webnovel

bab 21

Jangryesik-jang

Rumah duka khusus untuk menyemayamkan jenazah sebelum melakukan proses pemakaman atau kremasi. Dan disinilah sekarang Cahaya berada bersama dengan keluarga nya, ia menghadiri acara kematian Hyunbin.

Setelah tiga tahun lebih ia di nyatakan sembuh dari kanker yang di deritanya, ternyata penyakit itu kembali menyerang nya tanpa ampun, keadaan Hyunbin semakin parah daripada sebelumnya.

Untuk sekali lagi, Cahaya harus kehilangan orang disayanginya. Ia tak menyangka kalau doanya ternyata hanya akan bertahan selama tiga tahun saja. Hyunbin sudah tidak ada lagi disisinya, hyunbinnya sudah pergi menyusul sang ayah, Jimin.

Cahaya sangat terpukul akan kematian, Hyunbin. Tapi ia sudah berjanji pada nya. Bahwa ia akan terus menemui Hyunbin walau kini ia tak lagi berada di samping nya. Cahaya menatap foto Hyunbin yang tersenyum datar. Senyum yang jarang ia perlihatkan karena jika sedang bersama Cahaya, Hyunbin akan tersenyum semanis mungkin.

"Terimakasih, sudah membuat hari-hari nya bahagia....", seakan Deja vu. Cahaya sudah pernah mendengar hal iti dari ibunya Hyunbin dua kali. Cahaya sama sekali tidak merespon nya.

"Maaf bi.....dia masih agak terguncang"

"Tidak masalah, Ibu tau bagaimana berada di posisi nya", ujar ibu Hyunbin. Fang akhirnya membawa adiknya keluar dari rumah duka itu.

Waktu pun berlalu. Tapi Cahaya sama sekali tidak menunjukkan perubahan apapun. Seluruh keluarga nya sekali lagi harus melihat nya dalam keadaan selemah itu. Cahaya sudah kehilangan sinar hidupnya, dia merass bahwa kali ini benar-benar hanya kegelapan yang ada. Angka tujuh sudah mengambil begitu banyak hal darinya. Jadi kali ini tidak apa kan kalau dia yang diambil.

Cahaya menatap pisau tajam yang ada di tangannya sejak tadi, entah sejak kapan pisau itu ada di tangannya. Atensinya sama sekali tak pernah lepas dari jalanan seoul yang begitu ramai. Cahaya tak lagi menangis, kali ini tak ada lagi dia yang terisak dan memohon. Kali ini hanya ada dia yang menentang tuhan, dan akan segera menemui ajalnya sebelum waktu yang di tentukan oleh tuhannya.

Cahaya hampir menyayat pergelangan tangannya jika saja Fang tidak segera datang menghalangi nya.

"Apa yang ingin kau lakukan, hah!! Kenapa mengambil keputusan yang sembrono?", Kesal Fang. Ia lalu membuang pisau itu sejauh mungkin. Sebanyak apapun Fang berbicara, Cahaya tidak akan menjawabnya. Ia sudah mati hanya itu yang bisa menggambar kan bagaimana keadaan nya saat ini.

Fang  terisak. Ia tak mampu melihat sang adik yang terlihat mengerikan. Fang kembali mengambil pisau tadi, "kau mau mati kan, mari sini kubantu", Fang langsung menyayat pergelangan tangan sang adik dan langsung panik saat melihat darah mengalir begitu deras. Ia mencari sesuatu untuk bisa menutupi luka lebar itu.

"Maafkan ....maafkan aku...hiks....", Fang merasa benar-benar bodoh sekarang ia tak bisa apa-apa lagi selain meminta maaf. Sementara Cahaya, ia hanya terdiam tanpa ingin berkata apapun. Dia sudah kehilangan arah hidupnya, ia bahkan sama sekali tak merasa sakit dengan apa yang di lakukan Fang. Hatinya sudah mati.

•••

Fang menatap Cafenya yang semakin ramai. Ia tersenyum bangga karena sudah mewujudkan apa yang Cahaya impi-impikan sejak dulu. Cafe yang ia inginkan kini sudah berkembang pesat begitu juga resto Jaemin yang ia ingin untuk dibuka juga.

"Cahaya....aku sudah mewujudkan keinginan mu. Apa kau bahagia?", Tanyanya. Ia sedang berada di rooftop cafe. Cafe itu memiliki tiga lantai. Lantai pertama khusus pelanggan biasa, lantai kedua untuk pelanggan VIP sementara yang ketiga untuk VVIP. Biasanya yang memesan VVIP adalah para idol yang menginginkan waktu santai tanpa ada gangguan apapun. Dan rooftop, tidak ada apapun, semua orang di izinkan untuk datang kesini jika mereka mau.

Semilir angin menerpa wajah tampan Fang dan membuat nya terkekeh. "Kau suka? Aku harap kau senang bisa bertemu dengan ayah dan ibumu, juga bisa bahagia bersama Abby dan bang Kaizo. Astaga, aku sangat merindukan kalian semua", Fang melihat ke langit. Membayangkan semua keluarga nya sedang tersenyum bahagia. Meski ia sama sekali tidak merasa bahagia, karena ada luka yang sangat besar tercipta dihatinya. Tapi ia tetap merasa lega, bahwa sekarang adik bungsu nya itu tidak akan lagi merasakan luka ataupun kesedihan. Ia sudah bahagia di akhirat bersama dengan yang lain.

Sudah dua tahun, Cahaya meninggalkan mereka. Tepat ditanggal yang sama dengan kematian yang lain. Dia meninggal di pelukan nya, dan itu masih menjadi memori yang paling menyakitkan saat Fang mengingat nya karena ia membunuh adiknya sendiri.

Setelah kejadian ia menyayat urat nadi adiknya, darah yang ia tutupi masih terus keluar tanpa henti. Ia membawa Cahaya kerumah sakit tapi sayang sekali semuanya sudah terlambat, Cahaya sudah kehabisan darah, Fang terlambat menyelamatkan adiknya dan ini juga karenanya. Fang benar-benar menjadi gila setelah kematian Cahaya, ia dikirim ke rumah sakit jiwa karena keadaan jiwanya yang tidak stabil, ia juga dibebaskan dari penjara atas pembunuhan berencana karena kesehatan mentalnya yang tidak stabil. Setelah dua tahun mendekam di rumah sakit jiwa, akhirnya kesehatan mentalnya bisa kembali stabil walau ada sedikit gangguan. Ia juga di bebaskan karena terbukti melakukan nya dengan tidak sengaja.

Sekarang adiknya sudah bahagia dan bisa berkumpul bersama dengan ayah dan ibunya yang sudah lama ia inginkan. Fang hanya bisa meminta maaf ata apa yang sudah ia lakukan dan berharap kalau Cahaya akan memaafkan nya.

"BANG!! AIDEN TIDUR LAGI, BANYAK PELANGGAN YANG KOMPLEN GARA-GARA DIA", Terian Zayn. Dia membuka cafe itu bersama ke empat adik nya yang tersisa dengan sedikit kemampuan yang pernah mereka pelajari dari Cahaya, mereka akhirnya mampu membuat cafe itu menjadi dikenal sama seperti waktu Zivanna memegangnya dulu.

"YAKK!! SUDAH KUBILANG PADA MU AIDEN UNTUK TIDAK TIDUR DI TENGAH KERJA", Marah Fang saat ia berjalan turun menuju lantai bawah. Aiden memang sering tertidur setiap kali bekerja, dan itu cukup membuat mereka pusing. Anak itu bahkan bisa tertidur sambil berdiri kalau dia memang benar-benar sudah mengantuk. Dan Fang sudah sangat lelah terus memarahi adiknya itu, mau berapa kalipun ia memarahi anak itu, tetap saja dia akan tetap seperti itu karena itu sudah sifatnya.

"Permisi", Fang menghentikan aksi -mari marahi Aiden- saat ada yang datang. Fang terdiam beberapa detik saat melihat wajah gadis itu, dia sangat mirip dengan cahaya hanya saja dia memiliki luka gores di bagian pipi kanannya. Kesadaran Fang kembali saat gadis itu menjentikkan jarinya di hadapan nya.

"Eoh, iya.....maaf.... mau pesan apa?"

"Hot Coffe dan satu roti croissant nya untuk dibawa pulang", Fang mengangguk. Ia menuliskan pesanan gadis itu dan segera memberikan nya pada Zayn yang bekerja di dapur. Zayn dan Prince yang mengurus dapur karena mereka berdua terlihat cukup lihai setelah belajar bersama Cahaya berbanding terbalik dengan mereka berdua, bukannya jadi malah rumah yang ingin terbakar.

Tiga puluh menit berlalu, akhirnya pesanan gadis itu siap. Ia memanggil nama gadis itu dan gadis itupun langsung menghampiri nya.

"Jadinya 45000 ribu won", Gadis bernama Yeri itu langsung mengeluarkan uang 50 ribu won dan memberikan nya pada Fang. Saat akan mengambil kembaliannya, Gadis itu dibuat terkejut saat seekor kucing besar mengelus kan kepalanya di kaki ramping nya. Ia mengelus kepala kucing itu, seperti nya kucing itu milik seseorang terbukti dengan kalung yang melingkar di lehernya.

"Darkness, jangan ganggu orang lain", Fang yang tak sengaja mengintip dari balik meja counter langsung merasa tidak enak karena tidak biasa Darkness seperti itu pada orang asing yang bahkan baru pertama kali dilihatnya.

"Maaf kan dia nona....dia biasanya tidak seperti ini", Ucap Fang tidak enak. Gadis itu hanya tersenyum tipis untuk menanggapi permintaan maaf Fang, ia lalu mengambil uang kembalian miliknya yang berada di atas counter lalu segera pergi dari sana. Fang menatap kepergian gadis itu hingga ia tak terlihat lagi.

"Aku tau dia terlihat seperti Cahaya, tapi kau tau kan kalau dia sudah meninggal dua tahun yang lalu. Mereka pasti hanya mirip saja", ujar Fang menjelaskan pada Darkness yang terlihat sedih melihat kepergian gadis tadi.

Ada kalanya segala sesuatu yang bersama kita tidak akan selama nya jadi milik kita. Bukan juga segala sesuatu yang menjadi mimpikita akan kita genggam di kemudian hari. Kebahagiaan adalah pilihan, namun tidak bisa dipungkiri kalau kesedihan juga selalu terselip di antaranya. Terkadang menerima luka adalah jalan terbaik untuk menghilangkan kesedihan dan dengan seperti itu juga kau akan belajar untuk kuat. Fang banyak belajar, bahwa tidak ada yang namanya jalan keluar jika kau masih belum bisa menerima semua yang tuhan takdirnya. Intinya adalah mengikhlaskan segala sesuatu yang telah tuhan ambil dan menjalani kehidupan mu dengan penuh dengan senyuman tulus tanpa harus berpura-pura. Dan pintu itu tidak akan terbuka kecuali kamu benar-benar sudah mengikhlaskan semuanya.

Dan kisah Cahaya telah berakhir, kini akan berganti dengan kisah seorang gadis yang juga akan mencari pintu magic shop miliknya sendiri.

∞∞∞∞∞∞∞∞∞

Yeri berjalan menelusuri jalanan yang masih ramai di jam-jam seperti ini. Yeri semakin mengeratkan jaketnya karena hari mulai semakin dingin, ini sudah masuk bulan desember dan suhu di sana akan berada di atas 15 derajat celcius pada saat malam seperti ini. Yeri sudah mulai merasakan hawa dingin yang mulai merasuk ke dalam tulang nya, ia merutuki kebodohan nya karena tidak membawa mantel hangat nya tadi.

Ia berjalan cepat, dan tidak lama ia sampai dirumahnya. Rumah itu tidak terlalu besar juga tidak terlalu kecil, cukup untuk ditinggali nya bersama sang ibu. Yeri membuka pintu dan yang pertama kali ia lihat adalah sang ibu yang menunggunya dengan panik.

"Eomma....aku pulang", sang ibu lantas menoleh dan menghela nafas lega saat melihat anak semata wayangnya pulang dengan selamat. Wanita paruh baya itu langsung memeluk sang anak.

"Kemana saja humm? Kenapa baru pulang sekarang, kampusmu seharusnya sudah berakhir jam lima sore tadi kan..."

"Maaf....Eomma, aku tadi ada kelas tambahan jadi nya terlambat pulang", ujarnya memberikan alasan agar ibunya tidak curiga. Tentu saja ia berbohong, tidak mungkin ia bilang pada ibunya kalau dia bekerja sambilan demi menghidupi kebutuhan mereka berdua. Ia pulang kuliah sekitar jam 1 dan sisanya akan dia pakai untuk bekerja sambilan di salah satu restoran yang tidak jauh dari kampusnya, padahal biasanya ia akan pulang tepat jam 5 tapi karena tadi banyak sekali pelanggan ia jadi tidak bisa meninggalkan nya. Ibunya pasti akan marah kalau tahu hal ini.

"Baiklah.....sekarang kau makan lah"

"Wahh..... seperti nya enak!!", Serunya. Ia menyerahkan kopi hangat dan roti croissant yang ia beli tadi pada sang ibu. Ia duduk di depan meja makan sederhana di depannya dan segera menyumpit