webnovel

Calon istri

Setidaknya Ana bisa terbebas dari teror arwah istriku." Edward terus berkata kepada dirinya sendiri.

Setelah selesai membayar sebuah kamar untuk selama tujuh hari, Edward kembali menghampiri Ana yang masih saja diam tanpa ekspresi.

"Ayo, Ana aku bantu kamu masuk kamar."

Sementara Ana hanya diam saja. Tanpa menjawab ucapan Edward.

Setelah memapah tubuh Ana ke dalam kamar, Edward lantas bergerak mengambil sebuah botol air mineral. Membukanya lantas menyuruh Ana minum.

Setelah Ana minum akhirnya secara berangsur Ana bereaksi. Seolah baru saja tersadar dari tidur, Ana menangis histeris.

"Edward, aku takut, huhuhu..."

Ana masih terus menangis dalam dekapan Edward.

Sementara Edward putuskan membiarkan Ana tenang terlebih dahulu. Setelah Ana tenang barulah ia mencari tahu apa yang sudah terjadi pada kekasih hatinya.

Sudah hampir satu jam, akan tetapi buruk."

"Aku tidak percaya orang sudah meninggal dunia dapat membalas dendam."

"Sekarang abad modern. Aku sama sekali tidak pernah dengan cerita dongengmu, Ana!"

"Sudahlah tidak usah berpikir yang tidak-tidak."

"Kamu mungkin terlalu banyak nonton film horor."

"Makanya jadi paranoid seperti sekarang ini."

"Astaga Edward, kamu malah anggap aku bercanda?"

Ana jadi kesal karena Edward sama sekali tidak percaya dengan penjelasan yang telah ia berikan.

"Jika kamu tidak ingin mencari bantuan dukun sakti, biarlah aku cari sendiri." Ucap Ana dengan rasa kesal memuncak.

Sementara itu di kerajaan Erky

Hai cantik kamu kok datang tidak beritahu aku terlebih dahulu?" Tanya Erky. Sang pangeran heran dengan kedatangan tak terduga belahan jiwanya.

"Aku datang lebih awal karena pemberitahuan paman Jasper."

"Oh." Jawab pangeran Erky singkat.

"Cepat katakan kepadaku. Berita apa yang Jasper sampaikan kepadamu, sampai kamu datang dengan tergesa menemuiku?"

"Berita perihal lamaranmu, Pangeran."

"Huh, awas saja si Jasper."

"Aku akan berikan dia hukuman."

"Sebelumnya aku sudah memberitahu supaya Jasper tidak membocorkan rahasia kepadamu."

"Aku sendiri jadi heran mengapa sekarang Jasper tidak bisa menjaga rahasia." Keluh Pangeran Erly dengan raut wajah kesal.

"Aku mohon jangan menghukum paman Jasper."

"Dia sama sekali tidak bersalah."

"Sebenarnya akulah yang salah. Karena sudah menceritakan tentang kisah kita berdua." Ucap Serenety dengan nada menyesal.

Mendengar penjelasan Serenety rasa amarah Erky seketika mereda.

"Pangeran, apa rencana pernikahan kita berdua tidak bisa di undur?"

"Kenapa kamu berkata seperti itu, Serenety?

"Apa kamu tidak ingin menikah denganku?"

"Atau kamu tidak benar mencintaiku?"

"Kamu hanya jadikan aku sebagai alat membalas dendammu?"

"Bukan seperti itu, Pangeran."

"Aku sama sekali tidak bermaksud mempermainkan ketulusan hatimu."

"Hanya saja aku masih ingin menuntaskan rasa dendam kepada Edward dan Ana."

"Sekiranya pangeran mengijinkan, aku ingin memberikan pelajaran kepada mereka berdua sebelum menikah denganmu."

"Apa benar hanya sekedar balas dendam saja?"

"Bukan karena kamu masih mencintai suamimu?"

"Iya, Pangeran. Aku hanya ingin balas dendam."

"Aku punya satu solusi. Edward biar prajurit kerajaanku bawa ke dunia kegelapan."

"Kamu akan lebih leluasa memberikan dia pelajaran di sini."

"Bagaimana Sayangku?"

"Aku setuju saja pangeran. Hanya saja aku ingin membuat Ana menyesali perbuatan jahatnya kepadaku."

"Aku ingin Ana tetap tinggal di alam dunia."

"Aku ingin membuat dia ketakutan seumur hidup."

"Serenety sayang, sebelum kamu memintanya aku sudah menyuruh beberapa orang prajuritku supaya mengerjai perempuan itu."

"Benarkah demikian pangeran?"

"Bolehkah aku melihat Ana secara langsung?"

"Tentu saja boleh, calon istriku."

"Begini saja pangeran, sebelum menikah aku ingin antara kita berdua membuat sebuah perjanjian."

"Katakan saja apa yang harus aku lakukan untuk membuatmu bahagia, Serenety sayang?"

"Aku ingin sesekali kamu ijinkan turun langsung mengerjai Ana."

"Tentu saja lakukan apapun yang buat kamu merasa bahagia dan lega." Jawab pangeran Erky sedikit pun tidak mengalihkan pandangan dari calon istrinya.

"Bagaimana dengan orang tua Eliz?"

"Bukankah aku menggunakan media jasad Eliz sebagai inang hidup?"

"Nanti aku pikirkan sayang."

Hmm, baiklah kalau begitu."

"Pangeran, apakah kamu mengijinkan aku kembali ke dunia manusia?"

"Tentu saja boleh tapi sebelum ini, bunda ratu ingin menemuimu."

"Baiklah pangeran."

Di dunia manusia:

Ana dan Edward masih terus berdebat. Masing-masing tetap mempertahankan argumennya.

Karena penjelasannya tidak direspon oleh Edward, buat Ana jadi kesal.

Ana putuskan rebahkan diri pada sebuah Spring bed sebelah kanan. Membiarkan Edward masih duduk termangu pada spring bed lainnya.

Karena kesal dan merasa lelah Ana putuskan memejamkan mata. Dalam hitungan detik ia pun terlelap.

Ana mengira dengan pindahnya dia dari kediaman Eliz, hidupnya akan tenang. Sayang sekali saat ia mulai memejamkan mata, saat itu pula teror tak kasat mata mulai menghampirinya.

Beberapa menit saat Ana mulai memejamkan mata, perempuan pemilik rambut lurus sebatas bahu tiba-tiba saja mendadak ia merasakan, detak jantung berpacu semakin cepat dari biasanya.

"Loh, bukankah baru saja aku merebahkan diri di atas tempat tidur?"

"Aku di bawa Edward pergi ke sebuah penginapan."

"Tapi mengapa sekarang berada di sini?"

"Sepanjang mata memandang hanya pepohonan besar."

Ana masih terus sibuk dengan pikirannya sampai tidak menyadari sebuah tubuh dingin telah memeluknya dengan erat.

Ana tersadar setelah merasakan kulit lengannya perih tergores oleh benda tajam.

Saat itu juga Ana hampir saja pingsan ketika menyadari, sesosok pocong dengan kedua belah tangan tersembul keluar sedang memeluk erat tubuhnya.

"Kamu akan jadi pengantinku..." Ucap babang pocong berbisik tepat di daun telinga Ana.

Tidak, aku tidak mau."

"Lepaskan aku..."

Saking merasa takut tubuh Ana jadi kaku sama sekali tidak dapat digerakkan. Di tambah aroma busuk menyengat memenuhi indera penciumannya.

"Besok aku akan segera menikahimu, Ana."

"Bersiaplah..."

"Kamu sungguh cantik calon pengantinku."

"Tidak, lepaskan aku."

"Aku tidak Sudi jadi pengantin wanitamu."

Sementara itu Edward terbangun dari tidur terganggu oleh suara berisik berasal dari kamar mandi.

"Ah, kenapa Ana selalu buat tidurku tidak pernah nyenyak?" Gerutu Edward dengan mata memerah, rambut berantakan terbangun dari tidur.

Saat Edward membuka pintu kamar mandi, tepat saat itu pula ia menyaksikan sesosok pocong lelaki dengan kain kafan berlumuran cairan merah tengah mendelik tajam ke arah Ana.

Ada sesuatu terlihat aneh. Entah kapan Ana telah mengenakan gaun pengantin. Sayang sekali gaun dikenakan Ana terlibat kusam. Noda bekas lumpur memenuhi sebagian besar pakaian Ana.

Meskipun lelaki, saat bertemu dengan sosok tak kasat mata buat nyali Edward seketika menciut.

Tubuh Edward jadi gemetaran. Pikirannya mendadak buntu. Dia tidak tahu harus berbuat apa.

Edward putuskan untuk meninggalkan Ana.

"Saat ini keselamatanku jauh lebih utama daripada memikirkan Ana."

"Aku belum ingin mati muda."

"Masih banyak cita-cita yang belum aku raih."

Termasuk menjadi orang kaya dan menguasai harta peninggalan almarhumah istriku dan Eliz."

Dengan perlahan Edward menutup kembali pintu kamar mandi.