webnovel

Makan Malam

Di sebuah ruang makan bernuansa emas. Jajaran kursi mewah tampak mengelilingi meja besar yang di atasnya terdapat sajian-sajian super lezat. Axton telah mempersiapkan segalanya dengan bantuan anak buah serta pengurus rumah yang sudah sangat ia percayai selama belasan tahun. Namun, usahanya untuk membuat selera Ameera bangkit dan lekas menyantap hidangan-hidangan dengan nikmat, lagi-lagi harus berakhir sia-sia.

Wanita yang baru Axton nikahi tersebut masih saja murung. Balutan gaun mahal yang Axton berikan, tak lagi indah, karena wajah Ameera justru terlihat tidak menyenangkan. Bagaimana tidak, sampai saat ini pun Ameera masih belum menerima tentang kenyataan yang mengatakan bahwa dirinya sudah sah menjadi istri seorang mafia. Seorang mafia yang membuat para pengganggunya celaka, padahal cara tersebut sangat tidak perlu.

"Makanlah, Ameera, supaya kau memiliki tenaga untuk menangis lagi," sindir Axton sembari menatap Ameera dengan tajam, sementara posisi tubuhnya sangat santai dengan kedua lengan yang terlipat di depan. Ia duduk di kursi bagian seberang dari keberadaan Ameera sekarang.

Ameera hanya diam, selain matanya saja yang bergerak untuk menatap kondisi Axton saat ini. Tampaknya suami mafianya itu sudah mengobati luka di telapak tangan yang sempat terkena pecahan vas bunga. Syukurlah, setidaknya Axton tidak terlihat semakin menjijikkan, begitulah pikir Ameera.

"Jangan membuatku marah lagi, Ameera." Axton yang tidak ingin kembali dikuasai api amarah, lantas memperingatkan istrinya tersebut. "Kau tahu aku bisa membunuh satu bawahanku untuk melampiaskan—"

"Aku akan makan, Axton, semua hidangan di atas meja ini akan aku lahap sampai habis!" potong Ameera sebelum ucapan Axton semakin tidak karuan, apalagi jika menyangkut nyawa seseorang. Sungguh, Ameera tidak mau membuat orang lain mati, hanya karena dirinya yang membuat Axton terus-terusan merasa kesal.

Segera setelah itu, Ameera meraih mangkuk berukuran besar berisi nasi. Ia mengambil semua hidangan dan menaruhnya ke dalam tempat nasi tersebut. Biar saja, biar Axton puas! Tak peduli seberapa sakit perutnya nanti, asal tak ada hidangan yang tersisa, sebab itulah yang Axton inginkan darinya. Makan dengan lahap! Kendati saat melakukan aktivitas itu, lagi-lagi derai air matanya tidak dapat dihentikan lagi. Ameera menangis, sampai bulir bening netranya  bercampur dengan makanannya sendiri.

Namun, alih-alih merasa senang dan lega, Axton justru tampak semakin kesal. Tindakan Ameera benar-benar berlebihan dan jorok! Lagi pula, ia tidak meminta wanita itu untuk makan seperti kera. Ia ingin Ameera bersantap dengan normal agar lebih cerah dan bertenaga. Sayangnya, maksud hatinya tidak Ameera sadari.

Axton menghela napas sembari memejamkan matanya. Ia sedang berusaha untuk menepis semua emosi negatif pada dirinya saat ini. "Kau bebas melakukan apa pun di sini, Ameera. Rumah ini milikku di negara ini, atas nama Herman, alias pengurus rumah ini. Semua fasilitas yang ada akan aku lengkapi untuk dirimu, selama kita masih berada di negara ini."

Mata Ameera mengerjap, menyadari ada yang salah dari ucapan Axton. Bukan soal kepemilikan rumah atau mansion megah di mana ia berada sekarang. Namun, kata 'bebas' yang sebenarnya tak lagi memiliki makna sesungguhnya. Mengenai bebas, oh, bebas di bagian mana? Saat dirinya justru dipaksa menerima pernikahan dan tidak memiliki kesempatan untuk menolak.

Ah, benar, Ameera ingat sejak awal ucapan Axton memang sangat ambigu. Soal lamaran itu, yang dianggap tidak ada pemaksaan, tetapi tidak pula memberikan satu kesempatan mengenai penolakan. Entah. Sepertinya sang mafia memang selalu memiliki cara-cara aneh untuk menjerat diri seseorang.

"Aku akan mencarikan pelayan pribadi untukmu, Ameera. Seorang pelayan yang tentu saja tidak memiliki kontrak kerja dengan orang lain, termasuk ibumu." Axton berucap lagi, tanpa peduli kesibukan sang istri yang masih berusaha menghabiskan santapan porsi besar itu.

Ameera masih tidak menjawab. Memang benar, aktivitasnya sempat terhenti, tetapi tidak berselang lama ia melanjutkannya lagi. Pelayan baru tidak terlalu penting untuknya. Untuk apa? Ia sudah berencana untuk tidak melakukan apa pun, selain tidur sembari memikirkan cara untuk kabur. Lihat saja, beberapa hari atau minggu setelah memperhitungkan segalanya, termasuk cara untuk menjaga keamanan Catarina, Ameera pasti bisa melarikan diri.

"Uhuk!" Ameera tersedak sepotong daging yang membuatnya terbatuk-batuk. Bahkan matanya langsung mengucurkan buliran bening lebih deras daripada tangisannya.

"Kau selalu membuatku tak bisa menahan kesabaran, Ameera!" Sesaat setelah menggertakkan gigi, Axton lantas bangkit dari duduknya. Ia berjalan menghampiri keberadaan sang istri.

Tangan kekar Axton bergerak dengan cepat merampas mangkuk besar yang berisi nasi dan lauk-pauk milik Ameera. Dan selanjutnya, ia melemparkan benda seisinya tersebut hingga menimbulkan bunyi 'prang!' yang sangat keras.

Napas Ameera memburu dan degup jantungnya tak beraturan. Wajahnya kebas, sementara matanya mendelik menatap Axton. Pria itu kembali bersikap kasar dan membuat tubuh Ameera kembali bergetar.

Ameera pikir, Axton akan melemparkan barang lain, tetapi suaminya tersebut justru mengambil segelas air putih. Dengan kasar, Axton meletakkan gelas tersebut di hadapan Ameera sampai air di dalamnya terciprat keluar membasahi papan meja.

"Apa kau benar-benar ingin membuatku menghabisi orang lain?!" tanya Axton.

Ameera menggeleng cepat. "Bunuh aku saja, Axton, jangan orang lain," jawabnya getir.

"Kau pikir aku akan setuju? Bahkan aku belum mencicipi dirimu sama sekali, lantas aku harus membuatmu mati, begitu? Yang benar saja! Lagi pula, aku hanya meminta makan dengan nyaman. Bukan makan dengan porsi gila yang membuat dirimu masuk ke dalam bahaya seperti sekarang, Ameera! Dan kau pikir, kau bisa menghabiskan semua hidangan ini?"

"Aku melakukannya agar kau puas, Axton! Supaya kau tidak melukai orang lain lagi, Sialan!" Tegas, Ameera menyahut, sementara dirinya langsung berdiri tepat di hadapan sang suami. Ia menangis lagi, membuat wajahnya semakin kuyu dan menyedihkan.

Sejenak, Axton tidak memberikan balasan apa pun. Jujur saja, hatinya sedang berdenyut sakit. Pasalnya, wanita yang ia sukai selama enam bulan terakhir, masih saja enggan untuk menatapnya sebagai seorang suami. Ameera justru terus-terusan menunjukkan pertentangan dan membuat keadaan begitu menyedihkan. Padahal Axton hanya ingin hidup bersama dengan baik sebagai pasangan suami istri, terlepas dari identitasnya sebagai seorang mafia.

"Tidak," kata Axton tiba-tiba, ketika di benaknya tebersit satu gagasan untuk melepaskan Ameera saja. "Tidak akan! Aku tidak akan pernah melepaskanmu, Ameera!" lanjutnya lagi sembari mencengkeram kedua lengan sang istri.

Mata indah Ameera membelalak setelah dikejutkan oleh ucapan sekaligus tindakan Axton barusan.

"Aku sudah sangat bersabar untuk menunggu saat ini tiba. Kau adalah istriku, bagaimanapun caranya aku akan membuatmu terus berada di sisiku." Axton memajukan wajahnya sehingga nyaris menyentuh wajah cantik milik Ameera. "Jadi, lebih baik kau segera belajar menerima kenyataan ini dan mencoba untuk mencintaiku, daripada berniat untuk terlepas dari jerat pernikahan kita, Ameera!"

Axton mengecup kening Ameera dengan gerakan yang sangat memaksa. Terakhir, ia tersenyum lebar sampai barisan giginya terlihat dan membuat wajahnya tampak seperti joker. Sesaat setelah itu, Axton melepaskan cengkeramannya dari tubuh Ameera dan lantas pergi dari ruangan tersebut.

Detik di mana Axton menghilang dari balik pintu ruangan, tubuh Ameera mendadak runtuh. Kakinya sangat lemas, sehingga ia jatuh terduduk karena tak sanggup menopang tubuhnya sendiri.

"Apa yang harus aku lakukan, Paman?" gumam Ameera sembari mengingat wajah mendiang pamannya. Seandainya saja, Joseph masih hidup, mungkin Ameera tidak akan mengalami nasib yang lebih buruk daripada nasibnya ketika dibenci oleh ibunya sendiri.

Sialnya, ketika menginginkan kasih sayang dari Catarina, keberadaan Ameera justru dipergunakan sebagai alat kesepakatan. Lantas, apa yang sebenarnya Catarina inginkan dari Axton? Ameera sangat penasaran, tetapi ia tidak memiliki satu pun cara untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan itu.

***