webnovel

Menikah dengan Mantan

WARNING 21+ (ADA KALIMAT KASAR DAN ADEGAN DEWASA YANG BELUM CUKUP UMUR TAPI MASIH NAKAL, JANGAN TERLALU MENDALAMI KARENA INI HANYA CERITA.) KEHIDUPAN NYATA TIDAK SEINDAH KISAH DI NOVEL. Volume 1 Pertemuan dan Perjuangan : (Bab 1-100) Ananta Putri Sidqia gadis berparas cantik 25 tahun yang harus hidup sebatang kara akibat kecelakaan mobil yang di alaminya bersama keluarganya. Suatu hari dia melamar pekerjaan di perusahaan elit yang bergerak di bidang industri meuble yang cukup besar. Dia akhirnya di terima kerja di perusahaan itu sebagai OG. Semua berjalan manis hingga tidak sengaja dia bertemu kembali dengan sang mantan kekasih saat dia masih duduk di bangku kelas sepuluh SMA. Mantannya yang menghilang tanpa kabar setelah di nyatakan lulus. Apa yang akan terjadi pada Qia sapaan si gadis itu ketika tiba-tiba saja sang mantan berlutut di hadapannya dan mengeluarkan kotak beludru yang di dalamnya terdapat cincin berlian. Menerima atau menolak? Volume 2 After Marriage: (Bab 101 - belum di ketehaui) Kenan Melviano Pradipa sang mantan dari Ananta Putri Sidqia yang ternyata hanya memanfaatkan Qia untuk bisa kembali bersama dengan kekasihnya tanpa takut ketahuan oleh orang lain ataupun sang kakek yang menolak kekasihnya. Apa yang akan terjadi ketika Qia mengetahui jika Kenan memiliki hubungan dengan seseorang di belakangnya. Orang yang tidak pernah ada dalam benak Qia bahwa Kenan akan menajalin hubungan dengan orang itu. Orang itu adalah Raka Mahardika, seorang pria yang wajahnya tampan seperti oppa-oppa korea dan Qia sudah menganggap Raka sebagai Kakaknya sendiri. Akankah Qia bertahan dengan pernikahannya bersama Kenan supaya Kenan bisa kembali ke kodratnya mencintai seorang wanita. Ataukah Qia akan pergi dari kehidupan Kenan dan tidak pernah mau kembali lagi karena telah di kecewakan begitu dalam oleh Kenan?

Chi_Hyo_Ki95 · LGBT+
Not enough ratings
269 Chs

Bab 6

Kenan mengerjapkan matanya, ia melihat kesekelilingnya yang sudah terlihat gelap. Ia pun bangun dari tidurnya, tubuhnya terasa sakit karena ia tidur di sofa. Ia pun berjalan sambil membelitkan selimut yang ia pakai untuk pergi ke kamar mandi membersihkan tubuhnya. Selesai membersihkan tubuhnya dan memakai pakaian lengkap, ia mengecek jam di handphonenya. Ternyata sudah pukul delapan malam.

Kenan segera mengambil barang-barangnya dan pulang. Saat ia ke luar dari lift, ia melihat seorang wanita yang sedang bersandar di dinding dekat pintu masuk perusahaan sambil menekan perutnya. Wanita itu meluruh ke bawah masih dengan memegangi perutnya. "Ya ampun perut, jangan sakit dulu dong. Kita pulang dulu yuk, kalau mau sakit di rumah aja. Pliss, jangan sakit dulu. Aku gak kuat jalan kalau kamu sakit begini," monolog wanita itu sambil terus menekan-nekan perutnya.

Kenan mengernyitkan dahinya mendengar wanita itu berbicara pada perutnya seperti ia berbicara pada orang lain. "Pingin nangis, apa sih salah gua, sampai-sampai dapat pekerjaan tambahan. huhuhu," ucapnya sambil menekan-nekan perutnya yang sakit. "Hari pertama halangan, udah di suruh lembur sendirian. huhuhu," ucapnya bermonolog sendiri.

"Gimana aku bisa pulang, malem begini udah gak ada angkot ataupun mobil bus lagi untuk pulang. Naik taksi duitnya menipis. huhuhu," ucapnya masih sambil bermonolog sendiri dan ia hanya bisa mengeluarkan suara tangis tanpa air mata.

Sekuat tenaga ia tidak mengeluarkan air matanya karena ia tidak mau semakin lemas karena harus menangis. Kepalanya sudah berkedut sakit karena ia menahan tangisannya. Wanita itu yang tidak lain adalah Qia merebahkan dirinya dalam posisi meringkuk sambil menekan perutnya yang terasa sakit. Ia masih belum menyadari jika ada seseorang yang berdiri tidak jauh darinya.

Qia pun menutup matanya, tidak peduli dengan dinginnya lantai karena dengan memejamkan matanya kemudian tidur beberapa menit bisa membuat rasa sakit perutnya mereda. Kenan berjalan, ia sempat berhenti di depan Qia dan menatapnya. Setelah itu ia memilih pergi membiarkan Qia tidur di lantai.

Kini ia sudah ada di dalam mobilnya dan menghidupkan mobilnya. Bayangan wajah Qia yang menahan sakit dan tubuhnya yang mengigil tiba-tiba terlintas di benaknya. Ia menggelengkan kepalanya untuk menghilangkan bayangan yang menurutnya aneh itu.

Ia mulai mengijak pedal gas mobilnya, tapi sampai di depan gerbang ia memilih kembali memundurkan mobilnya menuju lobi perusahaan. Ia turun sambil membawa jasnya dan menghampiri Qia. Ia menyelimuti tubuh Qia dengan jasnya. Saat ia akan berdiri, tiba-tiba saja Qia memegang tangannya membuat ia terkejut. Qia membuka matanya dan ia sedikit tersenyum. "Kakak, perut Qia sakit. Tolongin Qia, Qia sakit kak," ucap Qia yang tanpa sadar menitikan air matanya. Tidak lama Qia kembali menutup matanya dan melepaskan pegangan tangannya.

Kenan membulatkan matanya, dia pun segera mengecek napas Qia melalui hidung yang ternyata masih ada. Ia pun bernapas lega karena sepertinya Qia hanya tertidur. "Apa sesakit itu?" tanyanya sambil menatap wajah Qia yang menahan sakit dan air mata yang mengalir dari sudut matanya.

Entah apa yang ia pikirkan, ia mengangkat tubuh Qia hati-hati kemudian membawa Qia masuk ke dalam mobilnya. Ia menidurkan Qia di jok belakang. Dia bingung harus membawa Qia kemana, membawa pulang ia malas mendengar pertanyaan Kakeknya. Di bawa ke hotel, dia takut ada apa-apa. Ia melirik wajah Qia yang tertidur dari kaca spion kemudian ia menatap ke jalanan.

Setelah berpikir cukup lama ia pun memutuskan untuk membawa Qia ke appartement Raka. Sebelum ia sampai di appartement Raka, ia memilih untuk berhenti di minimarket dan membeli pembalut juga minuman pereda nyeri ketika datang bulan. Ia memang tidak pernah memiliki teman dekat tapi ia dulu pernah memiliki kekasih wanita semasa SMA. Walau ia tidak begitu peduli dan mereka berpacaran hanya satu tahun tapi, ia memperhatikan apa saja yang wanita butuhkan ketika nyeri datang bulan.

Dengan sedikit ke susahan Kenan membawa belanjaan yang dia perlukan dan juga menggendong Qia ala brydal style. "Ini orang tidur apa mati?" gerutunya di dalam lift sambil menatap wajah Qia. Ia menatap wajah Qia yang mengernyitkan dahinya matanya memicing saat ia melihat ada bekas luka memanjang di kening Qia hingga ke kepalanya.

Pintu lift terbuka dan menyadarkan Kenan yang sedang fokus menatap bekas luka Qia. Ia segera ke luar dari lift dan berjalan ke appartement Raka. Ia menekan bel appartement, tapi tidak ada seseorang yang menjawabnya. Akhirnya dengan susah payah ia membuka pintu appartement Raka.

"Sepertinya dia belum pulang," ucap Kenan yang melihat lampu masih padam. Ia pun segera membawa Qia ke dalam kamar dan merebahkan tubuh Qia hati-hati.

Kenan menyelimuti tubuh Qia hingga bahu kemudia menghidupkan ac. Ia berjalan ke luar sambil membawa botol air mineral yang tadi sempat ia beli. Ia menuangkan separuh airnya ke dalam teko dan ia pun merebusnya. Ia mematikan kompornya ketika airnya sudah mendidih kemudian ia menambahkan setengah air yang masih tersisa ke dalam air panas. Ia mencoba memasukkan tangannya apakah airnya panas atau sudah hangat.

Ia menambahkan sedikit lagi air karena masih cukup panas. Setelah di rasa hangat, ia menuangkannya ke dalam botol air mineral tadi tidak sampai penuh. Ia kembali masuk ke dalam kamar dan berjalan mengambil handuk kecil di dalam lemari. Ia membalutnya ke botol kemudian ia duduk di sebelaj Qia yang masih memejamkan matanya dengan wajah menahan sakit. Kenan menyingkap selimutnya dan tanpa malu, tangannya masuk ke dalam kaos Qia kemudian menekan handuk hangat itu ke atas perut Qia.

Perlahan tapi pasti wajah Qia berubah, ia sudah tidak merasa sakit lagi. Kenan pun mengeluarkan botolnya dan membenarkan kaos Qia setelah itu ia kembali menyelimuti tubuh Qia. Kenan berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.

Setelah tiga puluh menit ia menyelesaikan ritual mandinya ia pun ke luar dari kamar mandi. Alangkah terkejutnya ketika ia melihat Raka yang sudah melepaskan pakaian atasnya juga celana panjangnya. "Aku akan membuatmu terbang malam ini," ucap Raka dengan senyumanya.

Dengan cepat Kenan berlari menghampiri Raka. Ia menahan tubuh Raka dan dengan sigap ia mengangkat tubuh Raka seperti karung beras. Raka berteriak dan memukuli punggung Kenan. Kenan segera membawa Raka ke luar dari kamar kemudian mengunci pintu kamar yang di tempati Qia untuk berjaga-jaga.

Kenan menjatuhkan tubuh Raka ke atas sofa membuat Raka uring-uringan. "Minggir!" usir Raka sambil mendorong tubuh Kenan yang ada di atas tubuhnya dengan tangan Kenan yang menahan tubuhnya agar tidak menimpa tubuh kekasihnya yang sedang mabuk ini.

"Bisa-bisanya kamu mabuk," ucap Kenan dengan tatapan jengahnya. Raka meracau sambil mendorong-dorong dada Kenan.

Saat sedang mabuk seperti ini, Raka menjadi tidak berdaya. Untung saja saat seperti ini belum ada orang yang memanfaatkannya. Kenan sudah sering menegurnya untuk tidak minum-minum lagi, tapi tetap saja Raka terus-terusan minum. Di sofa yang bisa di tempati untuk dua orang itu, Kenan pun memeluk tubuh Raka erat supaya kekasihnya itu bisa diam.

Ia mulai memejamkan matanya karena tubuhnya masih terasa lelah. Ia pun mulai tertidur dan Raka pun sudah mulai tenang, bahkan dirinya kini sudah memeluk tubuh Kenan dengan nyaman.

Pagi pun tiba, Qia membuka matanya sambil mengucek matanya. Sakit perutnya sudah tidak begitu terasa, ia segera terlonjak bangun ketika merasakan sesuatu hangat di bagian bokongnya mengalir. Qia pun terjatuh karena dia tidak sadar jika ia tidur di atas tempat tidur.

Qia menatap kesekelilingnya yang nampak gelap. Ia pun berdiri kemudian melihat kesekelilingnya. "Kamar siapa ini?" tanya heran.

"Bukannya aku tadi malam tidur di lantai, ya?" tanyanya lagi. Kemudian ia pun langsung mengecek ke adaannya pakaiannya masih utuh tidak ada yang berganti. Ia membuka gorden yang ada di belakang tubuhnya. Matahari belum menampakkan sinarnya yang menandakan ini belum kesiangan. Ia mencari pintu ke luar, saat menemukan pintu ke luar ia pun membukanya. Sayangnya pintu terkunci, perasaan takutpun mulai ia rasakan. Ia memundurkan tubuhnya karena takut dan tidak sengaja tangannya yang memegangi dinding menghidupkan saklar lampunya.

Matanya menyipit karena pancaran cahaya yang menyilaukan. Qia pun menatap sekitarnya, ia cukup takjup melihat kamar yang begitu luas dan tersusun rapih. Ia memicingkan matanya dan segera menghampiri tasnya yang ada di meja nakas.

Ia mengambil handphonennya untuk menelpon polisi, sayangnya keberuntungan belum ia dapat. Handphonemnya mati karena kehabisan daya. Tiba-tiba suara kunci terbuka, Qia membulatkan matanya. Matanya langsung mencari sesuatu barang untuk menolongnya. Qia mengambil seprotan cabai yang selalu ia bawa di dalam tasnya. Ia menyelempangkan tasnya kemudian mematikan saklar dan bersembunyi di balik pintu.

Kenan masuk ke dalam dan menghidupkan saklarnya. "Kemana wanita itu?" tanyanya heran sambil mengucek matanya.

Kenan membalikkan tubuhnya dan saat itu Qia langsung menyemprotkan semprotam cabai yang membuat Kenan langsung memekik kaget. Qia mendorong tubuh Kenan hingga terjungkal ia pun segera lari dari kamar. "Apaan sih, ribut-ribut?" tanya Raka yang duduk di sofa sambil mereganggakan otot-ototnya membuat Qia langsung membalikkan tubuhnya karena malu melihat tubuh polos Raka yang hanya menggunakan boxer.

"Apa kau sudah gila, hah!" marah Kenan berjalan ke luar. Untung saja saat Qia menyemprotkan semprotan cabainya, Kenan sedang menguap dan memejamkan matanya sehingga matanya tidak perih. Hanya wajahnya saja yang sedikit panas.

"Kau berdarah!" pekik Raka saat melihat noda merah di pantat Qia. Qia pun langsung melepaskan tas selempangnya dan menutupi bokongnya.

"Dasar wanita rendahan! tidak tahu terimakasih! Di tolong malah ngelunjak!" maki Kenan yang kini berdiri di hadapan Qia.

Qia memegangi semprotan cabainya dengan tangan bergetar. Kenan dengan kasar mengambil semprotannya dan membantingnya dengan kasar. "Kenan!" teriak Raka memperingati.

"Diam!" peringat Kenan menatap tajam Raka.

"Pak, Pak Kenan," ucap Qia tergagap sambil mendongakkan kepalanya.

"Apa?" tanya Kenan marah.

"Ma ... maafin saya, Pak. Saya gak tahu kalau tadi bapak, saya fikir bapak penculik!"

"Bodoh! mana ada penculik membawa ke appartement mewah seperti ini, hah!" maki Kenan.

"Maaf, Pak. Saya benar-benar tidak tahu," ucap Qia menundukkan kepalanya.

"Dasar, rendahan! Kamu sekaya apa sampai di culik, bahkan jika di jual di club malam pun, tubuhmu tidak menjual. Dada rata, pantat tepos, badan kurus seperti triplek apa yang mau di jual!" marah Kenan.

"Kenan, hentikan!" tegas Raka.

"Diam! Kamu enggak usah ikut campur. Dia cuma wanita rendahan, jadi kau diam!" tegas Kenan seraya menatap marah Raka.

"Ini appartemenku, jangan mencari keributan di pagi-pagi buta seperti ini!" tegas Raka membuat Kenan mengepalkan tangannya.

"Siapa namamu?" tanya Raka yang kini sudah berdiri di samping Qia.

"Bapak bisa panggil saya Qia,"

"Qia, tatap mata orang yang sedang kamu ajak bicara," ucap Raka membuat Qia kini langsung menatapnya.

"Kamu!" ucap Raka sedikit terkejut.

"Pak," ucap Qia sedikit malu. Kenan kini menatap Raka dan mengernyitkan dahinya.

"Kita ketemu lagi," ucap Raka senang.

"I ... iya, pak," jawab Qia tergagap.

"Nama saya Raka dan jangan panggil saya Pak kalau di luar kantor, saya masih single belum punya anak," ucap Raka seraya tersenyum membuat Kenan tidak suka melihatnya. Raka tidak peduli dengan Kenan yanh ada di dekatnya, kekasihnya itu sudah tahu bagaimana dirinya.

"Ah, Qia, lebih baik kamu bersihkan tubuhmu, pasti bagian bawahmu sudah tidak nyaman,"

"Gak perlu Pak ..."

"Jangan panggil saya, Pak." potong Raka cepat.

"Tapi ... "

"Ini bukan di kantor, jadi tidak apa jika kamu memanggil saya tanpa ada embel-embel Pak. Kamu bisa panggil saya Raka,"

"Abang, boleh saya panggil abang?" tanya Qia takut-takut.

Raka tersenyum, "tentu saja boleh. Kamu bisa panggil saya Abang dan kamu juga bisa panggil Kenan dengan sebutan Abang."

"Aku tidak mau!" ketus Kenan.

"Terus, kamu mau di panggil apa?" tanya Raka malas.

"Pak, panggil saya, Pak, karena saya atasan kamu!" tegas Kenan sambil menatap Qia.

"Baik, Pak," jawab Qia menundukkan kepalanya.

Raka hanya memutar malas bola matanya mendengar ucapan Kenan. "Ya, sudah Qia, lebih baik kamu mandi. Kamu nanti bisa pakai baju kekasih saya yang sudah tidak di pakai,"

"Gak perlu Bang, saya bisa pulang saja."

"Dengan bagian belakang pakaianmu yang berdarah?" tanya Raka tidak habis pikir.

"Saya bisa menutupinya dengan tas, Bang."

"Sudah, kamu mandi! Gak perlu merasa tidak enak,"

"Tapi ... " ucapan Qia berhenti karena Raka sudah memegang ke dua bahunya dan mendorong tubuhnya masuk ke dalam kamar. Ia kemudian mendorong Qia masuk ke kamar mandinya.

"Sudah mandilah, siniin tas kamu," Qia pun menyerahkan tasnya kemudian Raka menarik handle pintu kamar mandi untuk menutup pintunya.

Raka meletakkan tas Qia di atas meja nakas kemudian ia berjalan ke arah lemari pakaian untuk mengambilkan pakaian untuk Qia. Ia mengambilkan sebua dress yang panjangnya mungkin selutut dengan tali spagethi. Ia juga mengambilkan celana dalam, celana pendek juga bra. Entah cukup atau tidak yang penting lengkap.

Raka memiliki pakaian lengkap karena sewaktu itu ia pernah menemani kekasihnya belanja dan ia di putuskan karena tanpa sengaja ia juga bertemu kekasihnya yang lain.

Rak berjalan ke arah kamar mandi kemudian mengetuk pintunya. "Iya," ucap Qia dari dalam kamar mandi.

"Jika butuh handuk, ambilah handuk yang ada di lemari kayu kecil yang letaknya di sebelah cermin di dalam. Semua handuk itu bersih, jadi kamu bisa pakai mana saja,"

"Iya, bang. Terimakasih," jawab Qia.

"Pakaianmu ada di atas tempat tidur."

"Iya, bang," jawab Qia.

Kenan ke luar dari dalam kamar dengan senyuman mengembangnya. Kenan sudah berdiri sambil bersedekap dan tatapannya sulit di artikan. "Kau menyukainya?" tanya Kenan begitu dingin.