webnovel

Menjadi Kaya di Zaman Kuno

Yan Mao seorang pembisnis jenius, seorang perawan tua pada usia 30 tahun. Ketika dia dalam perjalanan bisnis. Pesawat yang dia tumpangi mengalami kecelakaan dan akhirnya masuk ke laut. Pada saat itu pesawat penuh dengan air dan pada akhirnya Yan Mao kehabisan napas dan dia mati. Hal yang paling dia sesali adalah dia sangat pemilih dengan pasangan, meskipun dia gay, estetika pilihannya pada pria sangat tinggi. Dia sombong dan akhirnya dia masih perawan. Sungguh sial mati dalam keadaan perawan. Namun Ketika dia berpikir bahwa dia akan berada disurga, pertama membuka matanya, dia menemukan seorang anak kecil menangis memanggilnya Daddy. Setelah mendapatkan ingatan Kembali, dia tercengang. Dia bahkan belum bisa menerima apa itu Ger (pria yang melahirkan) dan bahkan tubuh ini sudah melahirkan putra kembar. Aku ingin pingsan dan mati sekali lagi.

Harazuki26 · LGBT+
Not enough ratings
451 Chs

Chapter 20 : Ger Wen Sembuh

Setelah berjalan selama satu jam, Tukang Zhang memperhatikan dengan hati-hati istrinya. Ini pertama kalinya dia melihat senyuman yang terus muncul di wajah istrinya. Sejak dia sakit, wajahnya selalu pucat seperti tidak ada darah sama sekali.

Karena Ger Mao sudah lebih dari setahun berada di rumah dan tidak keluar, kulitnya lebih putih, ditambah dia sering sakit. Jadi masih terlihat pucat. Beberapa orang yang lewat, mereka segera memandang aneh Tukang Zhang dan istrinya.

"Bukankah itu Tukang Zhang? Disampingnya itu istrinya, kan? Bukankah dia sedang sakit? Kenapa dia berjalan-jalan?" kata salah satu penduduk desa.

Penduduk yang lain segera berbicara, "Mungkin mereka sedang menikmati sore. Lihat istrinya, kudengar dia selalu sakit, tapi sekarang meskipun kulitnya sangat pucat, namun dia terlihat lebih bahagia."

"Dia juga terlihat lebih Muda dan cantik." Kata pria yang lain. Salah satunya menyenggolnya. "Kamu sungguh tidak tahu malu mengatakan ini, jika istrimu mendengarnya, aku yakin kamu akan menderita di rumah."

Pria itu segera marah. "Aku hanya mengatakannya, bukan berarti aku langsung menyukainya. Kalian berbicara omong kosong. Sayang sekali, Ger cantik seperti itu mau dengan Tukang Zhang, jika dia bersamaku, dia tidak akan sakit seperti itu."

Beberapa pria terlihat ketakutan, dia menatap kearah temannya. Pria itu menatap kearah mereka. "Ada apa?"

Mereka segera berbisik. "Istrimu ada dibelakangmu!"

Pria itu, "..." Kenapa kalian tidak mengatakannya padaku sebelum aku berbicara omong kosong?

Ger itu menatap kearah suaminya. "Oh, jika dia memilihmu. Dia tidak akan sakit seperti itu. Kamu sampah."

Pria itu segera di tarik telinganya. "Istri, Istri, kamu salah paham."

"Salah paham? Aku akan mengajarimu. Kamu adalah orang yang salah paham." Ger itu menyeret telinga suaminya. Beberapa temannya merasa kasihan, untungnya Istri mereka tidak segalak Istri pria itu.

Jika tidak, mereka yakin mereka juga akan mendapatkan pengalaman seperti pria itu. Melihat bagaimana temannya diseret seperti itu oleh istrinya. Mereka merasa malu untuknya.

_____

Beberapa penduduk desa yang melihat kearah Tukang Zhang, beberapa menyapanya sebagai teman lama. "Tukang Zhang, kamu berjalan-jalan bersama istrimu?"

Tukang Zhang tersenyum senang, setelah 1 jam. istrinya tidak menderita sakit sedikitpun. Kecuali kakinya lelah, dia tidak mengeluh apapun. Ini membuat Tukang Zhang merasakan keajaiban.

Dia menyapa beberapa penduduk. "Ya, kami berjalan-jalan sebentar. Kami akan kembali."

Penduduk desa tersenyum. "Sepertinya Istri Saudara Zhang sudah sembuh."

Tukang Zhang tertawa lebih lebar. "Aku merasa sangat beruntung, istriku sembuh dengan baik. Kalau begitu, kami akan pergi lebih dulu."

Beberapa penduduk menyapa mereka berdua. Lalu setelah Tukang Zhang dan istrinya menjauh. Mereka segera bergosib. Tukang Zhang mengenggam tangan istrinya. Ger Wen tersenyum sepanjang jalan.

"Suami, senang rasanya bisa sembuh."

"Ya, aku senang kamu bisa sembuh." Tukang Zhang mengenggam erat tangan istrinya. Ger Wen tersenyum. Namun sedikit terlintas keanehan dipikirannya. Dia ingat bahwa sebelum dia pingsan, Ger Mao memasukkan sesuatu pada gelas airnya. Lalu menyuruhnya untuk meminumnya.

Pada saat itu tubuhnya sudah diambang kesadaran, jadi dia tidak berpikir apakah itu nyata atau tidak. Tapi yang tidak dia bisa hindari adalah Ger Mao sudah membantunya. Tukang Zhang menatap istrinya. "Istri, Ger Mao membawakan sesuatu untuk kita. Kamu harus mencobanya."

Sang Istri tertawa kecil. "Oke, suamiku."

Ketika Yan Mao kembali, dia melihat bahwa Ger Mi datang ke rumahnya. Yan Mao tersenyum."Apakah kamu sudah menunggu lama?"

Ger Mi menggelengkan kepalanya. "Tidak sama sekali."

Yan Mao menatapnya, "Ger Mi, kupikir besok kamu akan menyelesaikannya. Kenapa begitu cepat?"

Ger Mi menggelengkan kepalanya. "Karena kupikir besok kamu akan pergi pagi-pagi sekali, jadi aku mengantarkan pakaiannya hari ini. Ini dia barang-barangmu."

Yan Mao menerimanya dan pergi masuk ke dalam, dia mengambil uang 35 sen dan mengambil keranjang bambu. Memasukkan selai mulberry dan memberikannya ke Ger Mi. dia tersenyum. "Ger Mi, ini adalah bayarannya dan ini ucapan terima kasih dariku."

Ger Mi menatapnya, "Apa ini?"

"Ini disebut selai mulberry, ambil dan bawalah." Ger Mi menganggukkan kepalanya dan mengucapkan terima kasih pada Yan Mao. Keduanya berpisah, ketika Yan Mao masuk, Daddy Yan menatapnya.

"Kamu kembali? Kenapa kamu begitu lama?"

Yan Mao tersenyum, "Hanya masalah kecil. Aku berada disana. Oh Daddy, aku akan pergi mengantarkan selai ini pada Tong Ge'Er."

Daddy Yan menganggukkan kepalanya. Yan Mao mengemaskan keranjang dan memasukkan selai ke keranjang. Dia pergi ke rumah Ger Tong. Ketika dia mengetuk pintu, Ger Tong kebetulan sedang membersihkan kebunnya.

Dia membuka pintu dan tersenyum. "A-Mao, apa yang membawamu ke sini?"

Yan Mao memberikan selainya. "Tong Ge'Er, ini adalah selai yang kubuat. Kamu dan keluargamu harus mencobanya."

Ger Tong tersenyum. "Terima kasih, A-Mao. Aku yakin suamiku akan menyukainya."

Yan Mao menganggukkan kepalanya. "Kalau begitu, aku akan kembali ke rumah, Tong Ge'Er."

Ger Tong melambaikan tangannya, dia tersenyum. Matanya melihat kearah keranjang. Seketika dia merasa bahwa Ger Mao sudah sangat mandiri.

Yan Mao kembali dan mendengar Daddy Yan dan Ayah Yan sedang bercerita. Daddy Yan terlihat lebih simpatik. Dia menatap kearah putranya. "A-Mao, kamu kembali?"

"Daddy apa yang terjadi?"

"Apakah kamu ingat kemarin kamu memberikan permen pada anak Ger Shen?" ketika Yan Mao mendengarkan itu, jantungnya tanpa sadar bergetar. Yan Mao menganggukkan kepalanya. "Daddy apa yang terjadi?"

Daddy Yan menghela napasnya dengan lembut. "Daddy mertuanya memarahi menantunya dengan sangat parah, bahkan Ger kecil itu dipukuli. Sungguh kejam."

Yan Mao mengepalkan erat tangannya. Dia bersyukur karena bisa memisahkan diri dari keluarga Song. "Mereka akan mendapatkan karma-nya di masa depan."

Ayah Yan menghela napasnya dengan lembut. "Jadi untuk sementara kamu jangan berhubungan dengan keluarga Song. Mereka bukan hal yang baik."

Yan Mao menganggukkan kepalanya. "Aku tahu Ayah. Kalau begitu aku akan memasak untuk makan malam. Daddy, Ayah mengobrollah."

Daddy Yan berdiri. "Apakah kamu membutuhkanku?"

Yan Mao tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Daddy, ini hanya memasak tidak ada masalah sama sekali. Daddy mengobrol saja."

Lalu dia pergi ke dapur setelah selesai berbicara. Daddy Yan dan Ayah Yan berpandangan. "Suami, tidakkah kamu berpikir bahwa A-Mao terlalu banyak berubah?"

Ayah Yan menganggukkan kepalanya. "Tapi aku senang dengan perubahannya sekarang. Dia jauh lebih ceria dari sebelumnya."

Daddy Yan menganggukkan kepalanya. Dia menatap suaminya dan berkata, "Suami, apakah kita akan tinggal disini?"

Ayah Yan tersenyum, "Kamu selalu mengeluh karena rumah terlalu sepi. Sekarang berada di rumah putra dan cucu-mu kamu ingin kembali?"

Daddy Yan memerah karena malu. "Aku tidak mengatakan untuk kembali, aku senang berada di sini. Cucu-cucuku sangat manis dan patuh. Tentu saja disini lebih ramai."

Ayah Yan tersenyum, "Dan juga jika tinggal disini, kita tidak perlu terlalu jauh ke sawah."

Daddy Yan menganggukkan kepalanya dan setuju. Yan Mao membeli teh dan menyuruh Ayah dan Daddynya untuk minum teh setiap kali mereka mengobrol.