28 See You Tomorrow

Hampir seminggu lebih Doni tak memberi kabar pada Mika. Ponsel yang dipinjam dari Dita pun dikembalikan oleh Mika. Hari itu, Mika mengembalikannya karena tak enak hati jika meminjamnya lebih lama lagi.

"Dit.. thank you, ya.." ucap Mika sembari menyerahkan ponsel pada Dita.

"Lho. Emang udah balik HP mu?" tanya Dita.

Mika menggeleng, namun tetap tersenyum.

"Ya udah, pake aja dulu kalo gitu." Dita menyerahkan kembali ponsel itu.

"Enggak.. eh.. anu.. kapan-kapan aja aku kalo boleh pinjam lagi."

"Hahaa, siapa tahu HP mu rusak lagi?"

"Iya, haha.. Maksud aku begitu, hehe."

"Gimana sih rasanya LDR, Mik? Haha. Kalo aku jadi kamu, bisa gak ya?"

Dita menatap langit-langit rumahnya. Membayangkan jika dia kelak memiliki pacar dan harus berjarak jauh dengan pacarnya.

"Haha.. biasa aja sih, Dit."

"Biasa? Emang gak kangen?"

"Ya.. kangen.. tapi.. gak pake acara nangis bombay kalo kangen."

"Wew.. haha.. Emang pacarmu mau datang, dalam waktu dekat?"

"Hm.. entah.. sepertinya enggak. Bentar lagi dia tuh ospek."

"Atau liburan ini, kamu kesana gak?"

"Ha! Mana mungkin dibolehin aku!"

"Karena? Sendirian? Iya?"

Mika mengangguk. Papa begitu over protektif terhadap anak perempuannya. Bepergian sendiri pastilah dilarang apalagi ke luar kota.

"Mau bareng akuuu, gaakk? Aku mau ke Bandung lho.. Liburan ke Vila ortuku.."

"Serius kamu, Dit? Sekeluarga? Kapan?"

Mika sungguh tak percaya, Dita akan mengajaknya berlibur ke Bandung bersama keluarganya. Sempat Mika merasa akan canggung dan menganggu momen kebersamaan keluarga Dita. Namun di luar dugaan, Dita justru hendak mengajak pula beberapa teman lainnya untuk ikut serta.

"Tanggal 30, kita berangkat naik kereta. Gak usah kelamaan mikir, oke..oke..!"

"Tapi, Dit.. yang bayar tiket dan penginapan?"

"All in, Mika. Kamu tinggal bawa baju doang. Kan penginapan juga tinggal di Villa Papa, jadi free. Aku rencana ajak Dini, Fero, yaa, anak kelas kita yang biasa jalan sama aku itulah."

"Aku ijin ortu dulu deh ya, hehe.."

"Pasti dibolehin lah. Kalo emang gak dibolehin, ntar aku yang pamitin kamu ke rumahmu deh."

Ya ampun, Dita.. Kaya, baik, ramah, cantik pula. Sepanjang perjalanan pulang, Mika begitu percaya diri bahwa orang tuanya akan mengijinkan dia berlibur dengan keluarga Dita dan teman-temannya.

"Pa..," Mika duduk di sebelah Papanya yang sedang membaca sebuah buku Arsitektural.

"Hm." Jawab Papanya singkat dengan terus menatap pada buku.

"Papa, tadi kan Mika ke rumah Dita. Trus Dita..."

"Dita itu siapa? Papa baru denger."

"Iya, temen sekelas Mika. Cuman ya, gak seakrab Mika dengan June sih."

"Lalu?"

"Dita ngajakin Mika untuk berlibur bareng keluarga trus sama ajak beberapa temen lain juga. Boleh ya, Pa?"

"Kemana itu? Kapan?"

"Ke Bandung, Pa. Tanggal 30. Yang bayar tiket kereta semuanya Papa Dita, katanya."

Papa Mika menghentikan membacanya. Diletakkan buku, dan dilepasnya kacamata lalu diletakkan di atas meja.

"Sebentar, Papa tanya. Nama Dita tuh, Papa baru denger loh. Gak biasanya kamu main sama Dita, kan? Trus tiba-tiba dia ajakin kamu ke Bandung. Kok Papa ngrasanya aneh ya."

"Ya.. mm.. emang sih Pa. Kan Mika deket sama June itu mulai SMP. Trus bukan berarti Mika gak pernah main sama teman-teman lain dong. June juga, dia punya teman lain. Bukan Mika doang yang temenan sama dia, Pa."

"Ok..Ok.. Papa paham itu. Tapi kalo ajak kamu liburan ke Bandung, Papa rasa.. mm.. gimana ya.."

"Yahhh, Papa.. Mika kan bete liburan kalo cuma di rumah."

Papa Mika terdiam sejenak, memikirkan apa yang menjadi permintaan anaknya, Mika. Kemudian Papa Mika menanyakan hal lain di luar bahasan tentang liburan dengan Dita.

"Mik, kakak kelas kamu, Doni. Sekarang gimana? Kuliah?"

"Kok Papa tau soal Mas Doni sih?"

"Iya, Mama mu yang cerita ke Papa. Kalian.. temen.. atau deket yang lebih dari temen?"

"Mm... lebih dari temen deh Pa. Haha.."

"Pacar? Jadian? Beneran? Atau.. gimana?"

Mika ragu menjawab pertanyaan Papanya. Mika khawatir jika dia menjawab jujur bahwa dia dan Doni sudah berpacaran, maka Papanya akan marah.

Ketika dulu Mika berpacaran dengan Rio, Mika sengaja menutupi dari Papanya. Namun justru di saat mereka mengalami konflik, Papa Mika akhirnya mengetahui status Rio sebagai pacar Mika. Sehingga konflik bertambah besar disebabkan Papa Mika sempat menegur Mika agar menjauhi Rio dan fokus pada belajar.

Kini, Mika menemukan laki-laki yang sungguh baik, namun Mika ragu atas sikap Papanya jika Mika memberitahu hal yang sebenarnya tentang Doni. Untuk itu, Mika memutuskan untuk berbohong dan tidak mengakui Doni sebagai pacarnya, di hadapan Papanya. Mika tidak ingin baik dirinya atau Doni akan mendapat teguran dan dilarang berhubungan oleh Papa Mika.

"Temen, Pa. Tapi deket. Dia baik banget soalnya." Mika memulai kebohongan pertamanya.

"Ooh ya? Orang kalo suka, ada maunya, ya pastilah baik, Mik."

"Maksud Papa, gimana?"

"Ya.. pasti dia naksir kamu. Ada maunya. Isi otak laki-laki apalagi usia remaja itu seperti apa, Papa sudah tahu. Papa pernah muda. Tapi kamu harus fokus belajar. Kamu sudah naik kelas tiga, ingat itu!"

Ya. Sesuai dugaan. Papa memberikan sinyal merah atas hubungan mereka. Beruntung Mika tidak mengatakan yang sesungguhnya tentang siapa Doni bagi Mika.

"Trus si Doni, kuliah dimana sekarang?"

"Di.. Surabaya, Pa. Iya di Surabaya sih katanya."

Mika beranjak pada kebohongan kedua. Andaikan Papa Mika tahu bahwa Doni berada di Bandung saat ini, pasti rencana liburan dengan Dita akan gagal total. Papa Mika jelas melarang anaknya dengan tegas.

"Papa lihat, dia sering telpon kamu. Kok sekarang, kayaknya udah enggak. Kalian berantem?"

Papa Mika terus menggali informasi, merasa kurang puas dengan jawaban dari Mika.

"Eh.. ngapain berantem, Pa. Ya, mungkin seperti kata Papa. Dia deketin Mika cuma ada kepentingan sesaat doang. Hehe.. Mungkin dia udah punya pacar beneran disana."

Begitu lancar Mika berbohong, meski isi hatinya penuh kecemasan atas keberadaan Doni selama sepekan lebih tak ada kabar.

"Ooh, ya udah. Soal rencana ke Bandung, Papa discuss dengan Mama dulu ya."

"Hehe.. yaa deh Pa, makasih yaaa Papaku shayanggg..."

Mika mencium pipi Papanya dengan manja lalu berjalan dengan sedikit melompat bagaikan kelinci, menuju kamarnya.

Pintu kamar ditutup, seketika terduduklah Mika di lantai tepat di balik pintu. Dia memikirkan ulang kata-katanya yang terlontar saat meyakinkan Papanya baru saja. Bagaimana bisa dia menuduh Doni memiliki pacar di Bandung, sedangkan Mika tahu bahwa itu tak mungkin Doni lakukan. Bagaimana bisa bibirnya mengucapkan hal yang tidak semestinya tentang Doni.

Mika sungguh menyesal telah mengatakan hal itu di depan Papanya. Dia menangis karena kesal pada dirinya sendiri. Jika dia berbohong bahwa Doni bukan pacarnya dan tidak berkuliah di Bandung, itu semata untuk menyelamatkan hubungan mereka. Tapi haruskah Mika berucap bahwa Doni hanya memanfaatkannya. Tidak, seharusnya itu tak perlu diucapkan, agar tak ada prasangka buruk tentang Doni. Dia terlalu berlebihan dalam berucap. Bisa saja ucapan dia menjadi kenyataan, dan pastilah itu menyakitkan baginya.

Di tengah kegundahannya, Mika mengetik kembali beberapa kata untuk dikirimkan pada Doni. Dia masih berharap, Doni akan membalas pesannya atau bahkan meneleponnya segera.

HALO SAYANG, APA KABAR HARI INI.

I MISS YOU.

MMWUAH..

-Message Sent-

Jelang tengah malam, ketika Mika telah tidur pulas, Doni membalas pesannya.

YOU KNOW, I MISS YOU MORE!

SEE YOU TOMORROW, SAYANG.

[MY DONI]

***

Di kamar sebelah, Nia, kakak Mika sibuk mencari kemana ponselnya.

avataravatar
Next chapter