webnovel

Menikahi Ceo

harap bijak dalam membaca adegan 21+ Pernikahan yang di adakan secara tiba-tiba. membuat salsa gadis Cantik berusia 17 tahun harus menikah dengan seorang ceo muda, dari keluarga morgan. Hanya demi ibunya ia rela harus menikah dengannya untuk merubah kehidupannya. namun apa yang terjadi pernikahan tak berjalan bahagia. Bertubi-tubi ia harus mengalami sakit hati karena suaminya terang terangan berselingkuh di depan matanya. gimana kelanjutan kisah mereka??

Imas_gustina · Urban
Not enough ratings
246 Chs

Memikirkannya

Sampai di rumah. Salsa langsung masuk ke dalam kamarnya. Berjalan dnegan langkah ringan masuk ke kamar, ajahnya tetlihat penuh dengan kebahagaian Salsa tidak pernah berhenti memikirkan David. Entah kenapa wajahnya selalu datang membayangi setiap otaknya. Wajahnya yang polos semakin terlihat merah seperti kepiting rebus di buatnya.

Salsa berjalan menuju ke balkon kamarnya. Mwnayap pemandangan laut malam hari membaut dia semakin menatap kagum pada keindahan alam ini.

"Seandainya kisah cintaku bisa seindah alam ini. Apa aku akan hidup bahagia? Atau aku hanya akan menjadi wanita yang sama sekali tidak berguna." gumam Salsa, menghela napasnya frustasi. ia memejamkan matanya merasakan hembusan angin malam yang menusuk ke dalam tulangnya. Dingin, itu yang ia rasakan sekarang.

Hah... kenapa aku merasa hari ini begitu bahagia. Tidak mungkin jika aku suka dengan laki-laki nyebelin seperti dia. Apa kata dunia. Mungkin dunia akan menertawakanku.

"Kenapa kamu hanya diam?" suara seorang wanita mengganggu lamunannya. Salsa menoleh cepat, menatap Lia sudah berdiri bersandar di balik pintu ke arah balkon kamarnya.

"Lia? Sejak kapan kamu di sini?" tanya Salsa heran.

"Aku sudah dari tadi di sini. Kamu saja yang gak tahu." Lia berdiri tegap, berjalan melangkah mendekat ke arahnya.

"Jadi kamu tadi kendengarku?"

Lia menautkan ke dua alisnya. "Maksud kamu mendengar apa?" tanya Lia bingung.

Salsa menghela napasnya lega, mengusap dadanya. "Syukurlah jika kamu tidak mendengarnya." ucap Salsa menarik dua ujung bibirnya, mengukirkan sebuah senyuman lebar di wajahnya.

Lia semakin bingung du buatnya. Tetapi meski ia paham apa yang di maksud Salsa. Setidaknya dia tetap diam, menahan rasa senangnya sendiri.

"Apa kamu sedang melamun?" tanya Lia, mencoba basa-basi.

"Tidak! Siapa yang melamun?"

"Tadi kenapa kamu hanya diam saja,"

Salsa menoleh, menatap Lia yang berdiri tepat di sampingnya.

"Aku yakin jika kamu mulai memikirkan David,"

"Enggak!" jawab cepat Salsa. Wajahnya terlihat pucat panik.

"Kenapa kamu panik begitu?" tanya Lia, mencolek dagu Salsa.

"Siapa yang panik, aku hanya jawab apa pertanyaan kamu tadi."

"Beneran, bukanya karena nama David aku sebutkan tadi."

"Enggak!"

"Jangan bohong,"

"Ih.. udah di bilangin, enggak! Ya, enggak!"

"Aku tahu kamu bohong," goda Lia, yang masih penasaran.

"Kamu lama-lama nyebelin tahu gak," umpat kesal Salsa, menguntupkan bibirnya kesal. Melipat ke dua tangannya, di atas dada. Memalingkan wajahnya acuh.

"Gitu saja ngambek,"

"Lagian kamu dan David sama saja." Salsa menoleh menatap Lia sedikit tajam.

"Sama saja gimana?" tanya Lia heran.

"Sama-sama nyabelin." ledek Salsa tersenyum melihat ekspresi wajah Lia yang begitu datar. Seperti dia takut jika Salsa marah padanya.

"Kalian lagi ngapain, cepat keluar masak." saut Alan yang tiba-tiba sudah membuka pintu kamar Salsa tanpa di ketahui mereka sama sekali.

"Masak?" tanya Lia memasyikan, sembari mengernyitkan dahinya. Lalu menghela napasnya. Dia sadar sama sekali tidak bisa masak. Bisa hancur tuh dapur jika dia masak. Yang dia bisa hanyalah membuat teh atau kopi sejenisnya. Kalau masakan bukan ahlinya.

Lia tersenyum semringai. "Hehe. gimana kalau yang masak, Salsa," ucap Lia, menarik tangan Salsa, mendorong punggungnya keluar dari kamarnya.

"Lia apa-apaan kamu."

"Kamu masak, ya?"

"Terus kamu gak mau masak?" tanya Salsa.

Lia kenggaruk kepala belakangnya yang tersentak gatal. Sembari terus tersenyum semringai. "Hehe. Gak! Aku gak bisa masak sama sekali."

"Gimana bisa aku punya calon istri gak bisa masak," sindir halus Alan. Tanpa menatap ke arah Lia. Tetapi wanita itu sadar jika yang di maksud dirinya. Dengan wajah kesalnya. Dia menarik tangan Salsa berjalan menuju ke dapur.

"Ajarin aku masak!" pinta tegas Lia, sesekali dia melirik tajam ke arah Alan. Laki-laki itu tersenyum tipis. Rasanya bahagia jika calon istrinya itu mulai belajar masak. Lagian dia hanya ingin mencicipi masakan calon istrinya.

"Kenapa kamu tiba-tiba ingin belajar masak." goda Salsa. "Apa karena Alan?" Salsa melirik ke arah Alan yang duduk di meja makan.

"Kamu buatkan saja dulu dia sarapan. Setidaknya nasi putih saja sama goreng telur."

"Tapi aku gak bisa." rengek Lia, menghentakkan ke dua kakinya.

Salsa menggelengkan kepalanya. "Kamu belajar makanya,"

"Tapi nanti kalau kulit aku kena minyak, aku takut bekasnya gak bisa hilang."

"Apa kamu mau jika pacar kamu di masakin wanita lain?" tanya Salsa.

"Enggak! Aku saja yang masak." Lia segera masak telur mata sapi. Ekspresi wajahnya te5luhat begitu lucu di saat dia melihat wajah cantiknya. Dia menciba menghindar dari percikan minyak yang harusnya tidak akan sampai mengenai dirinya.

"udah di angkat keburu gosong," pinta Salsa, menahan tawanya saat melihat telur itu hampir gosong.

"Yah.. Gosong.." gumam Lia, menguntupkan bibirnya. Sembari menghela napasnya kesal. Dia meletakkan telur itu di atas piring dan memberikan nasi putih sedikit untuknya.

"Tapi gak apalah, yang penting dia suka." ucap penuh percaya diri Lia, mengangkat piringnya. Lalu berjalan mendekati Alan, meletakan satu piring makanan tepat di depannya.

"Ini masakan apa?" tanya Alan, melebarkan matanya saat melihat telur gosong di depannya.

"Tesong!" ucap Lia tersenyum sumringah.

"Tesong?" Alan mengerutkan keningnya bingung. "Tesong tuh, telur gosong!"

Sontak Salsa yang mendengarnya tertawa terbahak-bahak di dapur. Teman barunya itu benar-benar sudah kelewat percaya dirinya. Dia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Tak luput juga dengan Alan, seketika dia tertawa mendengar ucapan Lia. Menarik tangannya berdiri di sampingnya.

Sementara Lia hanya diam, menguntungkan bibirnya. Dengan jemari tangan memainkan ujung bajunya seperti anak kecil. "Padahal aku berusaha susah payah masak ini untuk kamu." ucap Lia, merembakkan matanya, ke dua matanya mulai berkaca.-kaca.

"Oke! Oke! Aku makan, tapi temani." ucap Alan, menarik tangan Lia duduk di sampingnya. Saat Lia duduk, pandangan matanya melihat ngeri jika telur sedikit gosong itu di makan. Dia tidak bis membayangkan gimana pahitnya.

"Kamu yakin mau makan?" tanya Lia memastikan.

"Aku yakin, karena bagiku masakan apapun yang kamu masak nantinya akan tetap enak." ucap Alan, mengusap lembut pipi kanan Lia. Membuat wanita itu tersipu malu.

"Tapi jangan senang dulu. Kamu harus belajar masak lebih baik lagi, ya. Agar aku tambah sayang padamu nanti." Alan mengusap ujung kepala Lia. satu pasang mata itu mengintip Alan dan Lia dari dapur. Dalam hatinya merasa iri dengan perlakuan Alan pada Lia.

"Seandainya David bisa seperti itu padaku." gumam Salsa, sembari masak soup. Dia tidak hentinya terus melamun. Membayangkan sebuah keajaiban tiba-tiba datang padanya.

"Oya.. Dari tadi aku tidak melihat David.. Di mana dia." lanjutnya khawatir. "Apa dari tadi dia keluar. Tapi ini masih malam. Dan gak mungkin jika dia keluar lagi malam-malam seperti ini."