webnovel

Metamorfosa Cinta

Mereka telah membuat janji untuk bertemu dan menjalin hubungan yang lebih serius. Mereka begitu yakin bahwa 2 tahun itu adalah waktu yang sangat singkat. Mereka akan menjaga hati mereka untuk memenuhi janji itu. Jika salah satu mengingkari, mereka berjanji tidak akan menanyakan alasan apapun dari salah satu yang ingkar. Janji antar dua sejoli, Namira dan Jaelani. Dua tahun berlalu begitu cepat. Janji dari dua tahun yang lalu itu kini adalah waktunya. Pertemuan di tempat awal mereka bertemu dulu. Namun, salah satu telah mengingkari janji. Namira tidak datang saat itu, meninggalkan Jaelani yang menunggu dalam kesendirian. Entah siapa yang salah. Yang jelas, seterusnya mereka akan hidup dalam kesalahpahaman. Tak ada yang mau minta maaf lebih dulu. Jaelani juga tak berani menanyakan kenapa Namira tidak datang memenuhi janji. Mereka sudah bahagia dengan kehidupan yang mereka pilih masing-masing. Namun, pertemuan kembali setelah beberapa tahun membuat perasaan cinta mereka kembali membuncah. Di saat itu juga sifat buaya Jaelani muncul. Dia ingin memiliki lagi Namira, tanpa menyakiti istrinya? Dapatkan Kang Jae menentukan pilihan yang tepat?

Mijun_123 · Realistic
Not enough ratings
292 Chs

Lanjut Menyelidiki

"Bagaimana bisa aku menjatuhkan Utami? Aku tidak berada di atap saat Utami jatuh. Lagipula, bukankah yang menjatuhkan Utami adalah Namira, janda yang kau taksir itu?"

Aku mengernyit. Sepertinya ada yang salah dengan perkataan Gilang barusan.

"Tidak." bantahku. "Utami jatuh dari atap karena dirinya sendiri... Oh tidak, aku salah. Dia terjatuh karena ulah tangan tak terlihat yang menjatuhkannya dari atap dengan trik yang kau buat." Aku menatap tajam dirinya.

"Apa maksudmu?"

Aku tersenyum jemawa, "Kacamata adalah poin utama dari trik ini. Aku benar, kan?"

Gilang memilih untuk diam.

"Di dalam kamar Utami, ada surat yang bertuliskan atas nama Namira yang menyuruhnya ke atap. Besar kemungkinan Utami merasa tertarik untuk pergi kesana, karena pelaku yang mengirimkan memakai nama Namira, sahabat Utami."

Dia masih diam. Dia berhadapan denganku, yang memang sangat pandai memecahkan kasus. Meskipun itu semua hanya dalam novel yang kutulis. Apalagi dia membawa Namira. Sungguh bodoh, bukan?

Aku memeriksa semuanya. Aku sudah tau, dan tak ada alasan dia bisa menyangkal. Dia pikir aku tak akan memeriksa sampai ke akar? Bodoh sekali!

"Kebetulan, ah tidak! Sesuai rencanamu, Namira pun ke atas atap, karena kau tau kebiasaannya kalau aku datang berkunjung di hari Minggu, maka Namira akan ke atap untuk mengambil jaketku yang di jemurnya karena tertinggal. Baik, kembali pada Utami, secara alami dia pasti mencari Namira yang sebenarnya masih belum datang. Dia pasti berkeliling untuk mencari Namira. Dan ketika Utami berada di depan pagar pembatas, Utami melihat seseorang yang melambaikan tangan ke arahnya. Karena matanya yang tak bisa melihat jauh, Utami pun tak tau siapa yang melambaikan tangan padanya, apakah Namira atau siapa. Maka dari itu gadis itu memakai kacamata untuk melihat orang yang melambaikan tangan padanya."

"Lalu apa yang aneh?" potong Gilang, cepat.

Aku melihat wajahnya sedikit berubah membuatku menyunggingkan senyum.

"Itulah poin utamanya. Begini, bagaimana jika kita mengganti lensa kacamata Utami yang tidak cocok dengan daya penglihatannya? Utami akan kehilangan keseimbangannya karena penglihatannya yang buram membuat kepalanya pusing, kemudian untuk menyeimbangkan tubuhnya agar tidak jatuh, ia memegang pagar yang ada di depannya, tanpa menyadari bahwa pagar itu akan langsung lepas begitu di sentuh, dan itu membuatnya kehilangan keseimbangan tubuhnya dan akhirnya ikut terjatuh."

Aku terus menganalisis sambil melihat Gilang yang menunduk. Tampaknya dia sudah menyerah. Aku melanjutkan analisaku lagi.

"Kau dan Utami adalah 'teman baik' bukan? Kau sering berkunjung ke tempat Utami, jadi tidak sulit untukmu untuk mengganti kacamata Utami."

"Buktinya?" tanya Gilang. "Apa buktinya? Kau hanya menjelaskan trik yang dapat dilakukan oleh siapapun yang ada tepat di tempat yang bisa dilihat oleh Utami saat itu. Artinya, selain aku, masih ada tersangka lain, Ririn, ayahnya dan kau juga kan?"

"Mungkin kau benar. Siapapun yang ada di TKP bisa menjadi pelaku yang membunuh Utami. Pelaku harus berada di sekitar TKP karena selain untuk memancing korban agar menyentuh pagar pembatas, Pelaku harus menukarkan lensa kacamata korban," ucapku berjalan mendekat.

Aku, berjalan hingga tubuhku kini tepat di depannya dan memandangnya tajam dan dingin.

"Saat di atap, aku melihatmu menyembunyikan suatu benda yang kau ambil dari TKP ketika perhatian orang-orang tertuju kepada Namira." Aku memandang jari-jari Gilang yang diperban. "Jari-jari kananmu teriris pecahan kaca lensa itu kan?"

Gilang menyentuh jari tangannya, "Jariku teriris waktu aku belajar memasak," kata Gilang, pelan.

"Kau bohong. Jika jarimu teriris pisau, harusnya yang teriris adalah jari di tangan kirimu, bukan tangan kanan, terkecuali jika kau adalah seorang kidal. Namun nyatanya, kau bukanlah kidal. Luka di jari itu didapat saat kau mengambil secara terburu-buru pecahan kaca selagi perhatian orang-orang tertuju pada Namira. Kau tidak bisa beralasan lagi, Gilang. Menyerahlah!"

Hening. Dia hanya terdiam.

Aku menarik rambut ikalnya.

"Mengaku atau kau akan bernasib sama dengan Utami?" Ancamku.

Bersambung ....