webnovel

Metamorfosa Cinta

Mereka telah membuat janji untuk bertemu dan menjalin hubungan yang lebih serius. Mereka begitu yakin bahwa 2 tahun itu adalah waktu yang sangat singkat. Mereka akan menjaga hati mereka untuk memenuhi janji itu. Jika salah satu mengingkari, mereka berjanji tidak akan menanyakan alasan apapun dari salah satu yang ingkar. Janji antar dua sejoli, Namira dan Jaelani. Dua tahun berlalu begitu cepat. Janji dari dua tahun yang lalu itu kini adalah waktunya. Pertemuan di tempat awal mereka bertemu dulu. Namun, salah satu telah mengingkari janji. Namira tidak datang saat itu, meninggalkan Jaelani yang menunggu dalam kesendirian. Entah siapa yang salah. Yang jelas, seterusnya mereka akan hidup dalam kesalahpahaman. Tak ada yang mau minta maaf lebih dulu. Jaelani juga tak berani menanyakan kenapa Namira tidak datang memenuhi janji. Mereka sudah bahagia dengan kehidupan yang mereka pilih masing-masing. Namun, pertemuan kembali setelah beberapa tahun membuat perasaan cinta mereka kembali membuncah. Di saat itu juga sifat buaya Jaelani muncul. Dia ingin memiliki lagi Namira, tanpa menyakiti istrinya? Dapatkan Kang Jae menentukan pilihan yang tepat?

Mijun_123 · Realistic
Not enough ratings
292 Chs

Mencari Namira

Jombang, 27 Mei 20xx

Kang Jae menghirup dalam-dalam udara pedesaan. Rasanya lama sekali ia tak merasa tenang seperti ini. Hiruk pikuk ibu kota ditambah udara yang berpolusi, dan kelakuan aneh cewek ular akhir-akhir ini membuat kepalanya terasa berasap. Kang Jae butuh liburan hari ini. Ia ingin menghindar dari segala sesuatu yang berbau Kim Yoona.

Bagaimana tidak? Ia yang awalnya berprofesi sebagai pengawal bos besar Kim Jaerim, berubah menjadi bodyguard putrinya yang aneh itu, Kim Yoona. Belum lagi, ia harus mengikuti ke mana pun Yoona pergi. Belanja, makan, clubbing adalah rutinitas Yoona setiap hari. Kang Jae benar-benar lelah.

Ia kini merindukan Namira-nya.

Kang Jae berjalan menyusuri jalanan pedesaan di wilayah kabupaten Jombang ini. Jalanan agak sepi dikarenakan hujan gerimis yang turun beberapa saat lalu. Ia ingin bertamu ke rumah Namira. Kang Jae berusaha mengingat jalan yang dahulu sering ia lalui.

Tak banyak yang berubah, jalanannya masih belum teraspal. Becek di mana-mana, dan kebun pisang di sisi kanan dan kiri jalan. Ini benar-benar area pedesaan, bahkan Kang Jae harus berjalan jauh dari jalan raya tadi. Tak ada transportasi umum.

Setelah berjalan kira-kira 30 menit, sampailah Kang Jae di rumah Namira. Gubuk reot yang bertembok bambu dan beratap jerami. Kang Jae mengucap salam dan memasuki rumah itu. Ia melihat wanita tua renta yang duduk di kursi, nenek dari Namira. Kang Jae tahu, selama ini Namira hanya tinggal bersama neneknya. Orang tua Namira telah meninggal. Ia selama ini menjadi tulang punggung keluarga. Namira gadis yang sangat kuat. Ia bekerja di sela-sela waktu sekolah.

Nenek tadi menyipitkan matanya. Pandangannya mengabur di usia renta ini. "Siapa ya, Nak?" tanya wanita tadi.

"Ini saya, Nek, Jaelani. Nenek ingat kan?" tanya Kang Jae sembari duduk di samping nenek tadi.

"Jaelani siapa?" Mungkin karena terlalu lama tak ke sini atau penyakit pikun nenek kambuh, ia tak mengingat Jaelani.

"Saya Jaelani, kekasihnya Namira, Nek. Namira-nya sekarang di mana?

"Namira siapa lagi?" tanya Nenek, bingung.

Sial! Kang Jae tak tahu harus menjawab apa lagi jika penyakit pikun Nenek sudah separah ini. Kang Jae memberikan oleh-oleh kepada nenek. Kemudian ia pamit. Diciumnya tangan keriput wanita tua itu.

"Cari siapa, Mas?" Suara dari ambang pintu. Terlihat seorang wanita gempal memakai daster, rambutnya dikuncir satu ke belakang. Mungkin tetangga Namira.

Kang Jae bangkit, ia menemui wanita gempal tadi. "Bu, Namira ada di mana, ya?"

Wanita gempal tadi mengernyit. Ia melihat penampilan Kang Jae dari ujung kaki hingga ujung rambut. Penampilannya begitu rapi dan terlihat seperti orang berada. "Mas belum tau, ya? Namira kan jadi TKW di Jepang?" ucap wanita gempal tadi.

"Sejak kapan, Bu?"

"Sudah beberapa bulan lalu."

Sekelebat ia melihat nenek tua tadi. "Jadi, Namira tega ninggalin neneknya sendirian, Bu?"

"Hidup ini sulit, Mas. Namira juga melakukannya karena terpaksa. Perekonomian keluarganya sangat buruk, belum lagi ia juga butuh uang untuk berobat neneknya. Ia memutuskan untuk kerja ke Jepang, ada seorang pria tampan yang mengajaknya. Nenek dititipkan kepada kami-kami, tetangganya."

Kang Jae terlonjak. Siapa lelaki yang mengajak Namira-nya itu? Ia pamit ke nenek dan tetangga tadi. "Bu, kalau Namira pulang tolong bilang Kang Jae ke sini ya. Dan serahkan ini padanya." Kang Jae menitipkan kertas kecil bertuliskan nomor telponnya.

***

Kang Jae mengopi di salah satu warkop pinggir jalan. Ia termenung memikirkan keberadaan Namira. Tanpa ia duga, ada perempuan yang tiba-tiba duduk di sampingnya. Kang Jae mengabaikannya. Ia masih tenggelam dalam kenangan bersama Namira.

"Seprit satu botol, Buk!" pesan perempuan yang duduk di samping Kang Jae.

Kang Jae menoleh. Apa-apaan ini? Ia melihat Kim Yoona yang berpenampilan lusuh. Kedua tangan Yoona menopang dagu. Ia menghembuskan napas kasar, berkali-kali. Pandangan matanya kosong. Seperti tak punya semangat hidup.

"Ngapaen lu ada di sini, heh?"

Yoona meneguk seprit yang sebelumnya ia beri bubuk, entah apa itu. Yoona menggebrak meja, ia menangis tersedu-sedu. "Huks huks ... lelaki brengsek! Aku tak akan melepaskanmu! Aku bersumpah akan membunuh dan menguliti tubuhmu! Huwaakkh bajingan kau!" teriak Yoona yang entah pada siapa.

Semua orang yang berada di warkop itu sontak menoleh ke arahnya dan Kang Jae. Kang Jae kini mendengar bisik-bisik yang terdengar seperti menyudutkannya.

"Kamu harus bertanggung jawab, Sialan!" teriak Yoona kembali.

Kang Jae kembali mendengar bisik-bisik yang menyakitkan baginya. Semua mata memandang remeh ke arahnya. Ia tak dapat membiarkan kesalah pahaman ini. Tanggung jawab apa? Menyentuh Yoona saja ia tak pernah. Kang Jae menarik paksa lengan mulus perempuan berkebangsaan Korea Selatan yang sudah lama tinggal di Indonesia itu. Ia mengajak Yoona ke tempat sepi, jauh dari orang berlalu lalang.

Mereka berada di sudut gang buntu saat ini. "Lu ngikutin gua, hah? Kenapa lu nggak bisa sekali aja biarin gua bebas, hah?"

Yoona terdiam. Ia mengusap kasar air matanya. Bagaimana ia bisa bertemu Kang Jae di sini? Sedang apa anak buah ayahnya itu ke sini? Dan apa katanya tadi? Mengikuti Kang Jae? Memangnya, Yoona tak ada kerjaan lain sehingga mengikuti anjing liar seperti Kang Jae itu? batin Yoona. Ia sebenarnya ingin mengutarakan itu, tapi ia terlalu malas. Masalahnya sudah terlalu besar, tak ada gunanya menanyakan hal sekecil itu.

"Jawab gua! Lu ngikutin gua, 'kan?" bentak Kang Jae kembali. Ia mencengkeram erat kedua lengan Yoona.

Yoona mendorong Kang Jae, menjauh darinya. Ia berlalu begitu saja, tak ingin menjawab pertanyaan dari lelaki berkumis tipis itu. Ini bukan kebetulan. Yoona memang berada di Jombang beberapa hari sebelum Kang Jae tiba. Yoona ingin menemui seseorang.

Kang Jae mengusap wajah, gusar. Ia melihat Yoona yang semakin menjauh. Perempuan itu berjalan gontai, seolah tak memiliki semangat. Tak biasanya Yoona seperti itu. Diamnya orang seberisik Yoona, perlu diketahui penyebabnya. Apa yang membuat perempuan itu seperti tadi? Hati nurani Kang Jae tergugah, ia harus mengikuti Yoona.

Dilihatnya Yoona menyebrang saat lampu lalu lintas sudah menunjukkan warna kuning. Kang Jae hanya melihat dari jauh. Tak mungkin juga seorang Yoona melakukan percobaan bunuh diri kan? Yang benar saja? Memangnya ini sinetron?

Kang Jae tertawa geli saat melihat Yoona lari terbirit-birit untuk sampai ke sebrang jalan. Sepertinya kekhawatirannya tadi sia-sia. Yoona bukan orang yang mudah putus asa. Dia perempuan yang tangguh. Dia sudah digebleng dari kecil untuk memiliki mental baja. Namun, untuk apa tadi dia menangis? Kang Jae tak pernah melihat Yoona menangis sebelumnya.

Bersambung ....