webnovel

Birthday Girl

“Eh, apa?” tanya Cinta pada telepon yang sedang dijepitnya di antara bahu dan pipi.

“Aku gak bisa jemput untuk ke restoran, mobilku rusak soalnya. Aku nebeng sama teman,” Suara Eden terdengar dari ponsel Cinta dan itu langsung membuatnya sedih.

Padahal Cinta sudah merencanakan hal ini sejak dia mengulang waktu hidupnya. Padahal dia sudah menghabiskan banyak uang tabungannya, hanya untuk mereservasi restoran yang lumayan mahal. Tapi bahkan menjemput saja Eden tidak mau, padahal kan bisa naik taksi online. Toh kantor Cinta dan restoran juga searah.

“Ya, sudah. Mau diapa lagi. Nanti kita ketemu di sana saja,” balas Cinta dengan suara serak menahan kesedihannya.

“Sayang. Kok kamu kedengaran sedih?”

“Gak kok. Sudah ya, aku masih ada sedikit kerjaan.” Cinta mematikan sambungan telepon secara sepihak. Dia sedang tidak ingin mendengar penjelasan apa pun dari Eden.

Cinta menatap pantulan dirinya di cermin toilet. Dirinya sudah berdandan cantik untuk malam ini, bahkan mengenakan dress yang dulu dibelikan Eden untuknya. Padahal Cinta kurang suka dress itu karena terlalu pendek, tapi demi hari ini Cinta menggunakannya.

Hari ini bahkan Cinta akhirnya mengaplikasikan ilmu make up yang di dapatnya dari pelatihan kantor yang rutin diadakan tiap tahun. Sudah dua kali Cinta mengikutinya dan itu cukup membuat Cinta paham dan mampu mengaplikasikan make up lengkap seperti sekarang.

Sebagai pegawai bank, tentu tiap hari Cinta bermake-up. Tapi biasanya dia hanya menggunakannya tipis-tipis dan dengan model sangat sederhana. Tapi kali ini Cinta belajar make-up ala Korea di you tube.

“Gak apa-apa, Ta. Yang penting kan jadi makan malam,” gumam Cinta pelan.

Namun sayang sekali, pikiran positif Cinta harus dihancurkan dengan kehadiran Oliv. Ya, Oliv. Entah bagaimana wanita itu bisa duduk berdua dengan Eden, di meja yang direservasinya. Yang lebih parahnya, Oliv menggunakan dress yang sama dengannya. Bedanya, Oliv menutupinya dengan blazer.

“Kenapa ada dia di sini?” seru Cinta begitu sampai di meja.

“Cinta. Kamu...” Oliv yang duluan menyapa langsung terdiam melihat penampilan Cinta.

Bukan. Oliv bukan terkejut karena dress tanpa lengan yang dipakai Cinta sama dengannya, tapi karena malam ini Cinta terlihat cantik. Bahkan Eden pun pangling dan langsung tersenyum.

“Sayang? Kok tumben dandan secantik ini?” Eden bangkit dari kursinya, hendak melihat Cinta lebih dekat.

“Kenapa ada Oliv di sini?” Cinta menatap Eden dengan sengit, membuat pria itu agak kaget.

“Ehm, aku tadi nebeng mobilnya dan dia pengen ikut,” jawab Eden dengan kening berkerut.

“Dan kamu ngizinin?”

“Oh, ayolah Cinta. Kan biasanya aku juga ikut,” Oliv yang menjawab.

“Aku gak bertanya sama kamu, Liv,” hardik Cinta tidak lagi bisa menaham diri.

“Sayang, kok tiba-tiba marah? Kan biasanya emang Oliv suka ikut,” Edwn ikut membela Oliv, membuat wanita itu tersenyum. Dan jelas membuat Cinta sakit hati.

“Oke. Katakan saja ini salahku,” tiba-tiba saja Cinta menyalahkan dirinya sendiri. Jelas itu membuat Eden dan Oliv jadi bingung.

“Salahku karena nyaris selalu membiarkan Oliv ikut saat kita kencan.” Cinta mengangguk setelah mengingat ketololannya yang satu itu.

“Maka dari itu, kali ini aku gak akan marah. Aku anggap Oliv gak tahu saja.” Oliv tersenyum makin lebar mendengar lanjutan kalimat Cinta. “Tapi kali ini aku mau kencan berdua saja dengan Eden.”

“What?”

“Kamu dengar Oliv? Aku ingin berdua saja. Aku harap kamu pulang.”

Oliv menatap Cinta, dia tidak percaya baru saja diusir dan segera meminta pertolongan pada Eden lewat tatapan matanya. Namun tatapan memelas itu segera menjadi marah ketika Eden memintanya pergi dengan gerakan kepalanya.

Inginnya sih Oliv mengamuk di sini, tapi tatapan mengancam Eden lebih menakutkan. Dan dengan sangat kesal, Oliv mengambil tasnya yang ada di atas meja sebelum sengaja menabrak Cinta dan keluar dari restoran.

“Sayang. Kamu kenapa sih hari ini? Dimarahin bos karena gak capai target?” tanya Eden setelah menuntun Cinta untuk duduk.

“Kamu masih bertanya? Lagipula targetku sudah tertutupi sampai bulan depan, thanks to Kak Ezra.”

“Aku bertanya karena aku benaran gak tahu, Ta. Sumpah. Dan kenapa juga bawa-bawa nama Ezra?”

“Apa hari ini aku mengundang Oliv?”

“Kamu marah karena Oliv?”

“Apa kamu harus terus bertanya, Ed?” Cinta benar-benar tidak mengerti kenapa Eden terus bertanya, padahal Cinta dari awal sudah menanyakan kahadiran Oliv.

“Soalnya kamu biasanya gak kebera...”

“Hari ini dan seterusnya aku keberatan,” sergah Cinta tidak bisa sabar lagi. Dia harus memperjelas semuanya pada Eden.

“Aku jelas-jelas bilang kalau ingin makan malam berdua, tapi kamu membiarkan Oliv ikut? Aku bahkan reservasi meja hanya buat berdua, Ed.”

“Sorry, aku...”

“Dan apa kamu tahu ini hari apa?” tanya Cinta kembali memotong kalimat Eden yang untungnya merasa bersalah. Atau setidaknya terlihat merasa bersalah.

“Apa sih maksudmu, Ta? Bisa gak jangan kasih pertanyaan terus? Kalau ada yang kamu gak suka langsung bilang saja,” Eden mulai terlihat sedikit kesal dan masih berusaha menekam rasa kesalnya.

Cinta mendengus melihat perubahan Eden dalam semenit. Padahal semenit lalu Cinta sudH berpikiran akan membiarkan Eden, tapi perubahan sikap dalam waktu singkat itu membuat Cinta batal memaafkan Eden.

“Dari awal rasanya sudah jelas aku gak suka dengan kehadiran Oliv. Aku...”

“Kamu gak suka baju kalian kembaran?” kali ini Eden yang memotong kalimat Cinta. “Itu diluar kuasaku, Ta.”

“Apa aku menyinggung soal baju?”

“Lalu apa?”

“Sedari tadi yang kutanyakan adalah kenapa Oliv ada di sini. Rasanya tadi aku sudah bilang padamu kalau aku tidak suka kehadiriannya, aku sudah bilang dari kemarin ingin kencan berdua saja.”

“Aku bahkan menghabiskan waktu sejam untuk berdandan di kantor. Sengaja memesan makan malam romantis hanya untuk berdua, tapi apa yang kudapat ketika sampai di sini?” Mata Cinta mulai berkaca.

“Aku menemukan pacarku, duduk berdua dengan sahabatku dan kalian terlihat bahagia bercanda bersama, ditempat yang aku reservasi buat kita berdua.”

“Cinta yang kamu lihat itu gak seperti itu,” Eden mencoba membela diri lagi. Dan rasa bersalahnya makin besar ketika melihat Cinta menitikkan air mata.

“Dan yang paling parah.” Cinta menyeka air matanya dengan agak kasar. “Yang paling parah, kamu bahkan gak ingat hari apa ini.”

Eden ingin menjawab, tapi tidak ada kalimat yang bisa keluar dari mulutnya. Entah bagaimana, Eden akhirnya berhasil mencerna kalimat Cinta dan merasa bersalah karenanya. Seharusnya dia lebih hati-hati lagi.

Tapi terlambat. Cinta sudah benar-benar marah. Dia sudah tidak peduli lagi dengan riasan wajahnya yang mungkin sudah berantakan, pun dengan uang yang dihabiskan untuk reservasi. Sekarang Cinta hanya ingin pulang.

“Tinggallah untuk makan malam. Aku sudah membayar semuanya.” Cinta langsung bangkit berdiri setelah mengatakan itu.

“Cinta.” Eden sedikit terkejut ketika kekasihnya bangkit dari kursi dan pergi.

Eden ingin mengejar, tapi dia tersandung kaki meja. Kemudian dia juga hampir saja menabrak pelayan yang membawa kue.

“Maaf,” seru Eden pada pelayan itu, tapi kemudian matanya menangkap tulisan yang tertera pada cake.

Cakenya sederhana berwarna biru langit dan ada tulisan yang tercetak dengan jelas diatasnya. ‘Happy Birthday Cinta.’

Itu membuat Eden mengumpat keras. Merutuki kebodohannya yang membuat Cinta menangis.

***To Be Continued***