webnovel

Bersikap Berbeda

Kania kembali mengambil puterinya yang merengek. Menimang-nimang Mikaela sambil bersenandung kecil. Apapun itu hal yang bisa membuat Mikaela terlelap kembali. Ia memperhatikan wajah Genta tanpa sengaja.

"Dia cukup tampan," bisik hati Kania yang segera menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kania, itu Om genta, pria yang sudah kamu anggap kayak Om sendiri. Sadar Kania!" perempuan itu memperingatkan otaknya untuk kembali waras. "Lagipula kamu masih tujuh belas tahun. Buang semua pikiran sialan itu."

***

Kania membuka matanya dan mendapati dirinya yang sudah berselimut. Seingatnya dia berada di ayunan sambil menggoyang-goyangkan Mikaela terlelap. "Oh maaf, saya hanya ingin mengambil baju. Saya pikir kamu masih tidur." Genta segera menutupi tubuhnya yang liat dan basah baru selesai mandi itu.

Kania menganggukkan kepalanya. Genta tidak segenit hari sebelumnya. Biasanya pria itu akan cuek menampilkan tubuhnya pada Kania kali ini berbeda. "Sayang, maksud saya Ka'." Genta bahkan meralat panggilannya untuk isterinya tersebut. "Hari ini akan datang nanny untuk Mikaela bantu-bantu kamu jaga Mikaela. Saya harap kamu bisa sedikit berkurang ya stressnya."

Kania membelalakkan matanya. "Nanny untuk Mikaela? Berarti dia akan mengasuh Mikaelakan?" wajah Kania lebih berseri.

Genta ngilu menyaksikan hal tersebut tapi dia menyembunyikannya. Berusaha memakluminya mungkin saja Kania belum siap menjadi seorang ibu. "Oh sayang, harusnya kamu katakan dulu kalau kamu belum siap menjadi ibu cepat-cepat," bisik Genta dalam kepalanya.

"Kapan datangnya Om?" tanya Kania yang sudah tidak sabar.

"Mungkin jam delapan atau jam sepuluh. Saya hanya mempekerjakan dia siang hari. Dia tidak menginap disini. Setelah saya pulang bekerja dia bisa pulang juga."

Kania menganggukkan kepalanya. "Terserah. Berarti aku hanya perlu breast pump aja buat Mikaelakan?" tanya Kania lagi.

Genta menggigit bibirnya kemudian menganggukkan kepalanya. Kania langsung bersorak girang. Dia menghampiri anaknya yang tertidur. "Sayang, kamu kedatangan nanny hari ini. Kamu senang enggak?" tanya Kania bahagia.

"oek," Mikaela hanya merengek kecil sambil melanjutkan tidurnya sementara Kania masih mengembangkan senyumannya. Genta benar-benar miris menyaksikan adegan itu.

"Oh ya, kening Om enggak masih benjol enggak?" tanya Kania.

"Dikit," ujar Genta. "Kenapa bisa tiba-tiba gini ya?" tanya Genta yang tidak ingat dengan yang terjadi semalam.

"Maaf ya Om. Kania dorong Om semalam tapi karena mabuk jadi kejedot deh." Kania menunduk takut-takut sambil memilin gaunnya takut Genta mengamuk meskipun seumur hidupnya dia belum pernah melihat Genta mengamuk.

"Ehm, berarti yang ganti baju saya semalam juga kamu?"

"Aku enggak lihat apa-apa. aku tutup mata. Sumpah!" Kania dengan wajahnya yang memerah memberikan penjelasan. Genta menarik nafasnya kemudian menganggukkan kepalanya.

"Sarapan yuk!"

Kania masih terpaku beberapa saat. Dia pikir Genta akan menggodanya lagi seperti hari-hari sebelumnya tapi Genta malam diam saja. jujur Kania merasa aneh dengan aksi Genta yang seperti itu.

"Kamu punya kegiatan hari ini, ka?" tanya Tara pada puteri kesayangannya.

"Aku mau nyalon. Boleh ya, Om?" pinta Kania pada Genta. Suasana hatinya sedang membaik ketika membayangkan dia tidak perlu menjaga Mikaela selama biasanya.

"Boleh," ujar Genta santai. "Aku tinggalin mobil aja kalau gitu."

"Asyik!" ujar Kania bahagia.

"Kamu bahagia banget," decak Tara yang tidak pernah melihat senyum Kania semengembang itu setelah vonis depresi yang diidapnya.

"Om Genta nyariin nanny buat Mika, itu artinya aku bisa diluar lama-lama."

Senyum Tara langsung pudar. Sama seperti ekspresi Genta sebelumnya, Tara juga miris mendengar perkataan anaknya tersebut.

"Ekhm, kamu hati-hati," ujar Tara yang berusaha membiarkan Kania tenang dulu tanpa memaksa wanita itu dua puluh empat jam menjaga Mikeala.

"Ehm, karena aku udah lama enggak keluar rumah nih, aku boleh ya pulang malam nanti pa, om? Please … janji enggak aneh-aneh kok." Kania dengan tatapan memelasnya menatap dua orang yang berada di dekatnya. "Enggak terlalu malam sih, palingan jam sepuluh paling lama. Boleh ya?"

Tara dan Genta saling berpandangan sebelum dua orang itu menganggukkan kepalanya.

***

Kania sekarang sudah menunggu laki-laki itu selama menit. "Akhirnya lo datang juga," desah Kania ketika melihat Abi yang muncul dihadapannya.

Abi tersenyum kecil. "Ke paksa. Jadi, apa yang bisa gue bantu buat lo hah?" tidak lupa mengerutkan hidungnya pada temannya itu.

"Temanin gue jalan-jalan." Kania berkata santai yang membuat Abi mengerjap beberapa kali.

"Lo enggak salah?" tanya Abi sekali lagi memastikan.

"Enggak ada yang salah kok. Gue cuma mau ngajak lo jalan-jalan doang. Malas di rumah. suntuk nih gue. Katanya lo enggak punya pacar. Apa salahnya coba gue ajak lo." Kania berkata santai tanpa tahu apapun.

Abi menarik nafasnya. "Gue emang single tapi lo udah punya suami."

Kania langsung menghentikan senyumannya. Ia malas diingatkan dengan statusnya yang seperti itu. "Emang kenapa sih kalau gue punya suami? Emang seorang isteri itu harus di rumah terus apa? emang isteri enggak boleh bertaman dengan laki-laki apa?" Kania cemberut, ingat dengan pertengkarannya dan Genta yang melarangnya untuk berteman dengan Abi tapi dia dengan keras kepala membangkang.

Abi menaikkan alisnya memperhatikan Kania selama beberapa saat. "Lo lagi ada masalah ya sama suami lo?" tanya Abi dengan wajah seriusnya.

Kania tergoda ingin bercerita pada Abi. Tapi mengingat mereka sudah lama tidak bertemu, Kania mengurungkan niatnya. Bagaimana dia belum tahu betul tabiat Abi dewasa. Abi kecil memang baik, tapi Abi dalam versi dewasa siapa tahu berbeda. Lagipula, Kania terpaksa harus membongkar dirinya yang melakukan perjalanan waktu. Hal itu akan menambah satu daftar lagi yang menyebut Kania dengan sebutan orang gila. Mending tidak usah aja.

"Gue hanya bosan. Yuk temani gue jalan!" ujar Kania yang sudah menarik Abi.

"Ya tapi kegiatan apa yang akan kita lakukan?" tanya Abi kebingungan.

Kania memainkan bibirnya sejenak. "Gimana kalau bersepeda?"

"Sepeda?" ulang Abi tidak percaya dengan yang dikatakan oleh Kania.

"Aku harus menurunkan lemak-lemak ini." Kania menunjuk-nunjuk perutnya yang membuat Abi tertawa dengan aksi temannya itu.

"Ok deh."

Sementara itu di kantor Genta, pria itu mendapatkan laporan dari mata-mata yang dikirimkannya bahwa Kania pergi bersama seorang pria. Berdasarkan foto yang didapatkan pria itu jelas sekali Abi. Dia memang menyewa mata-mata untuk memantau isterinya. Bukan mencurigai Kania, tapi memastikan Kania tidak melakukan tindakan aneh mengingat kondisi Kania yang tidak stabil menurut Genta. Siapa sangka dia malah mendapatkan laporan menyedihkan seperti itu.

Pria itu memejamkan matanya. Dia berusaha keras air matanya yang berjatuhan tapi tidak bisa juga. Kania melemahkanya. Cara perempuan itu membangkang dalam beberapa waktu belakangan membuat Genta terus berfikiran tentang sesuatu yang salah pada dirinya.

***