webnovel

MISTERI Danau Queen

Berawal dari sebuah peta serta di dorongkan oleh jiwa ingin tahu yang tinggi membuat keempat gadis cantik ini terjerat dalam sebuah misteri. Mereka terpaksa bertualang di sebuah danau yang penuh dengan misteri. Kepercayaan akan adanya yang ada di dalam peta membuat mereka berempat terpaksa berjuang mati-matian untuk melawan segala macam yang menimpa mereka dengan bersama. persahabatan keempat gadis ini, persahabatan yang penuh dengan kesetiaan dan saling menghargai membuat mereka mampu melewatkan hal yang tidak mungkin di lewati oleh orang lain.

QuenPen · Fantasy
Not enough ratings
2 Chs

kedua

15 menit berada di ruangan pak Gio seperti 15 hari mereka harus menahan telinga, keempat gadis tersebut mengambil tas mereka di dalam kelas dan berlalu keluar menuju alat transportasi yang mereka pakai ke sekolah.

"Hari ini gue sama kalian ya, supir gue gak bisa jemput. Dia nyemput oma gue di bandara sama papa dan mama, boleh kan?" tanya Via membuat ketiga sahabatnya memutar bola mata jengah.

"Lo kayak sama siapa aja," sahut Citra merangkul pundak Via.

"Iya, kita itu udah sahabatan sejak SD. Masa hal kek gini minta izin dulu," ucap Devi ikut merangkul pundak sahabatnya.

"Kalian gak ngajak gue buat peluk-peluk?" tanya Alin pura-pura sedih.

"Cie ngambekan ni bocah," goda Citra membuat Alin kesal.

"Yuk peluk."

Keempat gadis cantik itu saling berpelukan, mereka tidak memperdulikan omongan anak-anak yang lewat. Mereka tidak memperdulikan siapapun yang bilang mereka mempunyai otak gesrek atau apapun itu. Yang terpenting dalam persahabatan mereka ia saling percaya dan selalu ada. Tidak perlu berbahagia dengan cara yang wow jika cara sederhana aja kita bisa bahagia.

Mengapa kita harus berpura-pura berteman dengan mereka jika hanya mempunyai buat buruk semata. Itulah prinsip keempat gadis tersebut, mereka akan selalu bersama dan selalu ada.

Bukan saja mereka berempat yang bersahabat, keempat gadis tersebut juga mempererat hubungan antar keluarga sehingga menjadi sebuah keluarga. Bagi mereka keluarga Citra adalah keluarganya juga, begitupun sebaliknya.

"Ngomong-ngomong kita mau sampai pak Presiden datang ke sini pelukannya?" tanya Citra menggoda ketiga sahabatnya.

Ketiga gadis tersebut merenggut kesal, "Lo ganggu aja, Cit."

Mereka semua masuk ke dalam mobil Citra, hari ini Citra sengaja membawa mobil sendiri.

"Ke rumah gue ya," ucap Citra.

"Yoi," jawab mereka serempak.

Mobil Citra terus menjelajahi lalu lintas yang lumayan macet, mereka harus melewati waktu yang lumayan lama untuk sampai ke kediaman Citra.

Mobil Citra terparkir jelas pada rumah yang bisa di bilang sangat besar di hiasi dengan desain-desain kuno tapi elegant. Orang tua Citra dengan sengaja mendesain kan rumah mereka dengan desain tradisional, walaupun kelihatan kuno tapi langka di dapati. Desain ini buka membuat rumah mereka semakin buruk melainkan menambah kesan elegant dan kemewahannya sehingga membuat beberapa para wisata selalu ingin berkunjung ke rumah mereka.

"Rumah lo nyeremin," ucap Alin mengusap tengkuknya.

"Yaelah lo, kayak baru aja ke sini. Kita ke sini hampir tiap hari," ucap Devi menyentil kening Alin.

"Tau, dasar ogeb. Lo emang dasar penakut, gue aja yang benar-benar tinggal di sini biasa aja tuh." Citra membuka pintu rumah dan mempersilahkan ketiga sahabatnya masuk.

Mereka masuk ke rumah Citra dengan takjub, walaupun hampir tiap hari melihat desain di dalam rumahnya tidak pernah merasa bosan.

"Ke kamar gue kuy," ajak Citra menaiki tangga menuju kamarnya.

"Citra, laper," rengek Via.

"Yaudah bentar, ya. Gue ke bawah dulu," sahut Citra meninggalkan ketiga sahabatnya untuk beristirahat di king size nya.

15 menit Citra kembali dengan nampan yang berisi cemilan serta pop mie yang selalu mereka makan jika tidak masak.

"Pop mie lagi?" tanya Alin saat melihat Citra membuka pintu kamar.

"Maaf ya, mama gak ada gue malas masak. Kalau lo pada mau makan yang lain harus bantuin gue masak," ucap Citra meletakkan nampan itu di atas meja belajarnya.

"Gue gak peduli, mau itu pop mie kek pop mo kek. Yang penting gue kenyang, laper banget." Via langsung meraih pop mie bawakan Citra dan memakannya.

Setelah selesai makan Citra meraih tas nya dan mengeluarkan peta yang di dapatinya tadi.

"Caranya gimana ya, biar kita bisa tau lokasi ni peta." Citra menatap peta itu lekat.

"Lupain aja deh Cit, mending kita jalan ke tempat lain dari pada mencari lokasi tu peta," usul Via yang di angguki oleh Alin.

"Gue setuju sih sama si Via, karena apa? Ya karena itu belum tentu benar, gue takutnya itu cuma Rekayasa." Devi yang memainkan ponselnya ikut buka suara.

"Tapi gak mungkin Peta ini rekayasa, gue yakin banget lokasi peta ini benar-benar ada. Firasat gue menyatakan ini benar-benar asli," ucap Citra menatap ketiga sahabatnya secara bergantian.

"Udah deh Cit, mending kita tidur. Gimana? Bagus gak ide gue," ucap Via.

Citra mendengus kesal, bukannya tadi mereka ingin membantu tapi kenapa setelah kenyang berubah pikiran. Dasar ogeb ....

Citra masih merenungi peta yang berada di tangannya, Devi yang melihat itu hanya mampu memutar bola mata dan memberi nasehat pada Citra.

"Gak usah lo pikirin, peta itu palsu." Citra menatap Devi memohon.

"Bantuin ya," ucap Citra.

"Gue bakal bantuin kalau tu peta benar-benar asli, tapi kalau peta itu belum jelas gue malas Cit. Mending ikut tidur sama dua bocah itu," ucap Devi melihat ke arah Alin dan Via yang sudab tertidur.

"Iya deh, gue bakal cari tau. Tapi kalau benar, peta ini asli lo harus bantuin gue bisa sampai ke tempatnya." Devi mengangguk sebelum merebahkan tubuhnya di samping Via.

Citra yang bingung harus ngapain sendirian memilih ikut tidur di samping Alin. Ini bukan kali pertama mereka tidur seperti ini, bagi mereka ini sudah hal yang biasa. Baju aja pernah sepakai apalagi tidur.