webnovel

Kupikir, Tidak Ada Yang Peduli Kepadaku

Mansion Grinson

Di atas ranjang king size terlihat gundukan selimut, tanpa ada gerakan berarti dari mahluk yang ada di dalamnya, serta suara ketukan dari luar yang memanggil nama si pemilik nama berulang.

Tok! Tok! Tok!

"Nona, Nona Gretta. Kenapa dikunci, Non? Apa Nona tidak ingin kuliah?"

Ya, Gretta adalah orang yang ada di dalam selimut dan sebenarnya sudah bangun. Namun sayang, ia enggan beranjak meninggalkan kamar atau hanya sekedar menjawab pertanyaan untuknya.

Hari ini Gretta memutuskan absen dari kuliahnya, ia mengurung diri di kamar saat merasa terlalu lelah dan tidak ingin menampilkan wajah kacaunya di hadapan para warga kampus tempatnya kuliah.

Tidak, Gretta tidak ingin bertemu siapapun saat ini sekalipun itu nenek atau ibunya. Ia hanya ingin mengubur dirinya di dalam selimut dan menangisi nasibnya, hari ini saja.

Ya, hari ini saja, karena besok ia berjanji akan menjadi Gretta yang seperti biasanya.

Gretta si nona sombong.

"Nona, Nanny bawa sarapan untuk Nona. Nanny letakan di samping pintu, ya!"

Huft…

Helaan napas keluar begitu saja dari hidung mancung keturunan Grinson ini. Gretta menyerah saat sang nanny terus menerus membujuk dan membawakannya makanan segala macam. Ia pun menyembulkan kepalanya dari dalam sana dan membelas ucapan sang nanny sedikit berteriak.

"Iya, Nanny! Nanny bisa letakan di nakas samping pintu saja!"

"Baiklah, Nona!"

Gretta bisa mendengar langkah kaki yang menggema semakin menjauhi kamarnya. Ia pun memutuskan keluar dari selimut yang menutupi tubuhnya dari kaki hingga kepala, kemudian turun dari atas ranjang dan berjalan menuju pintu.

Setelah memastika jika di depan kamarnya tidak ada seorang pun, Gretta segera membuka kunci ganda pintu dan membukanya perlahan dengan netra tajam lebih dulu yang melirik kiri-kanan, melihat keadaan luar baru kemudian disusul kepalanya yang melongok ke luar.

Tidak ada orang.

Fyuh…, syukurlah.

Kembali Gretta menghela napas dan kemudian melirik nakas yang letaknya di samping kamar. Di sana ada sebuah nampan dengan segelas susu dan juga roti isi selai markisa kesukaannya tersaji rapih.

Tangannya terulur mengambil nampan tersebut, kemudian membawanya masuk ke dalam dan kembali mengunci pintu setelahnya.

Blam! Klik!

Gretta kembali memasuki kamar, berjalan menuju beranda balkon dan duduk ditemani oleh semilir angin pagi dengan sinar matahari yang sinarnya mengantarkan hangat.

Tiba-tiba senyumnya terulas, kala mengingat kejadian semala- maksudnya pada bagian ia dan pria itu bercerita.

Ah! Kenapa ia masih saja memanggilnya dengan sebutan pria itu. Padahal jelas jika nama pria itu Alrescha, dengan panggilan familiar yang sempat membuatnya mengenyit seakan mengingat, panggilan Al tepatnya.

Susu di gelas diambil dan diminumnya segera, kemudian roti isi selai buatan nanny yang semalam menemaninya menagis dan bercerita.

Mulutnya mengunyah, netranya menatap matahari di atas sana namun pikirannya saat ini entah di mana.

Di antara lamunannya, tiba-tiba ia mendengar ponselnya yang berdering kencang. Ia beranjak dari duduknya dan menghampiri meja lampu, kemudian mengenyit saat melihat nama temannya sebagai pemanggil.

Selama mereka berteman, Gretta baru ini dihubungi oleh orang lain selain nenek, nanny dan juga kak Ayana. Ini membuat senyum di wajah sembabnya terbit dan ia pun menerima panggilan tersebut dengan semangat.

Klik!

[Gretta, kenapa kamu tidak masuk kuliah?]

Ah! Ternyata masih ada yang mencariku.

"Tidak enak badan, Starla," jawab Gretta menahan diri agar tidak menjawabnya semangat.

[Kamu sakit? Sudah ke dokter?]

Kamu mengkwatirkanku, Starla? tanya Gretta dalam hati.

Rasanya sangat tidak percaya dan bahagia, kala tahu teman yang selama ini tidak peduli ternyata memperhatikannya.

"Tidak, aku hanya sedikit pusing, Starla. Tidak separah itu," jelas Gretta dengan hati mulai menghangat.

Ini kah yang disebut perhatian teman?

[Jadi kamu tidak masuk kuliah hari ini?]

"Ya. Seperti itulah," jawab Gretta apa adanya.

[Kalau besok?]

"Eum, besok tentu saja masuk. Aku tidak ingin ketinggalan pelajaran," jelas Gretta seraya berjalan santai menuju beranda kamarnya dan kembali duduk di hadapan meja, dimana sarapannya berada.

[Kalau begitu, besok kamu tidak mungkin mangkir dari pesta kita, kan?]

Ah! Ternyata soal pesta, pikirnya sedikit gelisah.

"Tentu saja, besok aku akan menghadiri pesta kalian untukku. Kita akan bersenang-senang," tukas Gretta berjanji pasti.

[Deal ya? Kalau begitu sampai besok, Gretta. Dan, cepat sembuh.]

"Eum, terima kasih, Starla."

Tut!

Panggilan berakhir, Gretta memeluk handphonenya dengan bibir tersungging senyum kecil, kala mengingat kata terakhir dari Starla untuknya.

"Aku pikir, kalian hanya teman yang menganggapku ada karena keluargaku saja. Tapi ternyata kalian pun mengkhawatirkanku, terima kasih Tuhan," bisik Gretta senang dan air matanya tanpa sadar kembali merembes keluar.

Perasaan sedihnya sedikit menghilang, Gretta memutuskan untuk kembali meneruskan acara makannya dan berharap moodnya pun kembali bangkit.

***

Colombia University

Di ruang khusus milik Gretta di universitas ternama kota M, terdapat dua gadis cantik yang sedang duduk di sofa dan juga seorang pemuda yang berdiri membelakangi keduanya.

"Bagaimana, apa benar Gretta tidak masuk hari ini?" tanya salah satunya kepada seseorang yang duduk di sampingnya.

Yang ditanya tidak segera menjawab, ia memasukan kembali handphonenya ke dalam tas setelah selesai menghubungi seseorang yang disebut Gretta oleh gadis di sebelahnya.

Ya, ia lah yang menghubungi Gretta beberapa saat lalu, tepatnya Starla.

"Tidak, dia bilang sedang sakit, Elena," jawab Starla kemudian menghempaskan punggungnya ke belakang dan menyandar santai.

"Hah! Orang sepertinya sakit? Mana mungkin," tandas Elena mentap tidak percaya kepada Starla.

Starla mendengkus mendengar apa yang dikatakan Elena yang menatapnya skeptic, kemudian menggeleng tidak habis pikir.

"Kamu kira dia robot apa tidak akan sakit," sarkasnya , kemudian menatap si pemuda yang sedari awal memunggungi mereka "Bagaimana menurutmu?" lanjutnya bertanya kepada si pemuda.

"Aku akan menunggu, kalian jangan khawatir," jawab si pemuda datar tanpa menoleh sedikit pun.

"Kalau begitu, besok akan kami siapkan," jawab Elena semangat.

"Hum."

Starla hanya bisa menatap antara Elena dan si pemuda ini bergantian, sebelum akhrinya melengos seraya memijat pangkal hidungnya yang sedikit berdenyut.

Memikirkan kuliah dan juga masalah kehidupannya, membuat otaknya seketika berasap dengan ujung muak dengan semuanya.

"La! Starla!"

"Ah! Apa? Kenapa?" sahut Starla menatap kaget ke arah Elena si pelaku pemanggilan atas namanya.

"Tidak ada. Tapi aku harus pergi dulu, aku mau mengunjungi seseorang," lanjut Elena seraya beranjak dari duduknya.

Starla mengangguk dan menoleh ke arah si pemuda yang juga ikut berbalik, melangkah menjauhi jendela "Kamu mau pergi juga?" tanyanya.

Kini, rupa si pria terlihat, tampak tampan dengan rahang tegas dan juga manic abu-abunya "Ya, ada yang harus kuurus," jawabnya singkat kemudian meninggalkan ruangan itu, menyisakan Starla yang menatap kepergian keduanya dalam diam.

"Aku, merasa gamang," bisiknya lirih.

Bersambung

Next chapter