webnovel

Jadi Laki-laki

Ali yang sedang memandangi foto-foto keluarga Ali yang berjejer rapi di dinding tersenyum bahagia. 'Keluarga Ali sepertinya bahagia sekali, karena foto-foto tersebut jelas menggambarkan kekompakan keluarga mereka,' ujar Nyi Ayu dalam hati. Dari foto Ali kecil hingga dewasa berderet rapi, Ali tersenyum lalu menoleh ke arah keluarganya, tapi Ali menangkap sinyal aneh di wajah keluarga Ali.

Tatapan wajah mereka terlihat menyeramkan, membuat Ali menelan salivanya, glekkk...

"Ada apa dengan tatapan kalian semua?" tanya Ali ketakutan.

Mereka tak menjawab pertanyaan Ali, hanya senyum lebar dari wajah mereka, bahkan senyuman mereka terlihat terpaksa, membuat Ali merasakan bulu kuduknya berdiri, Ali merasakan sedang diintai musuh. Iin terlihat menghampirinya, dengan senyuman yang masih dipaksakan, "Nyi Ayu, sini bentar yah! Ada hal yang penting banget, dan ini harus kamu ingat." Ujar Iin terdengar ramah.

Ali menghampiri mereka yang ada di ruang tengah, ruangan tengah dan ruang tamu hanya terhalang tirai lebar, ia malah merasa makin merinding dengan sikap ramah Iin, "apa itu?" tanya Ali dengan nada takut, kemudian ia menelan salivanya lagi, glekk..

"Nyi Ayu, kamu seorang putri raja yah?" tanya Iin ragu-ragu sambil menatap wajah Ali, Ali hanya bisa mengangguk dengan perasaan takut, "kan, kamu ada di tubuh Ali anaknya Emak. Nyi Ayu harus ingat yah, Ali itu laki-laki!" jelas Iin dengan hati-hati, ia takut menyinggung perasaan Nyi Ayu yang berada di tubuh Ali.

Mata Ali terlihat berputar kebingungan, ia melirik ke arah Sarji, Aji dan Adel, mereka kompak tersenyum kembali saat Ali melirik ke arah mereka. Kemudian Aji mendekat pada tubuh Ali, "Bang Ali. Kalau laki-laki itu jalannya maco, bukan gemulai." Jelas Aji pelan lalu tersenyum lebar agar Ali mengerti.

"Maco?" tanya Ali bingung, ia jelas tak mengerti artinya, "maco itu artinya gagah, Bang," sahut Adel agar Ali tak kebingungan.

"Coba deh, Lu jalan sama Babeh!" pinta Iin sambil menunjuk Sarji, mata Sarji langsung terbelalak.

Ali mengikuti saran dari Iin, ia berjalan menuju arah Sarji, lalu mereka berjalan beriringan. Mata Ali menangkap tubuhnya dari pantulan kaca tv yang sudah retak tengahnya, kemudian ia berhenti menyadari maksud ketakutan keluarga Ali.

"Maksud kalian, Ali berjalan seperti perempuan?" tanya Ali memastikan jawaban yang ia terka.

Mereka hanya terkekeh pelan sembari tersenyum lebar, "maaf, ya Nyi Ayu. Soalnya Lu ada di tubuh Ali, takutnya Ali disangka perempuan lagi, hehehe.." sahut Iin ragu-ragu, wajahnya terlihat ada rasa lega karena Ali mengerti maksud mereka.

Ali pun tersenyum memahami maksud mereka. Kemudian Ali membiasakan berjalan seperti laki-laki, ia juga membiasakan diri untuk duduknya tak terlalu tegap, dan cara ia memegang suatu benda agar tak melentikan jari jemarinya

Pelajaran yang sangat berat buat Nyi Ayu untuk membiasakan diri agar menjadi maskulin, tapi ia harus mencoba dan membiasakan dirinya agar bisa menjaga nama baik Ali, Ali diam-diam mepelajari gaya duduk Sarji dan Aji, walaupun sesudahnya ia merasa risi karena menurutnya gaya mereka tidak sopan. Akhirnya ia mengingat semua gaya ayahandanya yang berwibawa, 'yah, aku akan menjadikan tubuh Ali berwibawa seperti ayahanda,' gumannya dalam hati dengan penuh keyakinan.

Hingga sore, Ali berlatih berjalan di dalam kamarnya seorang diri, ia membayangkan langkah ayahandanya yang gagah, cara duduknya, dan cara bicaranya. Tidak sulit mencontoh ayahandanya sendiri, Ali tersenyum riang saat menyadari ia berhasil mencotoh tingkah ayandanya.

Kringg... suara dering ponsel mengejutkan Ali yang sedang berlatih menjadi maskulin. Ali mencari sumber suara tersebut, kemudian ia melihat benda pipih di samping bantap tidurnya. Matanya membulat karena ia melihat ada foto laki-laki di layar ponsel tersebut. Ali belum tahu tentang ponsel, ia mengambilnya dan meneliti ponsel yang berdering, memutar dan mendekatkan benda pipih tersebut, "ini apa?" gumannya heran.

Dering ponsel pun berhenti, karena tak ada yang menjawabnya, "akan aku tanyakan pada mereka, "ujarnya sambil berjalan menuju ke ruang tengah.

Ali baru saja membuka pintu kamarnya, ketika benda pipih yang ia pegang bergetar kembali membuatnya terkejut, "uwaaaaahh..." teriak Ali kencang, benda pipih yang ia pegang terlepas dari genggamannya dan meluncur ke bawah masuk ke bawah sofa ruang tv, brakkk..

Wajah Ali panik, ia takut benda pipih tersebut rusak lagi, lalu Iin akan murka lagi. Ali mengintip benda pipih yang sudah mendarat di bawah sofa. Rupanya saat benda pipih yang merupakan ponsel milik Ali terjatuh ke bawah, tangan Ali sempat menyentuh layarnya dan tergeser ke slide menjawab telepon, sehingga teleponnya langsung tersambung.

"ALI...." teriak suara dari balik telepon tersebut.

Ali yang baru memiringkan badannya untuk mengintip benda pipih tersebut langsung menjerit ketakutan mendengar ada suara yang memanggil, "Aaaaaaaa...." teriakan Ali menggema di rumah itu.

Ia memasang wajah waspada dan ketakutan, "siapa itu, siapa kamu? Tunjukan wujudmu!" teriak Ali sambil memasang formasi bertahan dalam bela diri, Nyi Ayu juga handal dalam bela diri.

Adel langsung keluar dari kamarnya mendengar teriakan Ali, begitu juga Iin yang sedang di dapur ikut keluar, lalu Sarji dan Aji muncul dari pintu belakang, wajah mereka semua panik. "Ada apa, Ali?"

"Kalian dengar itu?" jawab Ali waspada, ia berputar-putar di tempat dengan formasi waspada, "ada yang memanggil nama Ali, tapi mereka tak menunjukan wujudnya." Ujar Ali ketakutan.

Mereka pun mendengar suara percakapan, dan mencari sumber suara tersebut.

"Kaya suara orang yang ngobrol di telepon," ujar Aji ragu, "kayanya iya, Bang. Tadi Adel denger bunyi telepon." Sambung Adel sambil berkeliling mencari ponsel.

Ali terlihat bingung mendengar percakapan Aji dan Adel, "Bang Ali, tadi megang ponsel?" tanya Adel sebari menelusur pandangannya ke arah sekitarnya, wajah Ali malah makin bingung tak mengerti.

"Benda kaya gini, Bang." Ucap Aji sambil menunjukan ponsel miliknya.

Ali memanggut-manggut mengerti maksud Aji, kemudian ia berubah ketakutan lalu mencoba tersenyum untuk menutupi rasa takutnya, "hehehe.."

Sayangnya mereka semua malah curiga melihat tingkah Ali yang menutupi rasa takutnya dengan senyuman, meraka curiga kalau Ali pasti merusak benda lain lagi seperti ia merusak tv.

"Bang, Lu gak ngehancurin ponsel 'kan?" tanya Aji waspada, apalagi saat Ali tersenyum lebar, ia makin waspada.

Mata Ali terus melirik ke arah sofa, "tidak, aku tidak melakukan apa-apa," kilah Ali sembari memaksa tersenyum lebar, ia bahkan tidak tahu apa yang terjadi pada ponsel itu.

"Hehehe.. ponselnya mana, Bang?" tanya Aji menyudutkan Ali, Ali melebarkan senyumannya, matanya pura-pura tak mengerti.

"Bang, ponselnya mana?" tanya Aji lagi terus menyudutkan Ali, mata Ali lagi-lagi melirik ke bawah sofa, ia merasakan keringat dingin mengucur di keningnya.

Ali tak berani berkata kalau ponsel itu jatuh ke bawah sofa, ia takut ponselnya rusak dan Iin mengamuk lagi, pelan-pelan ia memundurkan langkahnya dan secepat kemudian ia kabur masuk ke dalam kamarnya.

"BANG ALI...."