webnovel

Mr. Hot Daddy

Five years of widowhood, Axel Guan intends to find a surrogate mother for his children. Axel was met with Aruna Wu at his best friend's masquerade party. From that meeting, soon Axel married Aruna to be the mother of his children, Cale and Kaila. How was the life of Aruna Wu who was the liaison mother to Cale and Kaila? Will Axel be able to forget his late wife? Is it true that the marriage is not based on love?

Anindira22 · Urban
Not enough ratings
12 Chs

Chapter 10

Ketika Erina telah memutuskan sesuatu, maka pantang bagi dirinya menarik kata-katanya kembali.

Erina berjalan melewati lobi rumah sakit, sesekali dia menghirup aroma khas dari buket bunga yang ada di tangannya. Tanpa diduga seorang pria lewat begitu saja di depannya.

Pria itu tidak lain dan bukan adalah Arayan Xander dari perusahaan AX Entertainment. Tanpa memperhatikan jalan, Arayan yang sibuk dengan ponsel sedikit bertabrakan dengan Erina.

Bahu kanannya bersenggolan degan bahu kiri Erina yang membuat keduanya terkejut. Masing-masing dari mereka hanya mengatakan maaf dan setelah itu berjalan kembali seolah tidak ada yang terjadi.

"Tuan Muda, tidak apa-apa?" tanya Pengawal pribadi Arayan yang memegangi tubuh pemuda tersebut. Tampak keriput di wajah pria itu, yang menandakan dia sangat mencemaskan Arayan, meski Arayan hanya berpapasan saja.

"Aku baik-baik saja."

Arayan tidak lagi melihat ke belakang atau memperhatikan gadis yang baru saja berpapasan dengannya. Arayan kembali sibuk dengan ponsel dan berjalan menuju parkiran mobil.

Hal serupa pun Erika lakukan. Tanpa peduli dia pergi menuju lift yang letaknya sudah tidak jauh. Salah satu lift terbuka ketika Erina berdiri tepat di depan pintu. Salah seorang Perawat serta pria berpakaian Dokter keluar dari lift tersebut.

Tidak perlu waktu lama setelahnya Erina memasuki lift, dia menekan beberapa tombol dan tidak berselang lama pintu tertutup rapat.

Di halaman parkir bawah tanah. Arayan terus berjalan mencari mobilnya bersama Pengawal Pribadi yang sangat dipercayainya.

Mobilnya terparkir agak jauh dari pintu keluar rumah sakit. Sebelum Arayan menemukan mobilnya, terlebih dahulu sesuatu menghentikan langkah pemuda dua puluh lima tahun itu.

Arayan dikejutkan dengan motor yang terparkir tidak jauh dari posisinya berdiri sekarang. Kendaraan roda dua yang tidak asing bagi dia. Satu hal terlintas di benaknya.

"Bukankah itu motor yang aku lihat pagi ini?"

Arayan mengucek-ucek cepat matanya demi memastikan yang dia lihat tidaklah salah. Nyatanya itu bukanlah mimpi belaka. Motor itu nyata dan dia mengenalinya sangat jelas dari helm serta warna motor tersebut.

Arayan mendatangi motor tersebut tanpa ragu. Setiap detail bodinya diperhatikan guna memastikan bahwa motor ini adalah penyelamat dirinya.

Dia melihat sekitar dan parkiran ini sangat sepi. Tidak ada orang untuk sekarang. Arayan yang tak kunjung datang membuat Pengawal Pribadi keluarga Xander itu mencarinya.

"Tuan Muda." Dia mendapati Arayan sedang berdiri di depan sebuah motor dengan ekspesi wajah senang.

Arayan sungguh tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya sekarang. Dia menganggut cepat saat mengenalkan pada Pengawalnya bahwa pemilik motor tersebut adalah penyelamatnya.

"Apa Tuan Muda yakin? Bisa saja ini motor orang lain yang terlihat serupa dengan penyelamat Tuan Muda."

Arayan menganggut cepat kembali, "Ya, aku yakin seratus persen, tidak seribu persen, jika pengemudi motor ini yang sudah menyelamatkan diriku dari kejaran anggota Kalajengking Merah, tetapi di mana pengemudi itu? Aku ingin mengucapkan terima kasih padanya sekaligus mengajak dia untuk bekerja sama denganku."

Arayan memperhatikan sekitar. Matanya menjelajah, tetapi tidak ada satupun yang Arayan temui.

Ketika Arayan hendak pergi menuju mobil yang terparkir di luar rumah sakit, saat itu juga Arayan melihat sesuatu yang menggentarkan hati dan menarik dirinya untuk datang lebih dekat.

Arayan yakin jika yang dilihat dia bukanlah omong kosong belaka dan firasatnya tidak pernah meleset, meski itu sebatas dugaan untuk saat ini.

Sebuah kendaraan roda dua berwarna merah dan berpadu biru di beberapa sisi lainnya yang telah menarik perhatian Arayan dari kejauhan. Bukan tanpa sebab seorang pengusaha sukses dari keluarga Xander merasa penasaran. Jika bukan motor itu dikenalnya, maka Arayan pun tidak akan mudah tertarik. Tentu Arayan bisa membeli motor yang serupa sebanyak puluhan ribu, tetapi bukan motornya yang dia lirik melainkan pemiliknya.

@@@@@##_ 1

"Kendaraan seperti ini banyak dimiliki orang awam, terutama mereka dari kalangan menengan sampai atas. Apa Tuan Muda yakin, jika pemilik kendaraan ini adalah penyelamat Tuan Muda? Tentu ini bukanlah pikiran Tuan Muda saja bukan?" tanya pelayan itu, guna memastikan yang Arayan yakini adalah benar.

Arayan manaikan alisnya, memandang Pengawal setia yang sudah bekerja pada keluarganya selama dua puluh tahun itu, "Pernahkan aku berbohong padamu? Apakah ucapanku selama ini selalu salah, tidak bukan? Aku yakin jika pemilik kendaraan ini adalah penyelamat hidupku, tetapi siapa dia?"

Arayan menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal. Dia tidak henti-hentinya memandang kendaraan tersebut. Kejadian pagi ini membuat Arayan menjadi waspada. Sebab dia tidak bisa terus-menerus menyewa pengawal kelas kakap jika nyatanya mereka akan terbunuh, dengan sangat mudah oleh para Anggota Kalajengking Merah.

Arayan sadar dan Pengawal Pribadi keluarga Xander itu juga harus memikirkan keselamatan penerus AX Entertainment. Para Anggota Kalajengking Merah tidak akan berhenti sebelum mereka melihat kepala Arayan Xander terpenggal.

"Segera cari informasi tentang pemilik kendaraan roda dua ini, secepatnya. Kerahkan semua orang-orangmu untuk melacak pemilik motor ini. Aku tidak ingin mendengar bahwa kalian gagal menemukannya. Jika perlu sewa FBI untuk mencarinya. Aku akan menunggu kabar baiknya. Paham!"

Arayan berkata dengan sangat lantang, sebelum akhirnya dia pergi menuju mobil yang terparkir tidak jauh dari posisi dia berdiri sekarang.

Baginya uang bukanlah hal yang sulit untuk dikeluarkan dari dompet. Namun, mencari seseorang dengan minimnya informasi, maka sama saja mencari jarum di tumpukan jerami.

Arayan tidak mau tahu. Dia harus mendengar kabar baik dari Pengawalnya itu, guna mengetahui penyelamatnya maka membayar FBI tidaklah sulit. Begitu yang Arayan sampaikan sebelum dia meninggalkan lokasi tersebut.

"Baik, Tuan Muda."

Pria empat puluh tahun itu menunjukan rasa hormatnya pada Arayan Xander. Tidak lama setelah itu dia juga berjalan untuk mengikuti Arayan dan meninggalkan rumah sakit.

Arayan sangat penasaran dengan pengendara motor yang pagi ini telah menyelamatkan nyawanya. Kendati saat itu Arayan tidak tahu pertarungan apa yang terjadi, dia yakin jika pengendara motor itu adalah penyelamat hidupnya. Namun, Arayan tidak menutup kemungkinan untuk merekrut pengendara motor itu agar mau menjadi pengawal pribadinya nanti.

Arayan sangat menanti kabar baik dari orang-orang yang diperintahkannya untuk mencaritahu pengendara motor misterius itu.

Sementara itu Erina baru saja memasuki bangsal nomor 127. Wajahnya yang semula murung kini berubah ceria, bersamaan dengan dia melihat seorang wanita rentan yang terbaring di ranjang rumah sakit, dengan alat-alat medis berupa selang pernapasan terpasang di tubuh wanita itu.

"Nenek!"

Erina yang tidak pernah takut dan dikenal sebagai raja jalanan oleh sebagian orang, berubah sikap menjadi gadis manja dan merengek pada wanita rentan yang ada di tempat tidur.

Dia tidak lagi terlihat seperti wanita beringas yang haus akan dendam, melainkan seperti wanita lemah lembut, yang penuh dengan kasih sayang sekarang.

Gadis dua puluh lima tahun, yang rambutnya tergerai berwarna merah itu memeluk wanita yang sudah tidak muda tersebut dengan sangat erat.

Erina meletakkan bunga yang dia bawa di samping wanita tersebut. Kecupan manis mendarat di kening wanita yang usianya sudah menginjak tujuh puluh tahun itu.

Tidak lupa, wanita tersebut mengelus rambut Erina dengan penuh kasih sayang. Momen yang selalu Erina rindukan setiap saat.

Beberapa menit berselang. Erina melepaskan pelukannya, lalu duduk di kursi yang sudah tersedia di sana. Erina berkaca-kaca ketika melihat wanita yang selama bertahun-tahun merawatnya tanpa pamrih.

"Sayang, Nenek. Sekarang cucuk Nenek ini sudah besar. Kau tumbuh menjadi wanita cantik seperti Ibumu, Sayang." Suaranya terbatah-batah karena terhalang selang pernapasan. Namun, Erina masih bisa mendengarnya dengan jelas.

Wanita paruh baya itu mengelus rambut Erina untuk kesekian kalinya, dengan begitu gadis berjuluk Dewi Maut tidak bisa menahan air matanya. Biarpun Erina, berusaha menahan, tetapi sampai kapan dia akan membendung rasa sedih itu?

Seketika Erina merasa perasannya bergejolak. Bibirnya tidak bisa mengucapkan kata-kata untuk menggambarkan perasaannya sekarang. Dia meraih tangan wanita yang sudah merawatnya sejak dini tersebut.

Erina mengecup punggung tangan wanita itu berkali-kali, meluapkan rindunya, sambil terus berkaca-kaca. Dia tahu, bahwa hidup wanita yang ada di depan matanya tidaklah lama lagi. Dokter mendiaknosa, jika Nenek yang dia sayang tidak memiliki usia panjang.

Erina berharap yang Dokter katakan itu adalah candaan semata. Hidup Neneknya pasti lebih lama dari diaknosa Dokter tersebut, dikarenakan bukan Dokter yang memberikan kehidupan pada manusia, melainkan Tuhan Sang Pencipta alam semesta yang memberikan kehidupan serta umur pada manusia.

@@@@@###$$$2

"Nenek ... Nenek bertahanlah. Aku akan mencari cara untuk menyembuhkan penyakit Nenek. Setelah Nenek sehat nanti kita akan hidup seperti dulu lagi. Aku mohon tetap hidup untuk cucukmu ini. Erinamu ini, akan mencari uang agar Nenek bisa cepat sehat. Nenek percaya dengan Erina 'kan?

Erina tidak sedikitpun melepaskan genggaman tangan wanita paruh baya itu. Andai saja nyawa manusia dapat dibagi dua, maka Erina ikhlas membagi nyawanya guna kelangsungan hidup Neneknya.

Selama bertahun-tahun Neneknya berjuang melawan penyakit kronis yang terus menggerogoti tubuh rapunya. Erina sudah membawa beliau ke seluruh rumah sakit yang ada di kota Jian. Bahkan rumah sakit umum di seluruh negeri ini sudah Erina datangi, tetapi tidak ada satu pun pengobatan yang mampu menyembuhkan penyakit langka yang diderita Neneknya.

Dokter menyarankan untuk membawa Neneknya menjalani pengobatan di luar negeri, sebab pengobaan di luar negeri sudah lebih canggih dari yang ada di sini. Akan tetapi, Erina tidak memiliki cukup uang untuk membawa Neneknya menjalani perawatan di luar negeri. Tentu biaya yang harus dikeluarkan tidaklah sedikit, sedangkan Erina sendiri bukan gadis yang terlahir dari kalangan kaya. Ditambah dia sudah tidak memiliki orang tua, sejak masih dini.

"Kamu tidak perlu memikirkan Nenek. Seharusnya, kamu lebih fokus dengan kuliahmu. Jadilah Sarjana yang dicita-citakan kedua orang tuamu, Sayang. Mereka memiliki harapan besar pada putri satu-satu mereka, yaitu kamu Erina."

Wanita tua itu terus mengelus surai Erina dengan hangat dan berpesan pada gadis 25 tahun tersebut. "Nenek hanya berharap. Semoga, diriku yang sudah tua ini, memiliki waktu yang cukup untuk melihat cucuk kesayangan Nenek lulus dari kuliahnya dan menjadi sarjana, dengan nilai tertinggi seperti yang telah kedua orang tuamu harapkan, Sayang."

Suara yang keluar sudah tidak terdengar jelas, tetapi itu sudah cukup membuat hati Erina terguncang.

Erina tidak bisa menyembunyikan kesedihannya. Air mata yang semula dia bendung akhirnya tumpah dan tidak bisa ditahan lagi.

Erina memeluk Neneknya kembali. Menumpahkan semua kesedihannya dalam dekapan wanita yang tidak pernah sekalipun pergi dari sisinya.

Biarpun Erina telah menjadi yatim piatu sejak usianya tujuh tahun, tetapi Erina masih bisa merasakan belayan kasih sayang dari seorang Ibu dan Ayah.

Erina sadar bahwa sekarang dia tidak bisa mewujudkan mimpi Neneknya itu. Sebab beberapa saat lalu dia baru memutuskan untuk keluar dari kampus tempat dia menuntut ilmu beberapa tahun lalu.

Erina menyadari keputusannya sangat salah, tetapi dia tidak akan menarik kembali kata-katanya guna mempertahankan harga dirinya. Itu sebabnya Erina tidak akan kembali ke kampus itu apa pun yang terjadi nanti.

"Grandmother... Grandma, please endure. I will find a way to cure Grandma's illness. After Grandma is healthy, we will live like before. I beg you to stay alive for this grandson of yours. with Erina right?

Erina didn't let go of the middle-aged woman's hand in the slightest. If only human life could be divided in two, then Erina was willing to share her life for the survival of her grandmother.

For years her grandmother had struggled with a chronic disease that continued to eat away at her fragile body. Erina had taken him to all the hospitals in Jian City. Even public hospitals throughout the country have been visited by Erina, but none of the treatments have been able to cure her grandmother's rare disease.

The doctor suggested taking his grandmother for treatment abroad, because overseas treatment was more sophisticated than the one here. However, Erina did not have enough money to take her grandmother for treatment abroad. Of course the costs that must be incurred are not small, while Erina herself is not a girl who was born from a rich circle. Plus he has no parents, since he was young.

"You don't need to think about Grandma. You should focus more on your studies. Be the Bachelor your parents aspired to be, honey. They have high hopes for their only daughter, you Erina."

The old woman continued to stroke Erina's mane warmly and advised the 25-year-old girl. "Grandma just hopes. Hopefully, my old self, will have enough time to see Grandma's favorite granddaughter graduate from college and become a graduate, with the highest grades your parents had hoped for, my dear."

The voice that came out was already inaudible, but it was enough to make Erina's heart shake.

Erina couldn't hide her sadness. The tears he had been holding back finally spilled out and couldn't be held back anymore.

Erina hugged her Grandma back. Spilling all his sadness in the arms of a woman who never once left his side.

Even though Erina has been an orphan since she was seven years old, but Erina can still feel the care of a mother and father's love.

Erina realized that now she could not make her grandmother's dream come true. Because a few moments ago he just decided to leave the campus where he studied a few years ago.

Erina realized her decision was very wrong, but she would not go back on her words in order to maintain her pride. That's why Erina won't be returning to that campus no matter what happens.