webnovel

Suami Mumut (2)

Mumut menyelesaikan pekerjaannya lebih dulu akhirnya pamit pada Harti karena mau konsul proposal skripsinya. Mumut sedang baru saja berganti pakaian saat Bian memberitahunya kalau Pak Arya sudah menunggunya di bawah. Mumut meminta pada Bian agar Pak Arya menunggunya di luar kantor, beberapa ratus meter dari halte di depan. Bian tidak menyetujuinya bahkan meminta Mumut untuk menuju tempat parkir

miliknya. Meski tidak setuju, Mumut tidak bisa membantah perintah Bian. Mumut segera ke lift dan menuju ke lantai dasar, sebuah mobil mewah berwarna hitam telah menantinya, rupanya Pak Arya telah mengganti mobil untuk mengantarnya ke kampus.

Pak Arya terkejut saat Mumut membuka kursi penumpang di sebelah kemudi, dia meminta Mumut untuk berpindah ke belakang tetapi Mumut menolaknya.

Sampai di kampus, Mumut segera ke ruang dosen dan menanyakan keberadaan dosen pembimbingnya. Seorang dosen lainnya memintanya menunggu karena dosen pembimbingnya sedang mengajar. Mumut hanya bisa mengangguk dan berjalan menuju kursi yang ada di belakangnya. Mumut menghubungi dosen pembimbingnya tapi tak diangkat, kemudian dia mengirim pesan dan sepuluh menit kemudian datang balasan yang menyuruhnya untuk menunggu.

Cukup lama Mumut menunggu, sekitar satu jam dia duduk di situ ketika Mumut melihat sosok Andika yang berjalan ke arahnya. Mumut menunduk, merasakan debaran di dadanya yang bertambah cepat.

"Mut," suara lembut Andika membuatnya terlonjak. Mumut mendongak dan mendapati wajah tampan itu berada tak jauh darinya, tengah menatapnya.

Oh, maaf, maaf. Aku tidak bermaksud mengejutkanmu." kata Andika, " sudah lama di sini?"

Mumut mencoba menekan getaran dadanya, dia berusaha untuk tersenyum senormal mungkin.

"Baru sekitar 1 jam."

"Sudah ketemu dosen?"

Mumut menggeleng, dadanya semakin berdebar saat Andika meletakkan dirinya di kursi yang berada di sebelah Mumut. Mumut bernafas dengan sangat lambat. Dia tersenyum kecil.

"Kamu mau ketemu dosen juga?" tanya Mumut sambil berusaha menghindari tatapan Andika.

"Iya, suruh nunggu lima belas menit lagi,"

"Oh.. "

Ponsel Mumut berdering, dia melihat ke layar ponselnya dan melihat ada nama Bian di sana. Mumut segera mengangkatnya. Setelah berbasa-basi sejenak. Bian kemudian bertanya pada Mumut, "Sudah selesai konsulnya?"

"Belum,"

"Dosennya sudah dihubungi?"

"Sudah."

"Kabari aku bila sudah selesai, pak Arya baru mengantar ibu pulang dari rumah sakit."

"Baik.."

Mumut menutup telponnya, senyum menghiasi bibir indahnya. Mumut bersyukur dalam hatinya karena Bian begitu memperhatikan ibunya, dia tak bisa membayangkan bagaimana nasibnya seandainya dia tak mendatangi Bian waktu itu.

"Lagi bahagia, ya? Kok senyum-senyum sendiri."

Mumut menoleh dan merasakan jantungnya berdebar. Andika! Sekejap tadi dia melupakan kehadiran cowok itu saat Bian menelponnya.

"Hmmm," Mumut tersenyum sembari mencoba meredam debaran di hatinya. Dia sudah punya suami sekarang dan dia tak bisa mengabaikan suaminya.

Mumut segera menghela nafas panjang saat dosen pembimbing Andika datang dan cowok itu segera berdiri untuk menemuinya. Andika berpamitan sebelum dia menemui dosen pembimbingnya, Mumut hanya mengangguk sambil tersenyum.

Mumut kembali sendirian di ruangan itu, dia membuka ponselnya untuk membaca berita, beberapa notifikasi muncul di ponselnya dari sebuah aplikasi chat yang sangat popular, isinya cukup menarik perhatian Mumut.

Mumut segera membuka grup chat yang isinya sudah ribuan karena dia sudah lama tak membukanya. Mumut langsung menggeser pesan ke bagian paling bawah dan menemukan dua kata yang paling banyak dengan kata sama yaitu 'suami Mumut.' Karena penasaran Mumut menggeser pesannya ke atas dan menemukan sebuah pesan gambar dengan caption sama. Gambar itu mengawali chat tentang suami Mumut hingga ratusan jumlahnya. Mumut mendownload foto tersebut untuk melihat gambarnya dengan jelas. Mumut tak bisa menahan senyumnya saat melihat dia sedang turun dari mobil dan Pak Arya yang membukakan pintu untuknya. Merka pasti mengira Pak Arya suaminya karena tak banyak yang tahu kalau Pak Arya sopir Bian karena Bian lebih sering ke kantor menyetir sendiri atau bersama Randy.

"Mutiara Azzahra..."

" Ya.." Mumut mendongak ke arah datangnya suara, seorang perempuan berdiri di depan pintu ruang dosen dan memberitahu kalau dosen pembimbingnya sudah menunggunya.

Mumut segera berdiri dan memasuki ruangan dosen, dia melihat andika sedang berbincang dengan dosennya saat melewatinya.

Mumut segera menuju meja Pak Budi, lelaki itu tengah berbincang dengan rekan di sebelahnya saat Mumut datang. Mumut tersenyum sembari menyapa lelaki empat puluh tahunan yang segera menatapnya dengan tatapan dingin. Pak Budi memang terkenal sebagai dosen killer, banyak yang tidak berharap mendapatkan dia sebagai dosen pembimbing karena dipersulit seandainya tidak mampu memberikan argumen yang tepat.

Lelaki itu menatapnya tajam, kemudian membuka lembar demi lembar proposal skripsi Mumut bertanya beberapa hal sebelum akhirnya menyuruh Mumut untuk meninggalkan proposal skripsinya karena dia alami membacanya terlebih dahulu dan Mumut diminta menghubungi dua tiga hari lagi.

Mumut hanya bisa pasrah, dia mengangguk kemudian keluar dari ruangan. Andika juga sudah tidak terlihat di ruangan itu.

Ketika keluar dari pintu dosen, Mumut melihat sesosok lelaki berdiri membelakanginya. Mumut merasa dadanya kembali berdebar. Sosok jangkung dengan tubuh atletis dalam tshirt warna biru dongker yang akhir-akhir ini menjadi akrab dengannya. Mumut terkejut melihatnya ada di sini karena dia bahkan lupa memberi kabar kalau konsultasinya sudah selesai.

"Sayang..." Mumut merasa pipinya memerah setiap kali mengucapkan kata itu.

Lelaki itu berbalik dan tersenyum lembut padanya.

"Sudah?"

Mumut mengangguk.

"Kita menjenguk ibu dulu sebelum pulang," kata Bian lalu menggandengnya menuju mobil Bian diparkir.

Suara adzan maghrib terdengar saat mereka melintas di pelataran kampus. Mumut mengajak Bian untuk berjamaah di masjid kampus yang tak jauh dari tempat mereka berdiri. Bian mengiyakan.

Selesai sholat, Mumut mendekati Bian yang sedang berbincang dengan seseorang, ternyata orang itu adalah Pak Budi dosen pembimbing Mumut. Bian memperkenalkan Mumut sebagai istrinya, Mumut tersenyum sambil menangkupkan kedua tangannya. Pak Budi segera menarik tangannya yang terulir, dia mengenali Mumut sebagai mahasiswa bimbingannya yang tadi melakukan konsultasi.

Setelah berbincang beberapa saat, mereka berpamitan dan berjalan menuju tempat parkir.

Next chapter