bapak yang memaksa untuk minum kopi. Padahal, keadaannya sedang sakit dan terpasang selang pernapasan.

Emak terdiam sembari duduk di bawah kasur bapak. Tidak ada bangku, emak duduk dengan tikar yang emak bawa dari rumah.

Emak tidak menggubris permintaan bapak yang aneh-aneh. Karena sudah lemah hati emak untuk sekedar berdebat karena secangkir kopi.

"Mak, mana??!" Ujar bapak memaksa.

"Pak, udah sekarang tidur aja, udah malem. Waktunya istirahat"

Lantas emak bersandar pada dinding yang dingin, membiarkan mata terpejam untuk sekejap, menenangkan hati yang butuh dipulihkan.

Emak dihadapkan dengan dua pilihan yang sangat sulit.

*****

1 tahun berlalu, setelah kuingat kembali kejadian yang membuatku sangat terpuruk.

1 tahun pun aku gunakan untuk memulihkan segala cedera yang kualami sejak kecelakaan itu.

1 tahun aku menunda sekolah, agar kondisi ku pilih kembali.

Tak apa..

Aku sangat bersyukur. Tuhan masih memberikanku kesempatan untuk hidup.

Bertemu emak, bapak dan Al.

Kini aku sudah menduduki bangku SMA ber-asrama.

Hari pertama ku masuk asrama, dengan menyewa salah satu angkutan umum untuk membawa barang-barang bawaan ku.

Aku bersyukur emak, bapak dan Eshaal dapat mengantarku ke asrama.

Kami berempat menaiki angkutan umum yang kami sewa itu dengan penuh suka cita.

Bapak masih bisa berjalan, walau dibantu dengan tongkat besi.

Jarak tempuh antara asrama dan rumahku berkisar 12 KM. Sangat jauh memang, tapi tak menyurutkan semangat ku untuk melanjutkan pendidikan.

"Yakin nih, beneran mau sekolah asrama?" Tanya emak di tengah perjalanan.

Aku hanya mengangguk.

"Yang betah ya disana, jangan minta pulang terus"

"Iyaa, aku bukan anak kecil lagi mak"

"Yaa, kamu mah walaupun udah besar juga gak bisa jauh dari emak" jawab emak mengejek ku.

"Apa si mak, enggak juga ih" lontarku balik membalas candaan emak.

"Jangan minta sering-sering dijenguk loh ya"

"Heehhh.." angguk ku.

Perjalanan ditempuh sekitar 30 menit. Dengan keadaan lalu lintas yang lancar, membuat kami lebih cepat sampai tujuan.

Sesampainya di asrama, kami disambut oleh panitia penerimaan murid baru, dengan segala prosedur yang harus kami lalui. Sebelum akhirnya kami dapat meletakkan barang bawaan kami.

"Udah semua kan mak?"

"Iyah udah, yaudah bawa barang-barang nya dulu keatas yuk"

"Yuk" jawabku.

"Bapak, tunggu disini dulu ya duduk sama Al"

Eshaal ku yang tetap mungil walau rambut kriwil nya sudah mulai melurus. Tapi, tak menyurutkan wajah menggemaskan dari Al.

Al putih, berambut kriwil, dan postur berisi. Membuatku berat meninggalkannya.

Setelah semua barang-barang beres, hari sudah mulai sore. Waktunya emak dan bapak kembali ke rumah.

Emak dan bapak berpamitan untuk pulang, dan meninggalkan ku untuk belajar disini.

Sungguh, begitu terasa bila jauh dari emak dan bapak. Siapa yang sanggup bila seorang anak jauh dari orang tua terkasihnya, begitu pun orang tua.

Namun, aku harus kuat. Demi impian emak untuk aku melanjutkan pendidikan di asrama ini.

Karena ada banyak hal yang emak sesali dulu, ketika ibunya emak meminta untuk emak melanjutkan ke jenjang asrama.

Tapi, emak enggan untuk menerima tawaran itu.

Kata emak;

"Kamu akan menemukan hal yang jauh diluar nalar kamu, dari kamu bersekolah disini. Akan banyak hal baru dan tantangan yang kamu hadapi di luar sana. Inilah bekal yang paling tepat untuk kamu, Ra".

Tanpa berat hati ku-iya-kan permintaan emak, tapi akupun memiliki keinginan sendiri untuk bersekolah disini.

Hidayah dan kebaikan datang dengan samar dan jarang disadari oleh manusia.

Maka, diperlukan mawas diri untuk bisa selalu dalam hidayahNya.

Menutup hati dari segala keburukan, akan mudah bagi kebaikan datang pada hati kita.

Ayra yakin mak, ini hidayah yang nyata untuk kita semua.

*****

6 bulan berlalu aku berada di asrama ini, setelah kesedihan ditinggal emak pulang pun sirna. Kini rasa rindu itu datang menghampiri.

Aku belajar arti rindu, bagaimana menikmatinya. Agar ketika bertemu, bisa saling memandang dengan penuh cinta dan tak ingin pisah.

"Ra, ada emak tuh jenguk kamu" celetuk Ilke menyadarkan lamunanku di serambi masjid asrama pondok.

"Masa?"

"Ih beneran, ayo emak udah nunggu tuh" titah Ilke sembari menarik tanganku.

Ilke dan aku satu sekolah kembali, kami memutuskan untuk bersama melanjutkan pendidikan disini.

Akhirnya aku pun menghampiri emak yang sudah menungguku di depan pintu kamar asrama.

"Assalamualaikum emak, alhamdulillah tiba-tiba dateng kesini" sapaku kepada emak menyambut kedatangan nya.

"Waalaikumsalam" emak tersenyum.

"Emak ada apa siang-siang begini kesini?"

"Ah, engga emak cuma kangen sama kamu Ra"

Aku tersenyum meng-iya-kan perkataan emak, karena aku pun merasakan hal yang sama.

"Al gak ikut mak? Bapak gimana keadaanya? Sehat kan?" Tanyaku berharap jawaban yang membuatku tenang.

"Al lagi main tadi, jadi emak jalan aja. Bapak...."

Emak terhenti ketika mengucapkan kata 'bapak'.

Aku masih menunggu jawaban dari emak.

"Baik.." jawab emak sembari tersenyum getir.

Aku menghembuskan nafas.

Aku paham bahwa senyuman emak itu bukan pertanda baik. Namun kutunda untuk bertanya lebih lanjut. Agar emak tidak khawatir aku akan memikirkan bapak.

"Ra.." panggil emak seperti ada sesuatu yang ingin emak utarakan.

"Dagangan kita bangkrut Ra, emak gak bisa ngandelin dari hasil jahitan baju aja"

Aku tidak menjawab apapun pernyataan emak barusan.

"Emak, memutuskan buat kerja di luar negeri Ra, untuk menyambung hidup dan membiayai kamu sekolah disini"

Aku tertunduk tidak tahu harus berbuat apa. Aku hanya diam tidak bisa mencegah emak untuk membatalkan keputusan nya.

Aku menyandarkan kepalaku di pangkuan emak. Sembari tanganku memeluk emak.

Aku tahu, emak menahan tangis. Tapi aku sudah lebih dulu menangis dalam pelukan itu.

"Ra gapapa kan emak pergi jauh?"

Aku mengangguk.

"Iya, mak gapapa ko. Ayra disini belajar buat masa depan Ayra"

"Pinter ya anak emak, harus jadi perempuan yang kuat ya. Emak juga akan berjuang buat membiayai Ra sekolah disini"

Aku hanya mengisyaratkan kepalaku bahwa aku menyetujui perkataan emak.

Setelah itu aku tenggelam dalam tangisku, dan emak dalam tangisnya.

Aku harus menerima kepahitan bahwa emak akan pergi jauh dalam waktu dekat.

Entah bagaimana menjelaskan perasaan ini, tentunya aku sangat terpukul. Bahwa emak akan bekerja di negeri Menara Petronas.

Ra, harus kuat.

Ditinggal emak pergi jauh, buat kerja demi Ra!

Gumamku menyemangati diri sendiri.

"Tapi, mak. Al gimana nanti? Dia masih umur 6 tahun emak tinggal dan ngurusin bapak yang kaya gitu? Sedangkan aku sekolah disini gak bisa nemenin Al"

"Emak gak tahu harus gimana lagi Ra, cuma ini satu-satunya jalan yang ada di depan mata" emak tertunduk.

Al..

Maafin kaka Ra..

Kaka Ra belum bisa jadi kaka yang baik buat Al..