webnovel

YANG TERJADI SESUNGGUHNYA

Kini saat-saat yang ditunggu Sera dan Arsya telah tiba, kedua keluarga itu berada di dalam satu ruangan yang sama. Mereka berada di ruang tamu mansion keluarga Louwen, ruangannya cukup besar. Masing-masing kepala keluarga saling melemparkan tatapan tajam membuat sang anak jengah dengan sikap itu. Yang bersikap ramah hanya Reta dan Citra saja.

Mereka duduk berhadapan di sofa panjang, di tengah-tengah mereka terpadapat meja panjang yang diatasnya sudah ada camilan dan teh, tentu saja yang menyiapkan Citra. Bisa di bilang ini kali pertama kedua keluarga itu berada di satu tempat yang sama.

"Sampai kapan kalian akan diam begini?" ucap Reta yang malas dengan situasi ini apalagi suaminya yang berada di sebelahnya turut diam. Arsya tersenyum mendengarkan penuturan sang bunda.

"Tak usah berlama-lama, kapan cucumu menikahi cucuku?" tanya Fikri kepada Wisnu. Fikri diam sebab ia gengsi memulai pembicaraan terlebih dahulu.

"1 bulan lagi." Bukan Wisnu yang menjawab melainkan Arsya.

"Terserah, kita hanya akan membantu mempersiapkan semuanya. Saya sebenarnya keberatan dengan ini semua, tapi untuk anak saya akan saya lakukan," ucap Rama.

Alif menatap Rama. "Anda pikir saya setuju punya besan sepertimu? Ini semua keluargaku lakukan semata-mata untuk Arsya. Jadi kau jangan terlalu pd," ucapnya sengit.

"Citra, maafkan kelakuan suamiku. Dia memang seperti ini," ucap Reta tak enak hati. Suaminya sudah dewasa mengapa sifatnya masih seperti ini?.

Sedangkan Citra tersenyum. "Tak apa. suamiku juga begitu," ucapnya dengan melirik ke arah Rama. Citra juga sama-sama merasa tak enak melihat sifat Rama yang seperti ini.

Arsya dan Sera memutar bola matanya malas, mereka sudah menduga hal ini pasti akan terjadi. Mereka tak heran lagi dengan situasi seperti ini bisa di bilang Rama dan Alif tak pernah akur mereka selalu saja mempermasalahkan hal-hal sepele. Kini yang berbicara para tertua saja, Arsya dan Sera? Mereka berbicara lewat batin.

"Apa kemejaku bagus?" batin Arsya bertanya kepada Sera.

"Ya, tapi tidak dengan orangnya," batin Sera menjawab pertanyaan Arsya. Nyatanya penampilan lelaki itu sangat keren di mata Sera.

"Kita akan punya anak berapa?" batin Arsya tersenyum jail.

Sera langsung melotot. "Hey! Misi kita belum selesai!" batinnya.

"Bercanda," batin Arsya, usianya dan Sera masih muda dan mereka masih ingin menikmati masa-masa ini walapun sudah menikah nantinya.

Setelah percakapan itu baik Arsya maupaun Sera sama-sama diam. Mereka mendengarkan Wisnu dan juga Fikri yang membicarakan tentang kekayaan mereka. Sedangkan Citra dan Reta pergi ke dapur untuk menyiapkan makan siang, kebetulan setengah jam lagi waktunya makan siang.

Sera mengajak Arsya keliling mansionnya, perempuan itu malas kalau mendengarkan ucapan orang-orang yang berada di ruang tamu. Arsya mengikuti langkah Sara, mungkin ia baru pertama kali menginjakkan kakinya di sini.

Perempuan itu berhenti di taman yang ada di mansion ini, di sana ada air terjun buatan yang sangat indah. Ini merupakan salah satu tempat kesukaannya, Sera mengajak Arsya untuk duduk di bangku panjang yang menghadap langsung ke air terjun. Mereka duduk sangat dekat, bahkan tak ada jarak sama sekali.

"Kau tau?" tanya Sera.

Arsya menggeleng karena memang dirinya tak tahu membuat Sera berdecak kesal. Perempuan itu bertanya-tanya tentang orang misterius yang Arsya ceritakan malam itu. Sedangkan lelaki itu sampai sekarang tak tau siapa orang misterius yang berada di depan gedung perusahaannya.

"Menurutmu angka 4 berkaitan dengan apa? Kalau menurutku itu semacam clue yang diberikan oleh orang itu," ujar Sera, Arsya mengangguk menyetujui ucapan Sera.

Arsya berfikir sejenak. "Apa mungkin ini ada hubungannya dengan generasi keempat dari keluarga kita?" tanyanya.

"Papa/Ayah," ucap mereka bersama-sama. Arsya dan Sera menutup mulut masing-masing. Sial! mengapa mereka ceroboh sekali, bagaimana jika nanti ada yang mendengar percakapan mereka?!.

"Lebih baik kita tanyakan semuanya satu persatu. Supaya ngak ada yang curiga," bisik Sera.

Arsya mengangguk setuju. "Ya kau benar, kita berbagi info dan mencari tau semuanya bersama-sama," ucapnya yakin, mereka berdua memiliki satu kesamaan yaitu memiliki rasa ingin tau yang sangat tinggi.

Mereka berbicara menggunakan batin, hingga panggilan Citra mengkagetkan kedua manusia berbeda jenis kelamin itu. Mereka berjalan menuju meja makan, dengan pikiran berkelana soal angka 4. Entah mengapa mereka sangat yakin jika orang tua mereka ada hubungannya di balik clue ini.

Di meja makan keluarga Louwen

Arsya duduk di sebelah Sera, semua orang menyantap hidangan yang tersaji dengan tenang. Arsya dan Sera bernafas lega, setidaknya keluarga mereka tak lagi menunjukkan aura permusuhan yang kental. Dalam diam Arsya terus mengamati Sera yang tengah memotong steaknya.

"Jangan serius-serius, steakmu ngak akan hilang," batin Arsya menggoda.

Sera yang mendengar batin Arsya memberhentikan kegaitannya. "Aku lapar," batinnya ketus.

"Mau aku supain?" batin Arsya bertanya.

"Tak usah, kau makan saja. Mana mau aku disuapin olehmu," batin Sera menolak.

"Jika kita sudah menikah kau akan manja kepadaku," batin Arsya.

"Jangan harap!" batin Sera ketus.

"Lihat saja nanti," batin Arsya sengit.

Sera memilih diam, ia kembali menyuapkan steak itu ke dalam mulutnya. Menanggapi omongan Arsya tak ada habisnya. Tadi apa katanya? Manja? jelas ia menolak pernyataan itu, mana mungkin ia manja dengan Arsya. Hei, mana ada seorang Sera perempuan mandiri berubah menjadi manja setelah menikah dengan Draco Arsya Giory.

"Apa kalian akan bahagia setelah menikah?" batin Rama setelah melihat Arsya dan Sera bergantian.

***

Arsya sudah berada di rumahnya, ia pulang dari kediaman Sera setelah acara makan siang yang cukup berkesan. Bagaimana tak berkesan, di meja makan mereka semua mengobrol tentang segala hal. Tak lupa di setiap obrolan di selipkan kata-kata ejekan dari masing-masing keluarga. Namun Arsya bersikap bodo amat, biarlah keluarganya berkata sesuka mereka.

Kini lelaki itu berdiri di depan layar TV berukuran sedang yang menampilkan berita tentang kembalinya posisi Louwen. Muak sekali dengan berita seperti ini. Lelaki itu pergi dari posisinya tak lupa ia mematikan sambungan TV. Arsya memilih membuka HPnya, ada pesan dari nomor yang tak dirinya kenal. Karena merasa ingin tau, Arsya membuka pesan itu.

'4 akan terungkap'

Begitulah isi pesan itu, Arsya mengusap rambut basahnya dengan kasar. Angka 4 lagi?! Dia memang memiliki IQ tinggi tapi kalau tebak menebak ia sangat tak bisa. Apa benar ayahnya tau semuanya? Lantas apa yang akan terungkap.

"Apakah ini orang yang sama? Ayah? Sepertinya aku akan bertanya kepada bunda. Ya.. Bunda tau tentang ini," Batin Arsya.

Ia bangkit dari duduknya untuk pergi mencari keberadaan Reta. Lelaki itu bergegas, karena ayah dan kakeknya tak berada dimension setelah pulang dari kediaman Louwen mereka langsung pergi kantor jadi Arsya lebih leluasa bertanya kepada bundanya itu.