Adiyaksa memaksakan diri untuk mengantar Cintia pulang, bahkan laki-laki itu mengatakan akan mengantar mobil itu sendiri ke rumah Cintia besok. Tentu saja semua itu hanya alasan Adiyaksa saja, pasalnya laki-laki itu hanya mencari alasan demi bertemu dengan Cintia.
Sedangkan kenyataanya, laki-laki itu bisa saja meminta supirnya untuk mengantar mobil ke rumah pujaan hatinya. Tapi memang dasarnya seorang Adiyaksa, dia tidak akan membiarkan peluang besar lewat begitu saja. Apalagi peluang untuk dekat dengan gadis pujaannya.
Seperti saat ini, keduanya sudah berada di dalam mobil yang Adiyaksa kemudikan. Meski dengan suasana yang canggung, Cintia mencoba untuk terus mengatur napasnya agar tidak terlalu kentara kalau dia sedang gugup. Karena hanya dia yang merasa gugup, tidak untuk Adiyaksa.
Laki-laki itu masih tersenyum-senyum sendiri saat mengingat bagaimana sikap manis Cintia demi melindunginya dari serangan wanita berbisa. "Besok mau makan siang bersama?" ajak Adiyaksa.
Laki-laki itu masih ingin mengulang suasana manis seperti hari ini.
"Makan siang? Mas mau dimasakin makan siang lagi?" tanya Cintia polos. Wanita itu hanya menanggapi apa yang diucapkan Adiyaksa, tanpa memikirkan maksud dari ucapan laki-laki itu.
Sedangkan Adiyaksa yang diberikan penawaran menarik, sudah pasti tidak menolak. Laki-laki itu menerbitkan senyum manisnya sambil mengangguk dengan semangat.
"Mau banget dong kalau dek Tia gak repot."
"Tahu nggak sih, mas seneng banget kalau dimasakin tiap hari sama kamu, soalnya mas berasa udah kaya punya istri idaman gitu. Lagian dengan begitu, kita bisa lebih saling mengenal."
"Oh iya, gimana kalau besok sekalian makan malam di rumah mas, kamu kan belum pernah ketemu sama mamanya mas. Terakhir ketemu juga udah lama banget kan."
Sikap malu-malu Cintia seketika berubah menjadi tegang. Pasalnya dia belum menyiapkan apapun untuk bertemu dengan ibu dari Adiyaksa. Jika awalnya Cintia terkesan ingin memperlihatkan sisi dirinya yang sebenarnya pada ibu laki-laki itu. Sekarang justru Cintia ingin memberikan kesan yang baik dan manis pada ibu Adiyaksa.
Cintia memainkan kukunya sambil bertanya lirih, "Mas yakin besok ketemuanya?"
Adiyaksa tersenyum tipis saat melihat respon Cintia yang menurutnya lucu. Bahkan dengan penuh percaya diri, laki-laki itu merasa jalannya untuk menikah dengan Cintia sudah jauh lebih dekat lagi. Terbukti dari wanita pujaannya yang sudah memperlihatkan sikap malu-malu mau.
"Yakin dong, kenapa? Kamu malu? Atau belum siap? Atau ada alasan lain?" tanya Adiyaksa lembut. Adiyaksa hanya perlu menggunakan cara yang lainnya untuk membuat Cintia luluh, yaitu cara lembut seperti laki-laki idaman diluar sana.
"Emm … Gimana ya mas, bukannya apa-apa sih, cuma … terlalu cepat gak sih mas?" tanya Cintia ragu. Dia hanya takut kalau pertanyaanya ini justru membuat Adiyaksa merasa tersinggung.
Bagi Cintia, cukup sudah acara marah dari Adiyaksa beberapa hari lalu, kedepannya Cintia juga akan menjaga segala tingkahnya agar Adiyaksa tidak sakit hati karena ulahnya. Terlebih, mulut berbahayanya yang seringkali membuat Adiyaksa terkejut.
"Terlalu cepet? Nggak lah. Malah mamanya mas pengen sekali ketemu sama kamu. Sudah lama sekali gak ketemu katanya. Apalagi terakhir ketemu waktu mas sering main game sama Bagas dulu." Adiyaksa mulai menggunakan cara nostalgia untuk membujuk Cintia.
Laki-laki itu benar-benar peka dalam setiap suasana. Bahkan demi Cintia, dia rela bersusah payah melakukan apapun.
Cintia tidak langsung menjawab, melainkan diam untuk berpikir beberapa saat. Setelahnya wanita itu hanya, mengangguk sambil bergumam, "Iya, gak apa-apa mas. Kita bisa makan malam besok sama mamanya mas."
Sungguh bagi Adiyaksa tidak ada lagi jawaban paling membahagiakan selain jawaban Cintia kali ini. Kecuali jawaban setuju dari Cintia saat Adiyaksa mengajaknya menikah nanti.
Adiyaksa berusaha untuk menahan teriakannya demi menjaga wibawanya di depan Cintia. Meski Adiyaksa akui, wibawanya sudah hilang saat dia mengajak Cintia menikah di hari pertama mereka bertemu.
"Yaudah, besok sekalian saja dari kantor mas, kita berangkat bareng ke rumah mas ya."Adiyaksa mengusak rambut Cintia gemas. Sedangkan Cintia sendiri hanya mengumpat di dalam hatinya.
"Kok bisanya udah luluh aja! Duh Cintia!" batinnya geram.
Sayangnya, Cintia mau tidak mau harus mulai mengakui bahwa dia sudah mulai terjatuh ke dalam pesona duda tampan ini. Apalagi jika dihadapkan wanita seperti Rianti di luar sana, jelas Cintia tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Bagaimanapun caranya dan apapun yang terjadi, Adiyaksa tidak boleh jatuh ke dalam pesona wanita lain, selain dirinya.
Bermodalkan rasa saling membuka diri, Cintia akan menyetujui segala hal yang akan dilakukan Adiyaksa, Kecuali hal menyimpang yang tidak dia inginkan sebelum menikah.
"Nah, sudah sampai. Maaf ya kali ini mas gak bisa mampir, mas harus cepet pulang untuk kasih cheese cake buatan adek manis ke mamanya mas," ucap Adiyaksa saat mobil berhenti di pekarangan rumah orangtaua Cintia.
Cintia hanya mengangguk mengerti. Berusaha untuk terlihat biasa saja, sedangkan jantungnya sedang berdebar keras saat melihat Adiyaksa yang berkali lipat lebih tampan saat pulang bekerja. Lengan kemeja yang dilipat sampai siku, lalu kancing pertama yang sengaja dibuka. Sungguh seksi menurut Cintia. Bahkan untuk beberapa saat, mata Cintia dengan tidak sopannya menatap leher Adiyaksa yang menurutnya begitu menggoda.
Sungguh ingin rasanya, Cintia menghirup wangi leher itu sambil berada di dalam pelukan Adiyaksa. "Menggiurkan," batinnya sambil menggigit bibir bawahnya tanpa sadar.
Sayangnya, apa yang dilakukan Cintia justru seolah memancing Adiyaksa yang sejak tadi berulah menggunakan pikirannya. Apalagi kalau bukan karena Cintia yang begitu manis hari ini.
"Ehm … mas pulang langsung aja ya dek, kamu jangan tidur terlalu larut, jangan terlalu sibuk urusin kafe juga, harus ingat istirahat, tenaga jangan terlalu diforsir ya," ucap Adiyaksa berusaha mengalihkan pikirannya. Setidaknya setelah mengingatkan beberapa hal yang perlu dipatuhi Cintia, pikirannya sudah jauh lebih normal.
Sedangkan Cintia yang baru saja tersadar dari pikiran gilanya pun langsung saja mengangguk saat mendengar pesan Adiyaksa. Meskipun Cintia tidak tahu pasti dengan apa yang sudah Adiyaksa ucapkan, pasalnya leher Adiyaksa lebih menggoda dibandingkan segala pesan yang laki-laki itu sampaikan.
"Malam mas." Cintia segera beranjak keluar dari dalam mobil. Bahkan hanya melirik Adiyaksa sekilas. Cintia terlalu takut kalau dia akan merealisasikan angan-angannya kalau terus berada di dekat Adiyaksa.
"Sadar Cin sadar, jangan berkhayal yang nggak-nggak," gumamnya sambil menepuk wajahnya pelan.
Adiyaksa sebenarnya belum melajukan mobilnya, karena pemandangan di depannya lebih menyenangkan untuk dipandang dibandingkan jalanan sore yang pastinya akan cukup padat. Terlebih bagaimana lucunya Cintia saat salah tingkah.
"Gak apa-apa, sekarang liatin aja dulu, belum bisa peluk, belum bisa kecup manja. Nanti kalau udah nikah puas-puasin Adi," gumamnya sambil mengusap wajahnya kasar. Adiyaksa terkadang juga merasa kalau saluran syaraf diotaknya terputus untuk beberapa saat kalau ada Cintia di sekitarnya. Memang sekuat itu dampak Cintia di hidup Adiyaksa dan laki-laki itu mengakuinya dengan yakin.