webnovel

Milea Alias Minah

Namaku Milea. Tapi bukan Mileanya Dilan. Aku Milea-nya Mas Bagus, tukang bangunan yang berangkat ke Jakarta setahun yang lalu tapi sekarang hilang kabar. Nama asliku sebetulnya Minah. Tapi sejak film yang orang orang bilang keren banget itu beredar, di rumah Mas Bagus ngotot memanggilku dengan nama Milea. Lebih seksi katanya. Kalo Minah kedengerannya kayak nama pembantu, katanya. Aku nurut aja, karena kata almarhum Simbok, istri itu kan harus patuh sama suami? Meski begitu, aku agak bingung, kenapa Mas Bagus keberatan sama namaku yang mirip nama pembantu? Biarpun aku ini bodoh, ga berpendidikan, cuma lulusan sd, dan nilai matematikaku dulu langganan merah di raport, tapi aku tau, kalo tukang bangunan itu juga bukan kerjaan yang keren semacam direktur. Jadi menurutku, agak kurang pantas juga kalo Mas Bagus merendahkan profesi pembantu. Tapi sudahlah. Tidak kuributkan. Apalagi itu kan bukan masalah besar. Masalah yang lebih besar, mas Mas Bagus ini sebenarnya kemana? Kenapa dia nggak pulang pulang dan nggak bisa dihubungi? Berbekal sedikit tabungan yang semakin menipis, aku pun nekad berangkat ke Jakarta, tanpa menyadari ada kejutan tragis yang sudah menungguku disana.

mileaaliasminah · Realistic
Not enough ratings
7 Chs

Bab 5 - Mimpi Buruk

Aku terbangun tepat sebelum adzan subuh terdengar, dengan seluruh tubuh bersimbah keringat dan nafas memburu.

Aku termasuk orang yang jarang bermimpi saat tidur, apalagi mimpi buruk. Apalagi mimpi buruk yang terasa begitu nyata seperti barusan.

Untuk menenangkan perasaanku, segera aku ke kamar mandi dan membasuh wajahku. Tapi hatiku yang bergolak liar seperti ombak lautan saat pasang naik, malah makin terasa galau.

Aku memimpikan hari pernikahanku dengan Mas Bagus. Tapi baju kami beda. Baju adat yang Mas Bagus kenakan, kebaya yang kupakai, seluruh asesoris rambut, anting, kalung, gelang, selop, termasuk dekorasi pesta, taplak meja, piring makan, baju semua tamu, bahkan cincin kawin semuanya berwarna hitam.

Yang lebih aneh lagi adalah wajah Mas Bagus. Mukanya tubuhnya pucat pasi, tanpa warna, bibirnya biru, dan pandangan matanya kosong.

"Kamu baik baik aja, Mas?" tanyaku cemas.

Tapi dia nggak menjawab.

Kusentuh dahinya, takut dia sakit, dan aku berjengit merasakan betapa dingin tubuhnya.

Saat itu, aku melihat ada kotoran menggantung keluar dari lubang hidung Mas Bagus, seperti upil yang ngintip keluar....

"Ada kotoran di hidungmu, Mas," bisikku pelan biar jangan sampai kedengeran tamu.

Karena Mas Bagus terus diam, aku meraih tissue dan mengulurkannya ke hidungnya, hendak membersihkannya. Tapi belum sempat aku menyentuhnya, kotoran itu sudah jatuh, bergumpal di atas tissue dan menggeliat-geliat, dan aku memekik saat menyadari itu bukan upil, tapi belatung.

Saat segumpal belatung lagi merayap keluar dari sela-sela kancing baju Mas Bagus, dari kedua lubang telinganya, dari kelopak matanya, bahkan dari dalam mulutnya, aku menjerit histeris dan terbangun.

Berusaha mengusir bayangan yang tidak menyenangkan itu, aku mengambil air wudhu, lalu sholat subuh.

Syukurlah, selesai sholat perasaanku jauh lebih tenang. Sambil melipat mukenaku, aku melangkah mendekati dinding tempatku memajang foto-foto Mas Bagus semalam.

Ada yang aneh dengan salah satu foto ini.

Seperti... ada yang salah.

Mataku menatap lekat foto itu, sementara otakku berpikir keras.

Brengsek.

Tono brengsek.

Dia sudah membohongi aku.

Tinggalkan komen yaah kalo kalian suka sama cerita ini :)

dan jangan lupa follow ig minah @MileaAliasMinah thank you:)

mileaaliasminahcreators' thoughts