webnovel

Menjamah Rasa

Inara Mentari dan Rey Panduta telah bersahabat sejak mereka berusia sepuluh tahun. Tiga tahun lamanya terpisah oleh jarak sampai akhirnya mereka kembali dipertemukan di salah satu SMA ternama. Kematian Gewa membuat hari-hari Nara begitu hitam dan gelap. Berbalut luka dan sisa kenangan diantara mereka berdua. Lama dalam kehilangan, seseorang hadir mengetuk lembut perasaan yang sudah lama terkunci. Cinta yang membuat satu hati mati karena membiarkan sang pujaan pergi. Ada beberapa manusia yang mencoba meluluhkan hati Nara. Pada siapa Nara menjatuhkan hatinya? Akankah keduanya bersatu?

irmayaerdaa · Teen
Not enough ratings
4 Chs

Euforia Rasa

Mentari pagi bersinar cerah di SMA Nusa Bakti. Ribuan siswa berbaris rapi di sebuah lapangan yang menghadap ke arah mimbar tempat kepala sekolah berdiri. Setelah diterima di SMA ternama, Nara menjalani serangkaian masa orientasi siswa selama 3 hari. Pita berwarna kuning terang yang mengikat rambut ikal itu,nampak tak senada dengan tas yang terbuat dari goni berwarna kelabu. Diikatnya sebuah tali berwarna tak sama pada sepatu hitam milik Nara dan tak lupa sebuah nametag terbuat dari kerdus yang dibalut karton berwarna menyala memampang identitas diri. "aku ini nampak gila!"batin Nara.

3 hari yang membuat jantung berdebar itu kini usai. Tak ada lagi teriakan dari senior yang menggangu telinga. Tak ada lagi siswa yang sengaja dikerjai disuruh bernyanyi keras di depan siswa lain juga harus di push up karena melakukan kesalahan. Semua yang menjengkelkan, berhasil Nara lalui dengan baik bersama teman barunya Risa,Vida dan Renata.

Suara lantang komandan upacara pagi ini menggema seisi sudut sekolah yang di dominasi warna hijau. Nara menghirup udara segar pagi ini. Tak sengaja,Nara menoleh ke arah barisan yang berjajar di sebelah kanan dirinya. Agaknya,siswa di tempat barunya kini begitu ramai sehingga mampu memenuhi lapangan utama yang luas tersebut. Alangkah terkejutnya Nara saat matanya mendarat tepat di tatapan sang arjuna yang tak sengaja ia lihat di kafe milik Elena kemarin saat bersama Uta. Nara lekas memalingkan pandang saat mata indah itu menatap dirinya balik. "astaga,sial! Jadi gugup gue" batin Nara. Nara kembali menatap ke arah mimbar memasang telinga untuk mendengar petuah yang di berikan oleh kepala sekolah yang bertubuh tinggi besar kontras dengan kumis melintang menghias bibirnya.

Nara berbaris tepat pada deretan ke dua di belakang Risa. Rupanya,teman sekaligus saudaranya itu mulai menunjukkan aksi kepada sang komandan upacara yang bertubuh proposional begitu menawan. Memang terlihat manis terlebih kumis tipis menghias bibirnya. Nara menatap Risa yang kebetulan bersebelahan dengan Renata semakin salah tingkah oleh ketampanan komandan upacara pagi ini.Bahkan, Risa terus mencolek Renata yang juga kian terpana di hari ke 4 mereka bersekolah di sana.

Nara hanya menggelengkan kepala menyaksikan polah teman barunya. Di samping,Vida tetap fokus menatap kepala sekolah yang masih saja berkicau padahal sudah 40 menit mulutnya tak henti mengoceh nyaris berbusa. Sesekali Nara menginjak sepatu Vida sinyal agar temanya itu tak sampai tertidur mendengar dongeng dari kepala sekolah pagi ini. "Vid,lu gak bosen dengerin dongeng sepagi ini?"bisik Nara. "Menurut lu? Asli ra,gue pegel banget" jawab Vida jujur. "Iya nih, kapan sih selesai? Udah 40 menit vid, bayangin"

Obrolan antara Nara dan Vida terhenti saat mata kepala sekolah melotot ke arah mereka. Nara dan Vida kini menunduk tak mau jika sampai dirinya dan Vida harus menanggung resiko jika harus kedapatan mengobrol saat upacara bendera berlangsung lalu berdiri di depan dan di saksikan banyak orang yang menjadi konsekuensi.

Upacara yang semula hening,harus terusik saat salah satu siswa perempuan jatuh pingsan. Semua mata tertuju ke arah perempuan tersebut sepertinya siswa kelas 11 yang muka nya nampak begitu pucat sekali. Para petugas PMR segera menandunya ke luar lapangan di susul beberapa orang temannya yang kini memasang raut panik. Nara memilih mencari Uta sahabatnya yang tak terlihat dilautan manusia. "Dimana anak itu?" Tanyanya di kepala.

***

Tepat pukul 8 lebih mereka baru selesai melangsungkan upacara bendera pagi ini. Semua berhamburan saling menabrak satu sama lain untuk keluar dari area lapangan yang sedari tadi membakar tubuh mereka. Nara,Risa,Vida dan Renata memilih untuk berhenti tepat di bawah pohon mangga yang sudah berbuah meski tak banyak.

Tersisa 10 menit lagi untuk sekedar rehat dari panasnya sengatan matahari kali ini sebelum bel masuk berbunyi. Mereka berempat memilih untuk kembali ke kelas segera. Renata dan Risa yang kebetulan berbeda kelas dengan Vida dan Nara, memilih untuk membeli minum di kantin yang sesak karena di padati siswa yang kehausan karena terlalu lama berdiri. Sementara Nara dan Vida,berjalan menuju kelas 10 sosial. Mereka berempat berpisah tepat di depan sebuah koridor kelas yang memanjang.

Saat tengah melewati deretan kelas yang begitu ramai oleh ocehan siswa,entah mengapa semua mata tertuju pada Nara yang memang pemilik wajah cantik. Kecantikan yang ia punya,seolah diwarisi oleh sang mama. Pernah satu waktu,sang mama menceritakan masa remajanya dimana semua laki-laki satu sekolah dengannya saat itu hampir menggilai nya sampai tak sedikit dari mereka kerap berkelahi satu sama lain karena takut wanita pujaan nya jatuh ke pelukan laki-laki lain. Nara selalu mendapat nasehat sederhana dari sang mama dari kisah yang baru saja di ceritakan semalam itu saat mamanya menelpon nya.

Nara yang mulai tumbuh menjadi perempuan berparas rupawan kerap kali mendapat siulan dari laki-laki yang usil terhadap dirinya. Nara bukan anak yang pendiam,hanya saja dirinya andal dalam menempatkan sebuah sikap di depan orang baru. Tak jarang, beberapa orang yang tak suka dengannya selalu menceritakan hal buruk tentang dirinya.

"Kenapa mereka mandangin gue kayak gitu sih vid?" Tanya Nara bingung. "Gak tau ra,mungkin karena lu cantik" jawab Vida santai. "Hah! Risih banget gue sumpah. Buruan deh kita jalan nya" ajak Nara.

Saat mereka melewati ruang UKS putri,tak sengaja Nara melihat ke dalam ruang dari jendela yang kebetulan tak tertutup oleh gorden. Terlihat beberapa orang guru dan 2 orang siswa yang tengah terduduk dengan muka yang panik menemani seseorang yang masih belum sadarkan diri sejak upacara berlangsung tadi. Dari arah lain, Uta berlari terengah sembari membawa sebotol air memasuki ruang UKS itu. Bahkan,Nara yang berada tepat di depannya pun di abaikan  dan Uta memilih cepat membuka sepatunya dengan tergesa.

"Kenapa tuh cwok?" Tanya Vida. "Entahlah" jawab Nara pelan.

***

Pelajaran matematika menutup hari ke 4 di sekolah barunya. Bel terdengar nyaring pertanda waktu pulang telah tiba. Nara menunggu Uta di depan gerbang utama sekolah barunya. Banyak wajah baru yang kini tersenyum kearahnya. Nara sontak balik tersenyum ke arah mereka meski tak tahu mereka siapa. Satu hal yang pasti,apa susahnya menyunggingkan senyuman manis untuk semua orang agar terkesan ramah kala di pandang. Hari ini Vida tak menemani Nara untuk sekedar menunggu Uta. Vida pulang lebih dulu sebab kakaknya mengalami kecelakaan mobil. Sementara Risa dan Renata,tak terlihat sejak mereka berpisah pagi ini. Dengan terpaksa,Nara menunggu Uta sendiri di depan sebuah gerbang yang ramai oleh orang yang berlalu lalang. Nara memainkan ponselnya sembari menunggu Uta yang belum juga tiba. Di ketiknya beberapa pesan untuk sahabatnya namun tak kunjung mendapat jawaban. Nara kini mulai geram dengan sahabatnya yang akhir-akhir ini lebih sering terlambat menemui Nara. Aneh rasanya saat Nara harus terbiasa dengan perubahan yang terjadi pada diri Uta. Nara menatap jalanan yang mulai sepi karena siswa yang lain telah kembali kerumahnya masing-masing. Sementara dirinya masih menunggu Uta yang tak tau kemana ditemani  2 gelas ice tea yang sengaja ia beli untuknya juga Uta.

Segelas ice tea masih utuh tanpa ia sentuh. Sementara es batu seolah meluruh karena termakan waktu. Sudah hampir setengah jam ia menatap landai gerbang hitam itu hanya ada petugas keamanan sekolah dan beberapa orang yang bernasib sama seperti dirinya. Dari dalam gerbang, sekumpulan orang berjalan dengan tawa yang nyaring terdengar. Mulutnya seolah tak henti menyuarakan cloteh jenaka yang membuat suasana diantara mereka begitu pecah jadinya. Nara kini memandangi langkah mereka. Betapa terkejutnya ia kini sembari memalingkan muka "pffftttt,ya tuhan.. itu kan? Iiii..tu?" Sebelum kalimat itu keluar dari bibir mungilnya seseorang menghampiri Nara yang sejak tadi hanya ditemani sepi. "Hai,lu yang kemaren nonton performance band gue kan di kafe elena?" Tanya seseorang bermata bulat itu. "Hai,ii..yaa" jawab Nara gugup. "Aduuuuuh,mampus deh gue kenapa sih dia nyamperin gue tiba-tiba gini?" Batin Nara. "Lu lagi nunggu siapa? Boleh gue duduk disebelah lu?" Pintanya. "Haaa?" Tanya Nara kaget. "Boleh gak.." "udah bro ngapain sih lu gangguin anak baru kasian tuh dia jadi salting gitu" ujar salah seorang pria yang berwajah cerah itu.

Tiba-tiba, salah satu diantara mereka menarik paksa tangan sang arjuna yang baru saja berusaha mendekati Nara. Ke tiga temannya pun ikut menyeret sang arjuna agar menjauh dari tempat Nara berada. Dari arah yang kini mulai jauh,sang Arjuna berteriak ke arah Nara yang sampai detik ini hanya terdiam menatap langkah sang Arjuna. "Gue Reksa"

Reksa ... Lirihnya.

Tanpa Nara sadari,kini Uta sahabatnya itu sudah berdiri disamping sebuah kursi yang Nara duduki. Entah sejak menit ke berapa ia berada disana. Satu hal yang pasti Nara teramat kesal saat ini. "Woii! Bengong aja lu" ucap Uta. "Lho,ta sejak kapan lu ada disini? Asli lu lama bgt!!" "Sejak anak band itu bilang kalo nama dia Reksa" "oh gitu ya? Terus?" Tanya Nara menyelidik. "So? Apa sih Nara" "ish Uta! Lu emang nyebelin banget sih jadi orang" "biarin, harusnya lu bilang makasih ra sama gue" "makasih buat? Jelas-jelas lu ngaret banget sampe bikin gue nunggu ta" "ya,ada baiknya juga ra gara-gara gue telat kan si Reksa jadi ngenalin dirinya gitu ke lu hahahaha" "eh iya sih ta,rasa kesel gue ke lu kayaknya hilang pas gue tau nama dia huuuuuuu" "dasar lu labil" ujar Uta sembari menyentuh anak rambut Nara. "Ish ta,jangan mainin rambut gue"

Mereka berdua kini berjalan ke arah sebuah area parkir yang tak jauh dari sekolahnya itu. Nara terus mengoceh tentang pengalaman di hari ke empatnya bersekolah di SMA barunya. Mulai kejadian yang memalukan karena terlambat masuk kelas hingga keceriaan teman barunya yang mampu membuat Nara nyaman berada disana. Berbeda dengan Nara,Uta kini lebih banyak menutup suara. Entah hal apa yang membuat sahabatnya itu terlihat murung hari ini. Nara menatap matanya,seolah menggambarkan raut sedih di didalamnya. Tapi Nara enggan berkomentar hanya memelankan langkah menatap sahabatnya berjalan satu langkah di depan matanya.

***

Nara menjatuhkan diri di atas sebuah ranjang empuknya. Menatap langit-langit kamar yang menampilkan paduan warna yang ia suka. Ada mentari di sana,diatas sebuah langit tinggi berwarna biru cerah diatasnya. Nara selalu menyukai langit-langit kamarnya sembari mengingat kembali kejadian yang ia alami hari ini. Bibir mungil itu mengembangkan senyum indah, membalikan tubuh ke arah meja yang terdapat beberapa tangkai bunga pemberian uta di dekat sebuah jendela. Bunga itu terus tumbuh diantara hari yang kian berbunga. Tentang sang Arjuna juga Uta.

Mengingat namanya membuat Nara seolah mabuk dibuatnya. Wajahnya seolah menjadi candu baru di hidupnya. Reksa ya Reksa namanya.

Sementara ruang hatinya yang lain mengatakan bahwa ada beberapa tanya yang harus menemui jawab segera. Tentang Uta yang tak seperti biasanya seolah menghadirkan penasaran yang tak ada duanya.

Euforia rasa melengkapi hari Nara. Pada satu waktu ia bertemu bahagia secara percuma lalu secara tiba-tiba hilang dalam sekejap mata lewat tanya yang singgah untuk sahabatnya. "Aneh banget Uta, jangan-jangan dia lagi nutupin sesuatu nih dari gue. Ah sudahlah" batinya.

Nara menoleh ke arah jendela kamar, nampak gerimis turun membasahi kaca jendela bergorden putih itu. Nara  menghirup aroma tanah saat hujan tiba. Harum, menenangkan. Pada menit ke 10 ia memikirkan Uta dan Reksa seketika kantuk menepi menjemput indahnya mimpi.

Nara terlelap..

Dalam rengkuhan hujan yang kini jatuh menderas.