webnovel

Bab 1 - Malam Itu

"Sal, ini nggak minum kan? Awas aja kalau lo sampai ngajak gue minum. Kalau bokap sampai tau pasti tuh mobil sama apartemen bakalan disita lagi. Kali ini gue mau ke kelab dengan sampul anak alim. Awas aja kalau lo sampai buat gue teler ya, Salma. Gue cari lo sampai ujung dunia, lubang semut juga gue cari." Perempuan berambut cokelat tersebut mengancam sahabatnya dengan tertawa lepas. Sedangkan, perempuan di sampingnya hanya mendengus kesal.

"Gue nggak janji ya, Amira sayang, biasanya kalau gue udah minum lo sendiri yang ikutan. Iman lo lemah, jadi mudah tergoda banget. Gampang luluh banget sih lo, Mi. Ntar kalau lo mabuk terus dibungkus om-om gimana? Lo tau sendiri kan, gue kalau udah mabuk mau berdiri aja nggak bisa. Nggak mungkin bisa membantu lo buat lepas dari om-om, 'kan?"

"Nggak ada siapa pun yang bisa menyentuh tubuh gue, Sal, gini-gini gue galak. Baru sejengkal aja, udah gue tendang tuh manusia yang berani sentuh. Lagian gue lihat nih kelab nggak ada yang wajahnya om-om, semua masih muda kali. Ngada-ngada aja loh, Sal." Mereka berdua duduk di tempat pesanan seperti biasa. Sudah tersedia beberapa merek bir dan juga minuman alcohol free lainnya.

Banyak laki-laki yang melirik ke arah mereka berdua, tapi tak ada yang berani mendekat. Terutama melihat si perempuan berambut cokelat tersebut yang tidak asing di kalangan beberapa orang. Wajahnya yang sering sekali terekspos di media cetak, membuat dia terkenal di kalangan mana pun. Namanya, Amira Adhitama, putri tunggal dari seorang pengusaha kaya raya di bidang properti. Memakai marga Adhitama membuat dia semakin populer di kalangan para pebisnis, terutama rekan kerja ayahnya. Dia sukses berkarir di dunia model dan juga pengusaha, tapi tidak dengan dunia percintaannya. Di usia dua puluh dua tahun ini, Amira masih menyandang gelar jomblo. Entah sampai kapan dia akan mengakhiri masa lajangnya, sampai detik ini pun belum ada tanda-tanda jodohnya mulai mendekat.

"Mi, lo nggak pengen cari duda kaya raya di sini? Jadi sugar daddy gitu. Meski lo udah kaya, tapi tetap harus mencari yang lebih dan lebih. Tapi gue rasa, lo bakal dijodohkan sama bokap lo deh. Secara Om Heru itu kenalannya dimana-mana, kalau udah cocok sama satu orang langsung bawa aja dijadikan mantu. Sebenarnya tinggal tunjuk aja, pengen yang modelan gimana juga bisa sih. Lo tuh bilang kriteria lo ke bokap, gue jamin jam itu juga udah ketemu sama orangnya yang sesuai dengan kriteria. Enak loh jadi lo, Mi. Tapi, tetap nggak enak kalau dijodohkan." Salma, namanya, dia tertawa sambil memukul bahu Amira pelan. Mereka terlahir dari keluarga yang sangat berkecukupan, sama-sama menanggung beban yang berat sejak lahir. Menanggung marga keluarga yang begitu berat di punggungnya.

"Nggak mau, amit-amit gue dijodohkan. Pengennya nikah aja langsung, nggak usah ada pacaran di antara gue sama dia. Eh tapi, jangan deh. Belum siap nikah. Ntar kalau tiba-tiba gue ketemu jodoh sekarang, bisa gagal semua rencana yang udah gue susun secara matang. Gue masih pengen terbang bebas tanpa memikirkan suami dan terutama anak. Kalau gue udah menggapai semuanya, baru deh kepikiran nikah. Ya nggak?" sanggah Amira. Dia bergidik ngeri.

Salma mengangkat alisnya sebelah. "Rencana Tuhan nggak ada yang tau ya, Mi. Kita juga nggak tau kapan kita ketemu jodoh. Tapi, yang jelas hari ini kita harus senang-senang. Menikmati masa muda. Lo terlalu muda untuk stres mikirin suami dan sebuah ikatan pernikahan."

Tangan Salma cekatan membuka tutup botol, dia menuangkan ke gelas untuk dirinya dan juga Amira. Hanya satu gelas saja untuk melepas beban pikiran mereka yang sudah begitu menggunung.

"Cukup satu gelas aja, nggak boleh lebih ya. Gue nggak mau teler, Sal. Lo juga kalau udah teler jadi binal banget, susah nanti gue jaga lo." Salma mengangguk singkat, dia tak ingin berdebat panjang dengan Amira.

Tanpa di sadari yang bermula dari satu gelas malah nambah hingga dua botol, Amira sudah memperingatkan untuk berhenti tapi Salma tidak menggubris. Perempuan itu malah menenggak langsung hingga habis setengah botol jika tidak direbut oleh Amira.

"Lo gila, Sal? Mau mati muda? Emang amalan lo udah cukup banyak, hah? Frustasi boleh tapi jangan sampai gila kayak gini dong, lo udah nggak waras ya? Lagian selain Damar masih banyak cowok lain yang suka sama lo. Tulus mencintai lo, Sal." Amira memegang kepalanya yang terasa pusing sekali. Ini kali pertama dia minum alkohol terlalu banyak. Salma adalah penyebab semua ini.

Dia berjalan sempoyongan menuju toilet, meninggalkan Salma yang terkulai lemas di kursi tersebut. Entah pikiran dari mana, dia merasa yakin jika perempuan itu tak akan mungkin pergi kemana-mana. Pasti akan tetap berada di kursi itu. Tubuhnya beberapa kali hampir terjatuh, untung saja masih ada dinding kokoh untuk dia bersandar.

Amira tak berlama-lama di toilet, hanya mencuci wajah dan membersihkan bajunya yang ketumpahan makanan milik Salma. Tapi, tetap saja kepalanya masih terasa pusing. Dia berjalan pelan, takut bila jatuh tidak ada yang menolongnya. Di kursi semula dia tak mendapati Salma, hanya ada tas miliknya saja. "Kemana sih lo, Sal? Nyusahin gue aja. Suka banget ngilang kemana-mana. Awas aja kalau lo sampai kena bungkus."

Dia menatap ke arah meja lain, sahabatnya tersebut sudah asik bercumbu dengan seorang laki-laki. Entah itu siapa. Dengan sekuat tenaga Amira ingin melepaskan Salma dari si bajingan, tapi ternyata raganya tak mampu sekuat itu. Dia akhirnya terkulai lemas di kursi tersebut.

Tapi, Amira tak menyerah begitu saja. Dia mencoba menguatkan kakinya untuk bisa menghampiri Salma yang sudah digendong laki-laki itu, entah mau dibawa kemana. Jalan empat langkah tubuhnya ambruk, Amira akhirnya tak bisa berbuat apa-apa. Tubuhnya terlalu lemas. Tapi anehnya, dia tak merasakan dinginnya lantai atau pun badannya sakit karena tubrukan dengan lantai. Perlahan Amira membuka matanya, dia bersama laki-laki tampan. Manik mata mereka saling bertemu. Terpesona. Amira sangat terpesona dengan paras tampan laki-laki tersebut.

Pandangannya dari mata lalu jatuh ke bibir laki-laki itu, entah dorongan dari mana dia berani menatap lapar ke arah laki-laki asing yang tak ia kenal. Tak ada bedanya dirinya dengan Salma. Tanpa rasa takut tangannya memegang pipi, hidung dan bibir laki-laki itu. Senyuman tipis mengembang di bibirnya. Dia ingin mencicipi sedikit saja bibir menawan dari laki-laki asing ini.

"You're so handsome, Honey." Tangan Amira mengalung di leher laki-laki itu. Entah siapa yang memulai, bibir mereka saling bertautan. Amira ingin menyudahi, tapi ternyata tubuhnya menginginkan lebih. Ada hasrat lebih ingin disentuh oleh laki-laki yang memiliki tangan lebar dan hangat tersebut.

Manik mata laki-laki itu berkabut dengan gairah, tubuh Amira melayang dan berakhir pada gendongan kokoh laki-laki tersebut. Dia pasrah akan dibawa kemana oleh laki-laki asing itu. Kejadian selanjutnya hanya sebuah rintihan kenikmatan yang bisa dia rasakan. Malam ini menjadi malam terburuk, Amira melepas mahkota untuk orang asing yang tak ia kenali.