4 BAB III Putri Kami  

Anna yang menyaksikan kemarahan Meleonarch sang putra sulung Pieterzcoon tergetar dan tak sengaja menjatuhkan belati di tangannya.

Brrggg!!

"Hmm, keliahatannya sudah kembali!"

"Ah tidak, belati itu!"

Anna pun segera mengambil belati putih itu di genggamannya, namun hal itu tak mencegah perubahan wujud Meleonarch.

Di balik sinar bulan yang menembus ruang dansa itu melalui pintu depannya, bulu merah Meleonarch bersinar kejinggaan memancarkan aura seram yang menusuk tulang lebih dari sebelumnya.

"Hai gadis kecil, dari mana datangnya mainan kecilmu itu? Apakah itu yang menyebabkan kejadian aneh itu haah?"

"Tidak, berhenti! Jangan mendekat!"

"Ayolah jangan pelit padaku, bolehkan aku meminjam belati cantik itu~"

Anna yang sudah memegang belati putih, kemudian berlari mundur namun kaki kecil Anna tak mampu menandingi langkah besar Meleonarch sang serigala merah.

Dengan menghadangnya kemudian Meleonarch merebut belati itu secara paksa dengan tangan kanannya, dan dengan dua jari besar tangan kirinya ia memegang kepala Anna dan membuatnya tak berdaya.

"Lepaskan! Kau monster!"

"Monster? Padahal aku hanya ingin meminjam mainanmu ini tapi kau bilang aku monster? Aaah, hatiku tersakiti!"

"Kubilang lepaskan aku! Kau monster pengecut!"

"Kalau kau mau melepaskannya, kenapa tak kau lakukan seperti tadi saja hah? Lepaskanlah dirimu dengan mengembalikanku ke wujud manusiaku, dengan belati ini!"

Sembari mengatakan hal itu dengan duakuku hitamnya Meleonarch menghancurkan belati putih itu di depan mata Anna.

KRRCHHH!!

"Dasar pengecut!"

"HUA HA HA HA HA, sekarang tak ada yang bisa kau gunakan lagi gadis kecil! Kalau begitu mari kita lanjutkan urusan kita yang sempat tertunda tadi, urusan mengenyangkan perutku dengan daging lembutmu itu! ... Hackt!!"

Seketika pupil mata sang serigala menajam dan bunyi derungan dari antara gigi tajamnya terdengar menggetarkan.

Perlahan sang serigala membalikan tubuhnya dan terlihat di punggungnya sebuah bambu runcing yang tertancap perlahan keluar dengan sendirinya dan lukanya mulai menutup.

"Apa-apaan ini, KENAPA MASIH ADA PRIBUMI YANG BERKELIARAN TENGAH MALAM SEPERTI INI HAH?! SHCLUZT !!"

Ternyata di balik tubuh besar Meleonarch sudah berkumpul puluhan rakyat pribumi yang memegang bambu runcing di tangan mereka.

Seketika itu sang pria pemandu acara yang sejak tadi menyembunyikan sosoknya muncul di depan puluhan pribumi itu sambil membentangkan tangannya.

"APA MAKSUDNYA INI, TIDAK PAHAMKAH KALIAN AKAN PERATURAN YANG MELARANG KALIAN KELUAR SAAT MALAM?!"

Salah seorang pemuda kemudian maju dan menodongkan bambu runcingnya meskipun kaki dan tangannya gemetar dan berkeringat deras seperti pribumi lain di belakangnya.

"LE ... LEPASKAN PUTRI KAMI!! DASAR MONSTER!!"

"SHCLUZT, LAKUKAN SESUATU !!!"

"Hmm ... ini tak bisa dibiarkan, serahkan ini pada saya Tn. Muda"

Sang pemandu acara itu kemudian berbalik dan membentangkan tangannya. Sambil menjentikan jarinya ia memusatkan seluruh perhatian ruangan itu pada dirinya dan dengan suara lantang ia berkata.

"HADIRIN SEKALIAN, UNTUK MENGGANTI MENU UTAMA MALAM INI. BAGAIMANA KALAU KITA MENYANTAP 'SANTAPAN RINGAN' INI?!"

Seketika itu para monster mulai berisik dan bergeriapan dalam gelapnya ruang itu.

"Apa benar tak papa?!"

"Bukankah ada larangan perburuan berlebih dalam sehari??"

"SEBAGAI SUATU BENTUK PERMOHONAN MAAF DARI KAMI, KHUSUS UNTUK MALAM INI PERATURAN ITU AKAN DITIADAKAN. JADI SELAMAT MENIKMATI!!"

Bersamaan dengan kalimat penutup dari sang pembawa acara tersebut puluhan monster kelelawar yang bersemayam dalam kegelapan ruangan itu segera berhamburan keluar dan menyerang para warga pribumi tersebut.

Daging yang terkoyak dan darah segar berceceran di luar ruangan itu, bersama dengan monster-monster yang menari-nari kegirangan di udara malam.

Bulan bersinar terang dan memantulkan sinarnya melalui ceceran darah merah ke iris mata cokelat Anna.

"Tidak!! Hentikan ini, HENTIKAN JANGAN BUNUH MEREKA!! TOLONG HENTIKAN INI TUAN SERIGALA ..., TIDAAAAAK!!"

Air mata mulai mengalir deras lagi di pipi Anna. Sambil terus merengek pada sang serigala merah namun sang serigala hanya diam tak bergerak sedikit pun sambil memandangnya dingin.

"Lihat baik-baik, itu semua karena perbuatan mu. Karena kau masih tak mau menyerah, darah mereka tertumpa dengan percuma. Hanya untuk melindungi nyawa kecil tak berhargamu itu mereka mati dengan percuma."

Mendengar kata-kata dingin ini Anna terhenti dari rengekan dan tangisnya. Bak badannya membeku ia tak mampu berbicara satu kata pun. Pupil matanya semakin mengecil dan badannya gemetar.

Lalu sambil menunduk sang serigala membisikan pada telinga Anna.

"Akhirilah ini semua, masuklah dalam mulutku dan matilah. Agar tak ada orang yang menumbuhkan harapannya lagi!"

...

avataravatar
Next chapter