webnovel

01

Gerimis mengiringi sepanjang upacara pengebumian, diiringi juga senja yang merangkap malam. orang-orang menyaksikan tubuh tak bernyawa itu untuk terakhir kalinya, sebelum tanah menutupi. Aku masih tak dapat mempercayai jika teman SMA ku dahulu akan berpulang pada Tuhan dengan cara mengenaskan. Padahal yang aku tahu, Suyani bukan orang dengan pemikiran pendek. Dia tegar dan kuat. Dia dikenal baik, cantik dan juga berhati sutra. Bahkan banyak yang menjuluki nya si kembang desa.

Tapi mungkin ada yang berubah dari si kembang desa, ketika aku meninggalkan desa dulu. Yah, aku dan dia pun tak begitu dekat, jadi memang mungkin ada sesuatu yang mengubah pola pikiran gadis itu.

Malam hujan lebat dan guntur tak hentinya meledak di angkasa. Aku menyaksikan malam buruk itu dari balik jendela sambil ditemani teh dan tumpukan tugas kuliah. Aku hanya berharap semoga hujan segera reda dan tak ada pemadaman listrik. Aku benci ketika dikosan seorang diri dengan kegelapan.

Aku mencoba fokus mengerjakan tugas yang sudah seminggu ini teranggurkan, akan tetapi sepertinya pikiranku tak sedang kesana. Aku masih memikirkan kejadian tadi. Membayangkan nya saja sudah membuatku bergidik ngeri. Bisa kalian bayangkan, ketika kalian pulang dan membuka pintu lalu melihat tubuh salah satu anggota keluarga kalian tergantung tak bernyawa dengan wajah pucat dan mata yang terbelalak. Bukankah itu mengerikan?.

Tanpa sadar hujan sudah sedikit mereda dan malam juga bertambah tua. Diluar kos begitu sunyi-senyap, tak ada kendaraan yang melintas. Aku membereskan buku dan bersiap untuk tidur sebelum samar-samar aku mendengar suara rintihan. Saat itu pikiranku tak sedikitpun terlintas tentang hal-hal mistis. Aku keluar dan mencoba mendengarkan lebih intens sumber suara yang cukup seram itu. Tapi suara itu menghilang.

Keesokan hari. Sekampus gempar membiarkan kematian Suyani. Banyak gosip dan opini-opini orang tentang berita kemarin. Banyak yang menduga jika Suyani bunuh diri karena masalah keluarga, ada yang bilang karena percintaan dan yang paling bodoh menurutku adalah gosip jika Suyani sebenarnya bersepakat dengan iblis dan kematiannya adalah bayaran atas kesepakatan itu. Maksudku aku masih bisa tolerir mengenai masalah keluarga, karena setahuku sendiri Keluarga Ardilla memang kacau. Tapi diluar dari itu mustahil dan tidak masuk akal.

"Rien, udah kelar kelas lu? out kuy".

Aku menoleh dan melihat Jaya sudah duduk diseberang meja. Anak dari salah satu pemuka agama di desa itu juga teman SMA ku, ah iya meskipun anak dari orang yang terpandang, tapi kelakuannya tak bisa dipandang. Jaya ini hobby bolos, sering ikut tawuran dan masih banyak lagi. Tapi anehnya nilainya tak pernah anjlok dan malah nyaris sempurna.

"mager. Gue mau ngerjain tugas".

"elah, tugas mulu. Awas mati ntar".

Aku dengan spontan memukulnya dengan buku paket yang baru ku pinjam dari perpustakaan. Dia meringis tapi sambil tertawa. Terkadang ucapannya juga tak kenal kendali, seenaknya mangap.

"Lu kalo ngomong ya difilter dulu bisa nggak?".

"nggak. Lagian gue cuma bercanda tau".

"bercandanya serem".

Ia tertawa lagi. Kadang Jaya ini aneh kelakuannya kalau boleh berkata jujur.

"santai aja kali. Lu nggak akan mati kok. Lu nggak mau ikut nih?".

"nggak".

"okelah, bye kutu buku".

Tepat sebelum ku layangkan buku kembali, ia sudah lebih dahulu berlari.

Lagi. Semalaman aku tak bisa lepas dari memikirkan kejadian kemarin, rasanya tetap aneh dan aku seperti tak setuju jika kematiannya dinyatakan bunuh diri. Ah sebaiknya esok aku menemui orang tuanya saja, sepertinya itu akan membaiki perasaanku.