webnovel

Michan Bersaudara

Sebuah benang penghubung takdir kedua saudara ini tidak akan terputus untuk selamanya.... _ _ _ 18+, Yaoi dan Boyslove.

Lunamori_Story_26 · LGBT+
Not enough ratings
52 Chs

Bagian 48--

Sinopsis:

Depresi..."

Shion memandang langit-langit kamar Aon . Dia tidak memikirkan apa apa. Rasanya tidak ada sama sekali yang ia ingin kerjakan.

Kehilangan Aon cukup membuatnya kehilangan akal dan semangat hidup.

Ia hanya ingin berbaring menikmati tubuh Aon. Dan aroma yang tertinggal disana.

Dokter yang merawat Aon mengeleng ngeleng kepalanya melihat itu.

"Kehilangan seorang adik berdampak sangat besar"

Begitu pikirnya. Melainkan bukan Aon bukan hanya sekadar adik . Dia adalah pelita hidup shion. Tanpa dirinya ia tidak akan bisa hidup.

Bahkan shion masih membayangkan hari hari nya dengan Aon. Berharap aon masih disini menatapnya dengan senyum hangat nya....'

Shion memegang guling nya. Tubuhnya kian kurus dan pucat karena sudah seminggu tidak melakukan apapun.

Hanya tidur dan berbaring di tempat tidur Aon. Membayangkan hari hari indah bersama Aon..."

Yang tentunya hanya lah mimpi yang tidak kan tercapai...."

Mata shion juga sangat merah. Ia tidak hentinya menangis hingga air mata tidak lagi keluar.

Bengkak itu tidak hilang selama seminggu ke depan ini.

Shion tidak ada lagi semangat hidup. Ke depresian nya itu kian memuncak ketika ia tidak ingin siapapun memasuki ruangan Aon tanpa izin.

Jika itu terjadi ia tidak segan segan memukul orang itu hingga sekarat .

"Aon adalah cahaya hidupnya..."

Begitu pikir dokter. Ia berkonsultasi sama dokter lainya.

Mereka sepakat ingin mengobati shion. Karena keberadaannya sangat membahayakan publik dan reputasi rumah sakit ini.

"S--shion..."

"Aon ada apa, kau tidak suka ada dihamparan bunga ini...."

"Bukan...bunga ini sangat indah tetapi shion...."

"Apa, sayang...~"

"Kau harus move on shion..."

"Tidak , kau ada disini ..."

"Shion..."

Aon memandang iba pada shion. Sosok itu disukai shion. Ia mengecupnya dalam dalam.

Dokter hanya memandang dari luar. Shion sudah gila!!

Begitu anggapan mereka. Bahkan shion menciumi guling di sampingnya seolah itu adalah Aon...!'

Shion memperlakukan guling itu sebagai maklhuk hidup.."

Mereka memaksa shion untuk mengikuti mereka. Meskipun shion sangat kasar. Tidak ingin berpisah dari guling yang ia anggap Aon...."

Shion memberontak ketika para dokter memeriksa dia. Apaaan dia tidak sakit...??

Dia tidak gila, mereka hanya tidak bisa melihat dia...lihat dia disana..."

"Ja--jangan...pisahkan...aku..da-"

Surr

Shion menutup matanya yang kian mengantuk. Sudah lama sejak ia bisa tidur. Dokter mengelus dadanya.

Susah sekali mengurus sosok yang depresi seperti ini.

Kini mereka bisa memeriksa shion dengan aman.

Shion tertidur pulas, pikirannya yang kacau perlahan tenang. Dia ada dihamparan bunga..."

Disana ia bertemu Aon...tetapi ia begitu jauh....."

Tidak, Aon jangan tinggalkan aku....aku...aku...pacarmu..."

Aon tersenyum ia mengucapkan kata kata tipis dari mulutnya. Dan perlahan berjalan menghilang ..."

Shion membuka matanya dan menyadari sudah ada ditempat begitu putih.

Disana hanya ada warna putih bahkan makanan yang diberikan berwarna putih.

Shion tidak memikirkan apapun, tidak ada Aon...'

Ia sudah terlalu lelah memberontak. Sehingga ia hanya duduk diam. Dia tidak percaya ia sudah kehilangan Aon untuk selamanya..."

Bahkan ia dikira gila dan depresi...."

"Aon apa yang ingin kau katakan...?"

Shion memeluk kakinya dan menguling guling kan tubuhnya.

Ia sangat merindukan Aon, ia rindu aroma. Ia rindu melakukan itu padanya...'

"Ah Aon aku akan sangat gila jika tidak bertemu denganmu....."

Shion menutup mata dan perlahan kata itu kini terdengar lagi pada telinga shion..."

Suara yang teramat ke lembut  , yang sangat ia rindukan..."

"Shion...lupakan aku ...."

Shion membuka mata dan menyadari air mata mengalir perlahan. Warnanya putih. Aku gila Aon ..."

"Kau sudah tidak ada tetapi... aku.....Aon...hiks~"

Suara itu terus menggema di ruangan putih tertutup itu.

Suara penuh kesedihan dan kehilangan yang tidak akan pernah menghilang...."