webnovel

MORAI

Apakah hidup itu adil? Jika pertanyaan itu diajukan kepada Jadira Morai, maka penyihir cantik itu akan menjawab "Hidup memang tidak adil, tapi kita harus membuatnya menjadi adil. Kita tak selalu bisa memilih bagaimana mereka memperlakukan kita, tapi kita selalu bisa memilih bagaimana cara membalas perlakuan itu. Aku bukan orang jahat, aku hanya sedang menuntut keadilan, dan inilah caraku. Jangan menganggap aku jahat, karena menuntut keadilan bukanlah perbuatan kriminal." * "Untuk menata masa depan, kita harus menyelesaikan masa lalu. Begitu aku berjalan maju, maka kenangan mulai meninggalkanku, berikut dengan jiwaku yang ikut bersamanya." –Harnell La Fen. * "Akulah si korban, aku mendapat kutukan dari para penyihir itu. Jangan ganggu aku, aku hanya ingin terbebas dari kutukan ini. Aku datang ke bumi hanya untuk mencari manusia setengah penyihir yang mau menikahiku, dengan begitu, segala kutukan sialan itu akan hilang" –Roxena Laphonsa. * "Korban dan tersangka bukanlah hal yang mudah untuk dibedakan, karena sebenarnya sangat tipis perbedaan dari keduanya. Tak peduli siapa korban yang sebenarnya atau siapa tersangka yang sebenarnya, namun siapa yang memiliki bukti lebih kuat itulah yang menang. Tak perlu pintar untuk menang dalam hidup, kau hanya perlu untuk tidak bodoh, namun aku terlalu jenius untuk itu. Sesuai dengan namaku, Junius. Akulah penyihir terjenius yang akan mengubah status tersangka menjadi korban. Menunjukkan kepada orang bodoh itu, siapa tersangka sebenarnya." -Junius Xander.

lotionocean · Fantasy
Not enough ratings
17 Chs

Penyebab Asap (1)

Beberapa minggu berlalu. Hari ini adalah yang kesekian kalinya empat kepala itu kembali bertemu dalam satu ruangan. Dan sepertinya ini juga akan menjadi rapat terakhir mereka, karena project kerja sama mereka sudah selesai sekitar 87%.

Semua berjalan dengan baik, tak ada perdebatan sengit, tak ada halangan dalam proses pembangungan, dan yang membuat Xena senang adalah tak ada tanda-tanda jika Jadira kembali mengusik Harnellnya.

Namun senyum cantik Xena tidak bertahan lama untuk hari ini. Ruangan itu memang memiliki dua pendingin, tapi bertolak belakang dengan hatinya yang seperti disinari sang mentari, terlalu panas. Pikirannya kalut, matanya yang juga ikut memanas tak bisa fokus pada materi rapat mereka.

Netra coklat miliknya sangat nakal, tak mau diajak kompromi dengan otaknya. Semakin pikirannya berteriak jangan, maka pandangnya akan semakin penasaran dengan bercak memar kemerahan dibagian belakang leher kekasihnya. Semakin matanya gencar menatap, semakin jantungnya kencang berpacu.

Itu tak jadi masalah jika hanya memar biasa, tapi yang jadi masalah adalah, Xena tidak bodoh untuk tahu jika memar itu disebabkan oleh gigitan cinta atau biasanya orang-orang menyebut itu kissmark.

Xena menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Berusaha sekuat tenaga untuk tidak membuat genangan air di pelupuk matanya. Alasan air matanya meronta ingin dikeluarkan adalah, karena tanda yang ada di leher Harnell bukanlah miliknya, mereka tidak pernah saling cumbu. Jangankan bercumbu mesra, bertaut bibir saja baru empat kali mereka lakukan selama menjalin hubungan hampir satu tahun ini.

Ck! Menyedihkan sekali ketika kekasihmu tak pernah mencumbumu penuh mesra, namun kau menemukan jejak cumbuan wanita lain ditubuhnya. Hati Xena terus berteriak sakit kepada logika Xena yang terus mengejeknnya.

Tapi menurut Xena, Harnell tak menyadari keberadaan bercak merah dibelakang lehernya itu. Jika Harnell tahu, betapa kejamnya pria itu yang sama sekali tak berusaha untuk menutupinya dari kekasihnya.

"Baiklah sepertinya ini menjadi rapat terakhir bagi kita. Sebagai penutupan, kami mengucapkan banyak maaf dan terima kasih dalam kerja sama ini. Semoga dilain kesempatan kita dapat melakukan kerja sama untuk project hebat lainnya." Xena sedikit lega mendengar penutupan dari Ezra, itu menandakan rapat sialan ini telah berakhir.

Setelah saling berjabat tangan dan mengucapkan terima kasih, Jadira, Junius, dan Ezra bergegas meninggalkan ruangan.

Begitu pula dengan Xena, wanita bersenyum manis itu segera bangun dari duduknya dan hendak meninggalkan ruangan secepatnya, sebelum seseorang menahan tangannya, Xena tahu tangan itu milik Harnell, "Kau baik-baik saja?" Harnell memang pria yang peka dan juga.... bajingan.

Xena mengangguk,"Hmm, aku ingin ke toilet sebentar." Xena melepaskan genggaman itu perlahan.

Kaki jenjangnya melangkah terburu menuju toilet, berlomba dengan air mata yang ingin segera dibebaskan.

Cklek

Pintu terbuka, dan... kejutan. Jadira sudah lebih dulu berada di dalam. Tak ada hal aneh yang dilakukan wanita itu, hanya mencuci tangan dan merapikan pakaiannya yang bahkan tidak berantakan, oh.. dan tentu saja kegiatan wajib bagi wanita, melakukan touch-up.

Jadira menyadari aura tak bersahabat dari Xena, namun ia berusaha besikap biasa saja saat Xena terus menatapnya tanpa kedip dari awal masuk hingga wanita itu berdiri tepat disamping Jadira, didepan kaca washtafel.

Deg. Mata kucing Xena terbelalak bersaman dengan Jadira yang tak sengaja menyibakkan surai coklat gelapnya, saat itu juga air matanya luruh. Sungguh ia tak tahan lagi.

Siapapun tolong jelaskan padanya mengapa Jadira juga memiliki tanda itu di leher kanannya? Mengapa hal itu membuatnya semakin berpikir yang iya-iya, iya mungkin saja- akhh sial! Sialan!

"Mari kita bicara." Xena berkata dengan datar dan mengusap air matanya sendiri dengan kasar.

Jadira menatap Xena sekilas dan kembali mematut dirinya di cermin, "Katakan saja yang ingin kau bicarakan." Wanita itu berkata dengan acuh tak acuh.

"Tidak disini, mari bicara di rooftop."

Zlimb! Tanpa persetujuan Jadira, Xena begitu saja membawa tubuh mereka ke rooftop kantor tersebut.

"Lalu sekarang apa?" suara berat dengan nada malas itu didukung oleh wajah menyebalkan yang membuat Xena dongkol tiada henti padanya.

Xena menyibakkan surai Jadira, menampakkan tanda merah menjijikan yang ada dilehernya itu. Telunjuk lentiknya menekan dengan kasar bekas cumbuan itu hingga Jadira sedikit terdorong kebelakang.

"Katakan, ini milik siapa?!"

Jadira terbahak, tertawa mengejek mendengar pertanyaan dari kekasih Harnell itu. Sekarang ia mengerti kemana arah pembicaraan mereka. "Ck, kau benar-benar bertanya karena tidak tahu atau hanya sekedar memastikan?" senyum miring di wajah bidadarinya membuat Xena muak.

"Jika aku mengatakan yang sebenarnya, itu akan menyakitimu... karena yang kau pikirkan memang benar adanya." Damn it! Xena benci mendengarnya.

"Aku lupa bagaimana kami memulainya, yang aku tahu kami saling menikmati hingga telepon darimu mengembalikkan kewarasan kami. Terima kasih sudah menelpon Harnell semalam, jika tidak, mungkin aku akan mendapatkan tanda ini disekujur tubuhku." Jadira menunjuk lehernya ketika mengatakan 'tanda ini'.

"Stop it!!" Xena kembali menghapus kasar air matanya dan membuang pandang kearah lain.

Tentu saja Xena bukan gadis lugu yang tak mengerti maksud perkataan wanita sialan didepannya ini. Maksud Jadira, jika Xena tak menelpon Harnell, maka malam itu akan mereka habiskan dengan bercinta. Oh shit!

"Tapi kau tenang saja, kami hanya bersenang-senang tanpa didasari sebuah hubungan. Statusnya masih kekasihmu seorang."

"Jadi, kalian sering bertemu di belakang ku?

"Tidak." Jadira menggeleng, "Kami bertemu di luar pekerjaan hanya dua kali. Pertama, saat kita bertemu di apartmentnya. Kedua, tadi malam. Dan keduanya tak pernah kami rencakan, hanya kebetulan."

"Tidak bisakah kau menghentikan semua ini?"

"Tak perlu bertanya seperti itu, Xena, karena 'tidak' tetaplah jawabanku."

"Aku tidak akan berhenti sampai milikku kembali dan sampai dadamu tergores sembilu yang sama denganku."

"Jadira, tidak bisakah kau mengikhlaskan apa yang telah terjadi? Bagaimana bisa orang yang sudah mati akan kembali? Bukan hanya dirimu, aku juga kehilangan keluargaku dan ak-"

"Keluargaku memang tak mungkin kembali, tapi Harnell masih bisa kembali."

Xena menatap tak percaya pada Jadira, tawa mengejek itu ia berikan untuk Jadira "Kembali bagaimana maksudmu? Ia bukan milikmu."

"Harnell milikku..." suara lirih Jadira secara sopan menyapa telinga Xena.

"Sebelum kau datang dan kembali merebutnya. Harnell La Fen adalah milikku, Roxena Laphonsa."

Hey! Apa maksud anda nona Morai?

Jadi, Jadira dan Harnell adalah sepasang kekasih di masa lalu?

Kenapa fakta itu sangat menyayat Xena. Mungkin Xena tidak akan seterluka ini jika orang itu bukanlah Jadira.

"Apa? Tidak mungkin." Xena tercekat. Suara lirihnya tertelan angin. Air matanya kembali tak terbendung. Jantungnya meronta seakan ingin meledak. Wajah santai Jadira berubah menjadi serius. Jadira tidak sedang bercanda, Xena tahu itu.

Demi apapun Xena bagaikan tersambar petir di siang bolong. Tuhan mungkin menciptakan hari ini khusus untuk menyiksa makhluk terbuang sepertinya.

Konspirasi macam apa ini? Jadi, masa lalu Harnell yang membuat Xena penasaran adalah wanita di hadapannya ini? Jadi wanita itu adalah Jadira?

Wanita yang menorehkan luka sekaligus membuat Harnell trauma untuk jatuh cinta. Saudari tirinya inilah yang membuatnya tak dapat menyelinap masuk untuk menempati sedikit ruang dalam hati Harnell, karena Jadira telah bersemayam secara permanen disana.

Xena linglung, ia tertawa seperti orang bodoh yang tengah mengejek dirinya sendiri. Pikiran dan teori yang ia buat sendiri di kepalanya terus membunuhnya. Kepalanya berat seperti memikul beban berton-ton, dadanya sesak, hatinya seperti disileti benda tajam, sangat sakit.

Keduanya terdiam. Menjatuhkan pandang pada objek berbeda, namun pikiran mereka berlari ke masa yang sama. Masa dimana pertama kali mereka dipertemukan menjadi saudari tiri hingga nasib mengantarkan mereka untuk dibuang ke bumi manusia.

Bibir mungil nan penuh milik Jadira memulai kata, mengenang lembaran usang yang tak pantas disebut kenangan.

*

Kilas balik

Jadira Morai tidak menyukai Roxena Laphonsa sejak pertama mereka bertemu. Gadis kecil berusia 10 tahun itu tidak mengerti, mengapa harus orang tuanya yang merawat Xena setelah Xena menjadi yatim piatu akibat keluarga Xena terbunuh oleh ramuan gagal yang mereka ciptakan sendiri. Orang tua Jadira dan Xena memang kerabat baik, tapi menurut Jadira, mereka tak perlu mengadopsi Xena.

Xena dan Jadira mempunyai kepribadian yang sangat berbeda. Xena adalah anak yang rajin dan ramah. Meskipun ia tak terlalu pintar di sekolah, namun ia tetap giat mengasah kemampuannya dalam mengendalikan sihir. Berbeda dengan Jadira yang sudah mampu menguasai banyak mantra bahkan sebelum itu diajarkan di sekolah mereka, namun tak banyak murid yang menyukainya karena sikapnya yang dingin dan tidak peduli pada sekitarnya.

Teman-teman dan guru mereka lebih menyukai Xena yang manis dan anggun. Bahkan teman-teman dan guru-guru Jadira jadi mengabaikannya ketika Xena juga ikut bersekolah ditempat yang sama dengan Jadira. Hal itu membuat Jadira tak suka, ia merasa jika Xena telah merampas semua yang dimilikinya, mulai dari orang tuanya, guru-gurunya, sampai teman-temannya, selama ini hanya Junius yang setia dan mau berteman dengan Jadira.

Melihat semua orang, khususnya kedua orang tuanya yang lebih memihak pada Xena, membuat Jadira yang kala itu telah berusia 19 tahun menjadi khawatir jika orang tuanya akan menyerahkan kekuasaan untuk penerus keluarga Morai kepada Xena, Jadira tak mau hal itu terjadi. Untuk mencegah hal itu, secara diam-diam Jadira membuat racun untuk Xena.

Sialnya orang tuanya mengetahui hal itu dan mereka marah besar. Karena hal itu, Jadira dikutuk agar tidur selamanya dan dibuang ke bumi manusia. Ini yang membuat Jadira sangat sakit hati dan dendam pada Xena. Orang tuanya sampai mengutuk Jadira yang berstatus sebagai anak kandung mereka, karena membela Xena yang entah siapa.

Orang tua Jadira lupa jika mengutuk sanak keluarga sendiri dan sampai membuangnya ke bumi manusia, membuat mereka mendapat hukuman, yaitu dibunuh oleh bangsa penyihir.

Setelah kejadian itu, hanya Xena yang tersisa di keluarga Morai.

Empat tahun berlalu, setiap tahunnya ada saja hal buruk terjadi di sekitar Xena. Menyadari hal itu, para penyihir lainnya mengatakan jika Xena adalah gadis pembawa sial. Bahkan keberadaan Xena membuat keluarganya dan keluarga Morai mati, oleh karena itu, para penyihir tersebut mengutuk Xena dengan membuangnya ke bumi manusia.

Namun Xena masih dapat kembali dan terbebas dari kutukan jika menikahi keturunan manusia setengah penyihir. Xena hanya memiliki waktu empat tahun untuk menjalankan misi. Hinga di tahun ketiganya, ia menjadi kekasih dari seorang Harnell La Fen, manusia setengah penyihir yang menetap di bumi manusia.

*

"Junius tidak tinggal diam, ia tak terima jika teman baiknya diperlakukan tidak adil. Ia ikut turun ke bumi untuk mencariku. Seperti yang kita ketahui jika Junius adalah penyihir yang jenius. Dengan segala upayanya, dalam waktu satu tahun ia berhasil membebaskan aku dari kutukan sialan itu." Xena mennyimak dengan baik penjelasan Jadira. Jujur saja ia juga sangat penasaran bagaimana Jadira bisa bangun dan sembuh dari kutukan itu. Ternyata Junius cukup berperan baik di balik semua ini.

"Tahun kedua di bumi, kami menyesuaikan diri untuk menjalani gaya hidup manusia bumi hingga aku bertemu Harnell. Kami saling jatuh cinta dan memutuskan untuk bersama, namun hubungan kami kandas ketika Harnell mengetahui siapa aku sebenarnya."