Kanan atau kirinya, tangan Ginnan kini ikut dikunci di sisi badan. Di pasrah karena sudah kepalang basah, lalu memejamkan mata dengan keringat leher saat Robert mengulum penisnya secara penuh.
"Sebut namaku, Ginnan."
Sungguh tak manusiawi.
"Nnh. Nhh."
"Aku ingin dengar suaramu menyebut namaku sekali saja," kata Robert sambil mengeluarkan penis merah tersebut. Dia menjilat seperti es krim, membuat tegangnya semakin cantik, lalu memasukkan lidah ke bulatan lubang yang dibukanya dengan jari-jari. "C'mon."
Ginnan menggeleng-geleng dan membuang mukanya ke punggung sofa. Ini gila, serius!
Ginnan bersumpah semisal Renji masih hidup sekali pun, dia takkan mau pulang karena terlalu jijik pada dirinya sendiri.
Pada akhirnya, meski kesal, lelaki itu tidak masalah. Dia menyodok Ginnan satu ronde lagi, membuatnya muntah untuk kedua kali, lalu menciumnya tanpa peduli rasa aneh diantara mulut mereka.
Oh Tuhan ... oh Tuhan ...
Kewarasan dunia ini telah berakhir.
Lebih-lebih karena setelah Ginnan membuka mata, dia melihat wanita karir tadi sudah membuka rok span yang dipakai. Lalu mengocok penisnya sendiri sambil terus menonton mereka.
"Hiks ... hiks ... hiks ...." tangis Ginnan yang merasa hancur. Dia tidak lagi bersisa di tempat itu, meski tatapan si wanita jejadian malah ikut lapar karena ekspresi wajahnya.
"Robert, bisa cepat keluarkan penismu? Aku ingin masuk sebentar," kata si wanita jejadian sambil menyalakan rokok dari sakunya.
Ginnan kira, Robert akan menolak karena pernah bilang ingin menikahinya. Namun, Ginnan sungguh salah besar.
Begitu menyemprotkan air mani ke perut Ginnan, dia justru menutup restleting dan pergi begitu saja.
"Ck, mengganggu. Tapi ya sudahlah lakukan saja," kata Robert sebelum duduk menggantikan. Baik tempatnya, maupun rokok yang dihisap di sela bibir. "Tapi cepat. Aku tidak suka berbagi mainan terlalu lama."
Tangis Ginnan pun semakin pecah. Dia sampai kehilangan suara sekali lagi, tapi mau apa jika sudah dimasuki.
Si wanita jejadian menggucang tubuhnya tak manusiawi. Dia tipe pecumbu yang tak memikirkan kepuasan pasangan, bahkan juga menggampar Ginnan karena dinilai terlalu berisik.
Apapun itu, Ginnan ingin bunuh diri. Dia merasa tak lagi memiliki harga atau arti, terlebih ketika orang-orang brengsek itu mengobrol santai di depan dia.
Mereka tertawa-tawa. Saling bercerita entah apa dari tempat kerja. Tanpa peduli Ginnan yang lubangnya mulai mengalirkan darah.
[Bunuh saja aku, bunuh ...] batin Ginnan dengan jantung yang terlanjur sakit. Dia bahkan ikut tertawa-tawa begitu keras. Membuat ruangan itu pecah dengan kegilaannya yang membuat mereka terpaku.
"HA HA HA HA HA HA HA HA!! HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA!! HA HA HA HA HA HA!!"
Sayup-sayup, si wanita jejadian pun berkata ngeri. "Hei, Robert. Kau yakin yang kau ambil pelacur? Kenapa dia stress hanya karena melayani kita berdua?"
Robert pun mendadak kesal. "Ck, entahlah. Mana aku tahu persoalan rumit seperti itu?" katanya. Lalu meletakkan gelas bir ke meja. Lelali itu pun menghampiri Ginnan yang kini menjambaki rambutnya sendiri, memaki kasar tanpa dia sadari, lalu tertawa semakin menjadi-jadi.
"HA HA HA HA HA HA HA HA!! HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA!! HA HA HA HA HA HA!!"
Ajaib sekali, bukan? Suaranya yang hilang bisa kembali hanya untuk melepas tawa seperti itu.
Robert sampai tidak tahan, lalu menggampar wajah Ginnan begitu keras.
PLARRRR!! PLARRRRRRRRR!!
"DIAM KAU, JALANG! DIAM! BERISIK SEKALI RUMAHKU KARENA SUARA KOTORMU—"
"CUIH!"
Ginnan bahkan berani meludahi wajah Robert kali ini. Dia tidak lagi memikirkan apapun resiko yang akan ditanggung, lalu menyeringai karena merasa menang atas raut murka Robert yang mendadak muncul.
"HA HA HA HA HA ...." tawa Ginnan kembali berlanjut.
BRAKHHH!!
Tidak mampu kendalikan diri lagi, Robert pun menghajar Ginnan sepuas hatinya pagi itu. Dia mencekik Ginnan, dia meninju dengan tangannya. Lalu mencambuki Ginnan dengan sabuknya.
PLARRR!! PLARRR!! PLARRR!!
"ARRRGGHHHHHHHHH!!!!!!"
Membuat Ginnan menjerit pilu, sakit—tapi, lelaki itu tetap tertawa hingga akhirnya diseret keluar begitu saja.
"HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA!"
BRAKHHH!!
"BEDEBAH TIDAK BERGUNA! KAU ITU TERNYATA SAMA SAJA SEPERTI YANG LAIN! CUIH!" kata Robert kecewa. Dia pun balas meludahi Ginnan yang sudah terkapar di atas keset. Membiarkannya terus tertawa, lalu membuang tubuhnya di tengah malam.
Oh, tentu saja. Robert tidak lupa mencabut kalung dan gelang yang sempat dia pasang di tubuh Ginnan. Membawanya kembali meski sudah berdarah, lalu menatapnya dengan badan berdiri menjulang.
"Hei, Robert ... kau yakin tidak apa-apa meninggalkannya sekarat?" tanya wanita jejadian yang membantu di sebelahnya. Dan kalau Ginnan ingat-ingat sekali lagi, ternyata keduanya punya kemiripan. Bedanya, salah satu tulen lelaki. Satunya lagi sudah mengoperasi beberapa bagian wajah agar semakin mirip wanita.
Hmmm ... Begitu ....
Mereka kembar identik ternyata. Pantas saja mau berbagi mainan—
"Sudah biar. Lagipula ini cuma lorong sempit bekas restoran," kata Robert. "Kalau tidak mati sendiri, mungkin dia akan dimakan anjing lapar yang lewat. Ayo pergi."
Wanita jejadian itu pun melirik Ginnan untuk yang terakhir kali. "Okelah."
Tak berselang lama kemudian, Ginnan pun ditinggalkan begitu saja. Mobil mereka melaju cepat, dan buangannya semakin buram karena hujan yang mulai turun.
BRSSSSSS!!!
Membasahi kota entah apa ini, tubuh Ginnan yang sudah rusak di sana sini, juga hati dari perasaan yang bernama cinta.
"Ha ha ha ha ha ...."
Hei, apa ini yang bernama mati rasa?
Ginnam pun langsung menganggap cinta sebagai bullshit. Omong kosong. Sebab faktanya seseorang akan selalu punya cara untuk memanfaatkan, selagi dia tidak memiliki wewenang apapun.
["Ha ha ha ha ha. Akan kubalas kalian di lain hari] batin Ginnan begitu dia mulai merasakan perih yang lebih lagi. ["Ya, begitu. Bahkan sebagai hantu ganas sekali pun]
Bersambung ...
CATATAN AUTHOR:
1. Well, korban perkosaan dan kekerasan ada banyak di dunia ini. Hanya saja, saat masuk berita dan lain-lain, kita mungkin hanya bilang, "Oh, kasihan." Kemudian berlalu begitu saja. Percayalah, orang-orang seperti Ginnan tidak hanya rusak di tubuh saja. Tapi dia takkan kembali seperti dulu. Mungkin berubah menjadi kejam. Mungkin berubah menjadi pendendam. Bisa jadi berubah jadi pembunuh.
Yang pasti, Ginnan akan jadi pesakitan abadi. Amarahnya pasti sulit dimengerti orang lain, bahkan psikiater sekalipun. Namun, dia harus berjuang melawan traumatis itu hingga mati.
Btw, file ini belum di edit. Maaf jika ada kesalahan tik dan lain-lain.
2. Saya sekarang lebih aktif di Wattpad daripada Webnovel. Karya saya di sana adalah "Sins of Bartender [KinnPorsche Version]", dan buku ini hanya digarap jika saya benar-benar punya waktu luang.
Terima kasih telah setia!