webnovel

HAMPIR SAJA

Sesampainya di mobil mereka melepaskan masker dan juga topi. Sera sendiri memilih melepaskan hoodie besar milik Arsya karena merasa kepanasan. Lelaki itu melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.

“Om tadi beneran temen om Alif?” tanya Sera.

Arsya memgedihkan bahunya. “Dia tau makam generasi ke 2 Giory, om Abi juga pasti tau awal mula tentang permusuhan ini,” ujarnya.

Sera mengangguk setuju. “Om Abi pembawaannya tenang, dan dia nyuruh kita buat cari tau semuanya di ruang rahasia,” ujarnya.

Namun mereka sama-sama tak tau di mana letak ruang rahaisa di mansion masing-masing. Hei! Mansion sangat besar, mana mungkin mereka berkeliling untuk mencari. Sera sendiri merasa tak ada kecurigaan terhadap ruangan-ruangan di mansionnya, anggota keluarganya tak ada yang melarang dirinya datang keruang manapun yang ada di mansion.

“Kok om Albi tau di mansion ada ruang rahasaia?” tanya Arsya heran. Lelaki itu tak pernah melihat ayah atau bundanya membawa seorang teman kedalam mansion.

“Dan dia juga tau kalau di mansionku ada ruang rahasia,” ucap Sera tak habis pikir.

Arsya menambah laju mobilnya, semua sibuk dengan pikiran masing-masing. Mengapa semakin hari fakta yang terkuak semakin rumit, mengapa generasi Giory dimakamkan di tempat umum?. Lantas siapa orang yang selalu mengirimkan angka 4 terus menerus, solah-olah dia meneror Arsya dengan angka 4.

Bahkan dia tau di mana posisinya, atau mungkin dia Abimana yang sengaja menutup identitasnya? Namun untuk apa pria tua itu tak mau mengaku. Jika kalau orang itu bukan Abimana, berarti ada 1 orang lagi yang akan membantu dirinya memecahkan masalah ini.

“Arsya .... menurutmu mobil belakang kayak ngawasin kita ngak sih?” batin Sera bertanya-tanya. Perempuan itu melihat mobil berwarna hitam berada dibelakang, gerakan mobil itu seolah-olah tengah mengawasi mereka.

Mendengar penuturan Sera, arsya langsung menoleh ke belakang dan ternyata benar ada mobil hitam besar. Dirinya semakin menambah kecepatan dan ternyata, laju mobil di belakang semakin cepat. Arsya mencoba fokus menyetir, sial! Jalanannya berbatu jadi lumayan susah untuk menambah kecepatan lagi.

Sementara Sera, perempuan itu takut melihat cara Arsya melajukan mobilnya. Dirinya mengeratkan sabuk pengaman dan menyalakan tombol yang berada di atas kaca. Yang mana jika tombol dipencet pelindung semua kaca mobil akan aktif, dan kaca itu akan tahan guncangan dan juga tahan akan peluru.

“Pegangan, Sera!” ujar Arsya dengan wajah serius, dirinya serasa menjadi seorang pembalap sekarang.

Sera menuruti apa kata Arsya, dirinya pegangan kuat. Kenapa lama sekali sampai di jalan raya?o Terkadang kepalanya terbentur kaca. Perempuan itu melihat ke belakang, mobilnya semakin dekat.

”Arsya mobilnya makin deket,” pekik Sera.

Arsya menghubungi bodyguardnya lewat alat yang tertempel di telinga nya. Dan ya, beberapa menit kemudian ia sampai di jalan besar, ia bernafas lega di belakang dan samping kanan kiri mobilnya kini sudah ada mobil bodyguard yang berjejer rapi. Lelaki itu mengurangi laju mobilnya.

Memang dirinya memerintahkan bodyguard untuk berada di ujung jalan dan mencegat mobil yang mengikutinya. Entah lah mereka berhasil menangkap orang itu atau malah mereka pergi ke arah hutan karena sudah berhasil membaca pergerakan dirinya.

“Sera ... buka matamu!” ujar Arsya saat menyadari Sera yang terus menutup matanya. Perlahan mata Sera terbuka ia melihat kesamping banyak sekali mobil Jeep mengelilingi mobil yang ia tumpangi.

“Kok ada mereka?” tanyanya, ia tentu tau itu mobil para bodyguard Arsya.

“Kalau tak ada mereka kita bisa mati,” balas Arsya asal.

Arsya mengantarkan Sera pulang, hari juga sudah mulai siang. Niat awalnya ia ingin mengajak Sera makan di restaurant namun bundanya telfon menyuruh supaya dirinya makan siang di mansion saja. Berhubung Arsya anak baik jadi ia menurut.

Sera keluar dari mobil Arsya lewat, tentu saja Arsya menurunkannya dibelakang mansion kalau didepan banyak sekali wartawan bisa-bisa heboh sedunia. Sera masuk kedalam mansion, dipertengahan jalan ia melihat Lita dari kejahuan langsung saja ia berlari dan memeluk sahabat satu-satunya ini.

“Lita, kangen,” ujar Sera disela-sela pelukan mereka.

Pelukan mereka terlepas. “Baru juga ditinggal sebentar,” ujar Lita dengan menyentil jidat Sera. Memang rencananya ia akan menginap dirumah Sera selama 1 minggu, dan tadi sewaktu Sera pergi dirinya juga pergi. Lebih tepatnya pergi jalan-jalan.

“Yuk kita kekamar,” pekik Sera, mereka berjalan bergandengan menuju kamar Sera. Dalam waktu seminggu ini mereka akan menghabiskan waktu bersama sebelum Lita kembali berangkat keJepang. Tak lupa Sera berpesan kepada maid untuk membawakan dirinya makan siang ke kamar.

***

Kini keluarga Giory tengah melakukan acara makan siang. Reta sibuk, menyiapkan nasi untuk anak dan suaminya. Sementara Wisnu, dia tak ikut makan bersama mereka dikarenakan akan menjemput istri tercinta yang selama ini menetap di Inggris.

“Sya mau makan apa?” tanya Reta.

“Sayur sawi aja,” balas Arsya.

Alif berdecak. “Hei, jangan kayak orang miskin, bun kasih anakmu daging,” celetuknya.

“Haha oke.” Reta tertawa, ia menuruti apa kata suaminya. Perempuan itu menaruh olahan daging dipiring Arsya.

Sementara Arsya, lelaki itu berdecak sebal mengapa ayahnya sombong sekali?. Akhirnya mereka makan dengan tenang, tadi Alif sempat bertanya dirinya pergi ke makam siapa. Dirinya menjawab ke makam sahabat Sera, dan Alif hanya beroh ria saja tak ada raut kecurigaan yang Arsya temukan di wajahnya.

Setelah acara makan tadi, kini Arsya berada di kamarnya. Lelaki itu duduk di kursi kerjanya, tentu saja terdapat laptop menyala yang berada di atas meja. Bukannya istirahat, Arsya malah kembali bekerja. Arsya mengambil hpnya, diletakkan benda berbentuk persegi itu ke samping telinganya.

"Pastikan Sera baik-baik saja," ujar Arsya berbicara dengan orang yang tengah dirinya telfon.

Arsya berdiam diri, ia mendengarkan asistennya berbicara di seberang sana dengan saksama. Orang yang ia telfon tadi asistennya, Arsya ingin memastikan keadaan Sera saja.

"Jangan sampai lengah, aku tak ingin Sera kenapa-napa," ujar Arsya.

Tut

Tut

Arsya mematikan telfon ya secara sepihak, ia memijat pelipisnya. Huft, melelahkan sekali. Sera tak berada di sekitarnya, pantas saja ia merasa cemas. Apalagi tadi sempat ada insiden. yang membuat Sera takut.