webnovel

Moonlight Power : The Darkness War

Sebuah kejadian aneh menimpa Frey saat melihat tubuh Pak Satrio hancur setelah diserang manusia serigala di sekolah. Tubuhnya ditumbuhi bulu kasar dan berhasrat ingin memakan jasad gurunya. Namun, rupanya hal itu dapat dihentikan oleh seorang gadis asing yang buta. Meski begitu, perubahan fisik yang dialami Frey belum berhenti. Setelah Adinda pingsan, ia mengalami mimpi buruk yang mempengaruhi perubahan wujudnya. Ia menjadi manusia serigala seutuhnya dan diburu warga kampung. Beruntung, remaja itu dapat diselamatkan dua serigala lainnya menuju bukit, lalu dibawa ke dunia lain oleh seorang gadis asing yang memiliki kekuatan ajaib. Di dunia asing yang bernama Gothia, rupanya ia tak sepenuhnya aman. Akibat nama belakang yang dimilikinya, Frey diburu bangsa vampir hingga harus menyelamatkan diri ke dalam hutan. Di sana, ia mengetahui identitas aslinya melalui pimpinan para peri. Ternyata leluhurnya berpengaruh besar di negeri itu, dan Frey diminta agar menduduki takhta yang dahulu direbut oleh bangsa vampir. Menurutnya, jika kerajaan dipimpin kembali oleh manusia serigala, maka negeri itu akan nyaman dihuni oleh penduduk lainnya seperti sedia kala. Akankah Frey memenuhi permintaan pemimpin peri untuk duduk di takhta negeri Gothia? Ataukah memilih kembali ke dunia manusia secepatnya?

Adele_Moon · Fantasy
Not enough ratings
14 Chs

9. Keluarga Rahasia

"Malang sekali nasib gadis itu. Seandainya tidak membantu Likantrof melarikan diri, pasti dia baik-baik saja hingga saat ini," kata salah satu roh suci berambut hitam legam pada temannya.

"Terkadang baik dan bodoh itu tidak berbeda jauh. Menurutku, dia itu bodoh," jawab temannya yang berbadan sedikit lebih tinggi dan berambut pirang.

Mendengar percakapan dua roh suci itu, si gadis buta bertanya-tanya. Untuk menjawab rasa penasarannya, ia berjalan cepat menuju arah suara yang didengarnya. Dua perempuan yang sedang bercakap-cakap itu sedang berjalan di depannya. Gadis buta itu menepuk salah satunya hingga menoleh.

"Siapa yang kalian bicarakan itu?" tanya gadis buta.

"Manusia serigala yang dieksekusi oleh Raja Gotham," jelas perempuan berambut hitam panjang, yang disapa oleh si gadis buta. "Gadis itu membantu seseorang dari klan Likantrof melarikan diri."

Gadis buta tercengang. Di satu sisi, ia merasa lega dan bersyukur Frey selamat dari kejaran bangsa vampir. Namun, di sisi lain rasa kecewa membalut hatinya. Gadis buta tak bernama itu merasa kasihan pada seseorang yang telah membantu Frey. Jika saja ia tidak meninggalkan Frey di bukit itu, mungkin Monet tidak akan dimasukkan ke Jurang Api.

"Ada apa? Apa kau mengenal gadis yang dieksekusi itu?" tanya perempuan berambut pirang.

"T-tidak. Aku sama sekali tidak mengenalnya."

"Baiklah. Kalau begitu, kami pergi dulu," ujar perempuan berambut hitam.

Keduanya pergi meninggalkan gadis buta, lalu masuk ke sebuah ruangan. Gadis buta merasa khawatir dengan keadaan Frey saat ini. Bagaimanapun, ia juga bertanggung jawab atas manusia serigala yang dibawanya dari dimensi lain. Terlebih Frey, yang tak tahu sama sekali alasan dan tujuannya ke Gothia.

Atas kekhawatirannya, gadis buta itu diam-diam berusaha keluar dari istana. Dengan menggunakan insting, ia meraba setiap dinding, berjalan menuju gerbang belakang istana. Namun ketika hendak mencapai gerbang, gadis buta mendengar suara langkah kaki yang tak asing di telinganya.

"Mau pergi ke mana kau?" tanya seorang pria dengan suara berat dari belakang si gadis buta.

Gadis buta itu berhenti, kemudian berbalik badan. "A-aku ingin menemui ibuku, Guru Mikhael," jawabnya gugup.

"Tapi ibumu ada di luar gerbang depan. Apa kau lupa?"

"Ah, iya. Aku lupa. Kupikir ini gerbang depan," dalih gadis buta, berusaha menyembunyikan maksudnya.

"Mari, aku antar kau ke gerbang depan," ujar Guru Mikhael menuntun si gadis buta.

Jarak gerbang depan dan belakang yang cukup jauh, membuat Guru Mikhael perlu bersabar menuntun si gadis buta. Kendati muridnya itu memahami seluruh isi istana, sifatnya yang terkadang menjadi pelupa itu justru membuat Guru Mikhael khawatir. Namun, si gadis buta yang cerdik kadang-kadang berhasil keluar istana tanpa diketahui oleh siapa pun. Bahkan kepergiannya ke dimensi lain pun luput dari pengamatan para penghuni istana.

Setibanya di gerbang depan, Guru Mikhael membiarkan gadis buta berjalan menuju ke luar istana. Di sana banyak sekali gelandangan yang merupakan korban perang perebutan takhta Istana Gloomingham. Mereka adalah manusia serigala yang kehilangan keluarga dan tempat tinggal.

Dari sekian banyak gelandangan yang berbaring di depan pintu istana, si gadis buta dapat mengenali ibunya. Suara geraman di salah satu tempat dekat tembok istana, menjadi penanda akan kehadiran sang ibu. Segera ia bergegas menuju tempat suara geraman itu berasal, lalu meraba-raba wajah wanita paruh baya itu.

"Ibu, apakah ini kau?"

Si gadis buta merasakan anggukan di tangannya, seolah mengisyaratkan bahwa benar wanita itu ibunya. Ia yakin, karena ibunya memang tidak bisa bicara, tapi hanya mampu menggeram dan mengaum sebagaimana serigala pada umumnya. Gadis buta itu tersenyum dan matanya sedikit berkaca-kaca.

"Syukurlah kau baik-baik saja, Bu. Kumohon, Ibu tetaplah berada di sini supaya tidak diganggu oleh bangsa vampir."

Sebuah anggukan kembali dirasakan oleh si gadis buta. Rasa senang menyelimuti hatinya, hingga teringat kembali pada tujuannya keluar dari istana. Dipegangnya kedua tangan sang ibu, lalu mulutnya mulai berkata.

"Bu, restui aku kali ini. Doakan supaya aku bisa selamat sampai kembali ke istana. Kau tahu? Aku sudah menemukan salah satu keturunan Raja Karl."

Raut wajah ibu si gadis buta tampak semringah. Hatinya merasa lega, mengetahui calon raja Gothia yang sebenarnya telah kembali. Akan tetapi, di sisi lain ia merasa cemas, mengingat putrinya adalah roh pilihan yang harus dilindungi.

"Kalau begitu, aku pergi dulu, Bu. Doakan aku selalu," ucap si gadis buta meninggalkan sang ibu.

Mengetahui putrinya pergi, ibu si gadis buta menyesali kebisuannya. Andaikan ia mampu berbicara, mungkin kepergian anak semata wayangnya akan dicegah. Kekhawatiran terus menggerogoti benaknya hingga si gadis buta menghilang dari pandangannya.

Dari atas menara Istana Arwah Suci, Guru Mikhael memperhatikan muridnya. Ia tampak kecewa, melihat roh yang dilindunginya selama ini sanggup berbohong untuk sesuatu yang tak diketahuinya.

Setelah cukup jauh berjalan, si gadis buta berusaha menghafal rute menuju permukiman warga. Dengan mengandalkan indera pendengarannya, ia terus meraba-raba tempat yang pernah dilewatinya. Tak seperti di dunia manusia, tubuhnya tak bisa melebur, bahkan berpindah tempat dengan sesuka hati. Gothia mengikat wujud roh dan makhluk lain, kecuali Peri Hitam. Hal itu seakan membuat si gadis buta kesulitan berpindah tempat dalam sekejap.

Perlahan tapi pasti, si gadis buta dapat menebak lokasinya berada. Suasananya terdengar ramai di telinganya. Ia berada di permukiman penduduk yang letaknya tak begitu jauh dari Bukit Buffalo. Tanpa berpikir panjang lagi, gadis buta itu terus menyusuri permukiman hingga merasakan keheningan. Hanya terdengar suara aliran air sungai di telinganya. Tidak salah lagi, itu tempat Frey bertemu dengan Gotham, Sungai Owl.

Insting si gadis buta memang tidak pernah salah. Dengan kehati-hatian, ia menyeberangi sungai yang airnya terasa sangat dingin. Setibanya di seberang sungai, tangannya mulai meraba-raba sampai menyentuh sebuah pohon yang batangnya kering dan berdebu. Seingatnya, Hutan Peri Hitam sempat terbakar akibat perang yang berkecamuk di masa lalu. Berdasarkan penuturan Guru Mikhael, pepohonan di depan hutan itu memang dibiarkan hangus, tapi para peri menggunakan kemampuannya agar tumbuhan di dalam hutan menjadi sangat rindang hingga cahaya rembulan pun tak bisa menembusnya.

Bermodalkan keyakinan, si gadis buta mulai memasuki hutan itu. Tak masalah jika seluruh hutan itu gelap gulita, toh ia memang buta sejak lahir. Namun, saat beberapa langkah memasuki hutan, tetdengar suara derap langkah beberapa orang mendekat ke sana.

"Cepat temukan si Likantrof itu! Kalau perlu, hanguskan saja hutan ini sampai manusia serigala itu ketemu!" Suara seorang lelaki memerintahkan pada kawan-kawannya.

"Baik," sahut beberapa kawanannya.

Gadis buta menyadari bahaya di dekatnya. Mendengar salah satu dari mereka menyuruh untuk menemukan Likantrof, ia yakin bahwa mereka adalah bangsa vampir yang mengetahui keberadaan Frey. Seketika kecemasan kembali mengendap di hatinya, sampai membuatnya panik.

Kendati demikian, si gadis buta berusaha tetap tenang dan berpikir keras. Pelan-pelan, ia mengingat lagi pengetahuan yang didapatnya selama berada di istana. Sewaktu perang berkecamuk, bangsa manusia serigala bersekutu dengan beberapa makhluk, salah satunya para peri. Dari situ, si gadis buta sedikit merasa lega, sebab perjalanan Frey untuk menyelamatkan diri dari kejaran bangsa vampir sudah benar. Akan tetapi, ia pun penasaran. Jika para peri di dalam hutan membawa Frey, lalu selanjutnya mereka akan membawa lelaki itu ke mana, pikirnya.

Sementara itu, di sebuah hutan yang tidak begitu lebat, Frey merasa kebingungan. Sejak tadi pemuda itu menuruti petunjuk jalan yang ditunjukkan Hefeta. Katanya lurus saja, ikuti jalan setapak. Namun, setelah cukup jauh berjalan, ia tak menemukan apa pun. Jangankan suara bara api, bahkan jangkrik pun tak terdengar sama sekali.

Di tengah-tengah perjalanan, tiba-tiba terdengar suara dedaunan berdesik. Sesekali, suara geraman hewan buas mengejutkan Frey. Menyadari dirinya ada dalam bahaya, pemuda itu mulai waspada. Dilambatkannya langkah kakinya, bahkan nyaris tak terdengar. Setelah cukup lama hening, terdengar kembali suara geraman serigala. Frey merasa ketakutan. Napasnya memburu, degup jantungnya menderu. Secepatnya ia berlari tak tentu arah, demi menyelamatkan diri.

Rupanya, dari belakang Frey muncul tiga ekor serigala. Mereka mengejar pemuda itu dengan cepat, seperti hendak memangsa korbannya. Sementara itu, Frey seketika berhenti. Entah mengapa ia dapat mengubah wujudnya menjadi serigala dengan mudah di Gothia. Ketiga serigala itu terkejut mengetahui bahwa manusia yang dikejarnya merupakan salah satu dari mereka.

"Siapa kalian? Kenapa kalian mengejarku seperti itu?" tanya Frey dengan nada panik.

"Kami pelindung hutan ini. Kau siapa?" Salah satu serigala yang berdiri paling depan, balik bertanya.

"A-aku Frey."

"Frey apa? Setiap manusia serigala memiliki nama belakang," kata serigala itu berbicara dengan nada tinggi.

Frey termenung sejenak. Ia kembali teringat pada kata-kata Monet, yang menyuruhnya untuk menyembunyikan nama belakangnya. Namun, melihat tiga serigala yang berjalan mendekatinya dengan tatapan menyelisik, Frey merasa terdesak. Ia mulai membuka mulutnya, dan berusaha melupakan peringatan Monet.

"A-aku ... aku ... namaku Frey. Frey Likantrof."

Ketiga serigala itu saling tatap, lalu mengubah wujudnya menjadi manusia. Wujud manusia serigala yang berdiri paling depan adalah seorang pria dengan rambut panjang diikat seperti ekor kuda. Tubuhnya lebih tinggi dari kedua temannya. Namanya Saga, manusia serigala kepercayaan Karl yang ditugaskan sebagai pelindung kekuarga Likantrof. Sedangkan dua manusia serigala di belakangnya adalah perempuan, adik dari Saga, Tia dan Mia. Rambut mereka panjang terurai, bahkan wajahnya sangat mirip sehingga sulit dibedakan.

Melihat perubahan wujud mereka, Frey tercengang. Ia kembali menjadi manusia, kemudian menatap mereka satu per satu. Ketiganya membungkukkan punggung, seolah memberi hormat pada sang pemimpin.

"Maafkan kami, Tuan Muda. Kami tidak tahu kalau Anda salah satu dari keluarga kerajaan," kata Saga menyesal.

Tingkah ketiga manusia serigala itu membuat Frey semakin bingung. Di satu sisi ia dikejar bagai buronan, tapi di sisi lain manusia serigala menghormatinya bagaikan pangeran. Frey meyuruh mereka berdiri.

"Kami sangat senang sekali bisa bertemu dengan salah satu dari keluarga klan Likantrof di sini," kata Tia, tersenyum lebar.

"Sebenarnya kalian siapa? Kenapa kalian kelihatan senang ketika bertemu denganku?" tanya Frey terheran-heran.

"Kami orang-orang suruhan Ratu Paula Bronx. Beliau memerintahkan kami menjaga hutan dan memantau kedatangan bangsa vampir sewaktu-waktu. Jika ada sesuatu yang membahayakan, maka kami tidak segan menangkap mereka," jelas Mia.

"Tapi kali ini, kami menemukan salah satu dari keluarga Likantrof yang terpisah. Kami sangat bersyukur dengan pertemuan ini. Oh, ya, sepertinya kamu baru datang ke sini. Katakan padaku, kau berasal dari mana?" tanya Saga penasaran.

"A-aku dari dimensi lain," terang Frey.

Sejenak ketiga manusia serigala itu terperangah. Saga mendekati Frey, lalu menepuk pundaknya. "Sebaiknya kau ikut kami sekarang. Sepertinya memang benar, sebagian bangsa manusia serigala melarikan diri ke dimensi lain."

Mereka berempat berubah wujud menjadi serigala. Dalam wujud ini, mereka dapat berlari lebih cepat. Saga memimpin kawan-kawanannya menuju sebuah kastil tua yang berada di tengah hutan. Mendekati area kastil, pepohonan semakin jarang.

Setelah cukup jauh berlari, maka tampaklah sebuah kastil tua yang ditumbuhi banyak lumut dan tumbuhan merambat. Sebagian besar bangunannya sudah lapuk dan rubuh, seakan menandakan usianya yang memang sudah sangat tua. Keempat serigala itu mengubah wujudnya kembali menjadi manusia. Frey melihat-lihat ke sekelilingnya sembari berjalan menuju kastil. Pemuda itu merasa takjub melihat pemandangan yang pernah ditemuinya di sebuah buku ensiklopedia, ia merasa seperti berada di Eropa.

Saga mengetuk pintu, lalu seorang wanita setengah baya menyambutnya dan mempersilakan mereka masuk. Isi kastil itu tidaklah seburuk yang terlihat di luar. Banyak sekali patung serigala dan ornamen-ornamen klasik bercorak bunga mawar. Ruangan tengahnya begitu besar dan luas, sehingga Frey enggan berkedip memandanginya. Ia belum pernah masuk ke ruangan semegah itu.

"Rupanya kalian di sini," kata Paula Bronx menghampiri keempat manusia serigala itu.

Frey terhenyak tatkala mendengar suara serak seorang wanita menyapanya. Ia menoleh, dan mendapati seorang wanita tua sedang tersenyum ke arahnya. Senyumannya begitu ramah sehingga membuat Frey merasa nyaman berada di sana. Sementara itu, Paula begitu terharu melihat Frey ada di kastilnya. Dihampirinya pemuda itu pelan-pelan, dengan mata yang berkaca-kaca. Frey yang bergeming, membuat Paula mudah menyentuh wajahnya.

"Hans, kau kembali! Akhirnya kau kembali, Nak." Paula menatap sendu wajah Frey, bagai seorang ibu yang sudah lama tak bersua dengan anaknya. Ia memeluk erat pemuda itu, sampai air matanya mengalir membasahi pipi. Kerinduannya pada anak lelakinya, akhirnya membuncah.