"
"Aku sudah terlanjur janji. Huh." Azka berdiri keluar kama dan berfikir, entah apa yang ada di benaknya. Berdiri di depan pintu kamarnya, menatap kamar Sabrina.
Sabrina datang di dorong Andre. Sabrina sangat terkejut melihat Azka yang menatap tajamnya.
"Merah jambu," Panggil Azka, tanpa jawaban Sabrina masuk kamarnya.
Andre menatap sinis.
"Kenapa? naksir!" Canda Azka.
"Kau memang gila Azka." Olok Andre.
Azka tersenyum.
"Iya. aku tidak mengelak. Sabrina!" Teriak Azka sangat keras menuju pintu kamar Sabrina.
"Azka, keterlaluan!" bentak Andre sambil menarik pundak Azka mundur.
"Aku akan mati Sabrina!" Teria1k Azka lalu di dorong keras oleh Andre. Mendengar perkataan Azka. Sabrina berhenti sejenak.
"Kenapa sih lo?" bentak Azka ke wajah Andre. Sabrina masuk kamar.
Azka melepas kasar tangan Andre, kemudian masuk kamarnya. Menutup pintu dengan keras. Andre pergi.
Azka mengambil ranselnya. Mengetuk pintu kamar Sabrina.
"Buka merah jambu, sebentar saja!" Dengan nada tinggi.
'Menunggu itu sangat meyengsarakan, sama dengan rindu, menyiksa batin.'
Lima belas menit Azka berdiri baru Sabrina membuka pintunya.
"Aku menyerah." Azka meletakkan semua barangnya di depan Sabrina.
"Paspor, uang, ATM," kata Azka masih belum jelas.
"Apa ini?" suara Sabrina lembut dan heran, matanya menatap mata melas Azka.
"Ambil semua, aku akan mengglandang.
Jika kau rindu lihat aku bernyanyi di sana, di sebrang jalan, jika tidak mau melihatku, jangan melihatku, aku akan menepati janjiku, dan akan melebur janji itu ketika kau yang meminta aku mendekatimu. Aku tidak akan lagi muncul di hidupmu. Aku melarikan diri karena tipuanmu, aku memenjarakan diriku, agar damai hatiku.
Tidakah kau melihat itu, aku kacau! Aku mengemis cinta tanpa malu, tapi plis ambil semua barang ini, sebagai bukti aku sungguh-sungguh, aku masih anak mami siapa tau kalau aku mencari uangku sendiri, kau mau menerimaku. Hah." Ucapan Azka sama sekali tidak membuat haru Sabrina.
Azka berjalan.
'Cegah aku Rina ... cegah aku, satu dua tiga. Lupakanlah Azka.'
Azka berjalan maju harapanya pupus ia menghapus air matanya.
"Tunggu!" Panggil keras Sabrina.
'Yes, Alhamdulillah.'
Azka menghentikan langkahnya.
"Untuk apa, aku tidak butuh ini semua!" Sabrina melempar ransel Azka.
"Jangan terlalu benci." Azka berbalik arah mengambil tasnya.
"Aku melihat cintamu. Selamat Sabrina!" Azka mengambil ransel lalu pergi.
Sabrina merunduk, Azka sembunyi di balik dinding sampai tidak terlihat. Sabrina mengira Azka sudah pergi matanya mencari Azka dan tidak ketemu, lalu dia bisa menangis tersedu-sedu.
Azka muncul dengan tepuk tangan, Sabrina sangat terkejut.
"Bohong dosa," tegur Azka
"Aku tidak akan tertipu lagi. Kau berbohong karena mengorbankan cinta, sedangkan aku berbohong memperjuangkan cinta. Kita sama
" Azka berlutut di hadapan Sabrina.
"Kau sudah berjanji ... hiks hiks.." Suara tangis Sabrina, sangat menyakitkan. "Tolong ... he..he.. hiks" Sabrina merunduk menutupi wajah dengan tangannya.
"Aku ingin melihatmu bahagia. Dengar merah jambu, terserah kau mau hidup bersama siapa, aku tiada hak untuk mencegah tempat hatimu berlabuh.
Aku jatuh cinta padamu saat rintikan hujan, pertama kali aku melihatmu, aku sudah terbiasa hidup dalam diam, belasan tahun aku diam menahan keinginanku untuk hidup bersama mami. Jika aku tanpamu aku juga bisa.
Tapi perlu kau tahu aku akan menunggu seumur hidupku, siapa tahu setelah menikah satu tahun, dua tahun, tiga tahun, kau bercerai." Ucapan Azka membuat Sabrina menatap. "Aminkan dong!" Lanjut Azka dengan tersenyum membuat Sabrina terkejut.
"Jangan kabulkan doa jelek Ya Allah. Jangan menunggu jandaku," kata Sabrina menghapus air matanya.
"Apa kau masih anggap aku temanmu?" tanya Azka penuh harap, sambil menatap tajam Sabrina.
"Aku benci, sangat benci" Pukul Sabrina ke bahu Azka, yang masih bersimpuh di hadapan kursi roda Sabrina.
"Cie, udah berani pukul-pukul, apa alasan kau sangat benci?" Azka menikmati pukulan Sabrina, dan terus menatap gadis yang di cintainya.
"Jangan memandangku, aku tidak akan jadi janda. Aku tidak akan memberi alasan kenapa aku benci," jelas Sabrina.
"Menjadi temanmu sudah cukup untukku. Yah ..." teriak, Azka berdiri memegang dahinya, seperti ada sesuatu yang dia lupa.
"Kenapa?" tanya Sabrina.
"Kesemutan. Au ..." kata Azka mengangkat kaki kanannya.
"Kau masih terlihat menghuatirkan ku." Azka memandang Sabrina dan bersandar di tembok.
"Heh" Sabrina merunduk.
"Kau tadi menangisiku?" tanya Azka.
'Katakan iya merah jambu jangan putuskan harapanku.'
"Aku menangisimu karena seharusnya kau bisa jatuh cinta kepada orang lain." Sabrina berkata tegas.
"Alasan yang masuk akal, dan aku harus sadar diri. Emmm apa aku sudah di terima jadi teman?" azka bertanya lagi, dengan mata punuh dengan harapan.
"Tidak mau!" ungkap Sabrina, Azka tersenyum dan terlihat iklas lalu melangkah pergi dengan pelan dan tersenyum.
'Bicara denganmu itu sudah cukup, aku membawa pulang rasa cinta yang tidak akan dapat ku Miliki. Mungkin akan ada rencana yang indah suatu jari nanti!
Seuol Juga Kota cinta namun di Dramanya, entah kehidupan asli orang Seoul bagaimana aku juga tidak tahu.
Apa ada juga yang patah hati Sepertiku.
Ya Allah betapa kejam cinta jika di rasuki nafsu. Aku Akan bahagia Jika Kau bahagia, semoga Allah selalu membuatmu bahagia.
Cinta tidak Harus memiliki dan tidak perlu egois,'
"Kak Azka!" teriak seseorang dari kejauhan. Azka tidak menoleh.
'Plis Azka jangan halu, lepas landaskan hayalanmu. Jangan menoleh Gengsi dong Azka! Jangan membuat malu diri sendiri, itu hanya hayalan, atau bisikan Setan di telinga, yang membujukmu untuk menoleh. Terbangkan mimpi bersama tiupan angin. Aku memang harus pergi, Maaf semua aku gagal.'
Azka terus berjalan, lalu berbaring di kursi panjang, menikmati angin yang sangat dungin hingga masuk menerobos, ke tulang-tulang dalam tubuh Azka, bersamaan bunga sakura berguguran menjatuhi Azka.
Azka masih berbaring dan memejamkan mata. Dingin malam tanah Korea menyerang tubuhnya.
'Apa kau tau dingin? Jika kehadiran mu, mempunyai banyak arti.
Apa kau tau angin? Kedatanganmu banyak mengundang rasa.
Apa memang kau suka menyiksa orang merana? Ha. Aku bertanya kenapa kau tambah menyerang ragaku, Aku sudah tersiksa akan semua Cinta, dan hadirnya
di tambah kehadiranmu yang menyengsarakan. Ya Allah sesungguhnya dingin, angin, hujan, itu nikmat, tapi aku tak bersyukur. Ampuni hamba Ya Allah."
"Kau, Azka?" Panggil wanita, Azka membuka mata, melihat orang yang tidak pernah di kenal Azka.
Azka duduk.
"Saya tidak mengenal Anda?" ucap Azka yang hendak pergi dari kursi, ia berdiri.
"Tunggu nak, kau yang mencintai Anaya?" Cegah wanita itu, Azka menoleh ketika mendengar nama Anaya di sebut.
"Duduk!" Suruh wanita yang kira-kira umur 47 tahun. Dia duduk, Azka kembali duduk dengan meniupi telapak tangan yang mulai kedinginan.
"Boleh ku tahu siapa Anda?" tanya Azka memegang pipinya yang dingin, Azka mulai mengigil.
"Pemuda yang jatuh cinta memang sangat aneh, pakai ini." Wanita itu memberi syal yang ia bawa, ia sendiri sudah memakai jaket tebal berbulu.
"Cepat pakai Nak." Suruh wanita itu ke Azka, Azka memakainya.
"Terima kasih, bik" ucap Azka, yang sudah mulai menikmati suasana.
"Aku Ani! pembantunya den Andre, yang merawat nona Anaya." Jelas wanita itu menperkenalkan diri.
"Oh. Ehmmm tapi aku sudah tidak ada hubungan apa-apa sama mereka!" Singkat Azka.
'Aku sudah menyerah, dan bukan
siapa-siapa lagi untuknya.'
"Tapi kamu tidak pernah tahu hati Anaya, Dengar nak. Aku yang selalu ada saat Anaya merasa ke sakitan."
"Tapi dia sama sekali tidak menghiraukanku!" sahut Azka menatap ke Bi Ani.
"Apa kamu pernah bertanya kenapa den Andre bisa bersama Anaya?" Ucapan yang masih samar dari Bi Ani.
"Aku sudah berjanji tidak akan masuk ke dalam hidupnya lagi. Jadi cerita apapun tentang dia aku tidak mau dengar." Tegas Azka, hendak berdiri padahal di hatinya sangat penasaran.
'Azka Azka. Kamu kepo. Jangan, ada apa di balik semua, kamu jadi kenapa naif. Ya Allah aku terlanjur janji Oh Janji janji, aku ingat! dalam islam melebur janji memberi sodakoh kepada fakir miskin, nanti cari di NU online. Iya, aku banyak uang di langgar tidak apalah kalau bersedekah harta dari mami masih sisa banyak, untung mami kaya. Tapi aku sangat tahu mengingkari janji dosa besar, tapikan niatnya baik.'
pikir Azka dalam hati.
"Kok melamun. Jika kebahagiaanya adalah kamu?" sahut cepat Bi Ani, mencoba mencegah Azka.
"Apa maksud Bibik?" tanya Azka jadi penasaran dan kembali duduk.
'Maaf Merah jambu aku tergairahkan oleh melebur janji secara islam, lagian hal baik, aku tidak sekejam pelakor, aku hanya ingin membuatmu bahagia. Heh aku kembali berharap, semoga ini harapan nyata bukan halu, Kabul kan Ya Allah.'
"Mereka akan menikah kan?" tanya Azka mulai cari tahu.
"Dengar dulu, Anaya mencintamu buatlah Anaya jujur atas perasaannya," tegur Bi Ani serius.
"Aku tahu sudah jelas. Tapi aku sudah berjanji. Apa buktinya kalau dia mencintaiku?" Ragu Azka mau mundur atau kembali maju memperjuangkan cintanya.
'Jika cerita setelah ini, ada kebaikan maka aku akan melebur janjiku, karena pernikahan juga sunnah Rosul.' fikir Azka.
"Nak! Den Andre memang akan menikah tapi bukan bersama Sabrina," tegas Ani, Azka kaget.
"Kan, What kan. Yes! sudahku duga, jadi kenapa Anaya bisa bersama Andre?" tanya Azka semakin penasaran.
"Den Andre yang menabraknya," terang Ani sedikit takut.
"Apa. Allahu akbar. Dia sekejam itu tapi kenapa Anaya masih mau!" Azka tambah penasaran dan semajin bingung.
"Ya Nona Anaya minta tanggung jawab, karena telah membuat ia cacat." Ucapan yang masih belum terang.
"Yang jelas to Bik!" Saran Azka yang masih kaget dan bingung.
'Anaya betapa sakitnya, maaf Anaya aku harus maju mendapatkanmu.'
"Jadi 14 bulan yang lalu den Andre sengaja menabrak Anaya, entah karena apa. Andre di tangkap polisi Nyonya Alia mamanya den Andre, minta maaf dan meminta agar Anaya mau membebaskan Den Andre, neng Anaya mengajukan syarat jika ingin bebas, seumur hidup harus merawat Anaya, sebagai tanggung jawab den Andre," jelas bik Ani. Azka terdiam.
'Sampai segitunya kamu tidak mau merepotkan keluarga yang menyayangimu, Anaya aku mencintaimu apa adanya, aku tulus Ya Allah satukanlah kami, aku akan menjaga dan merawatnya,'
Batin Azka tersiksa.
"Aku bingung Bik, karena dari Sabrina maksudnya Anaya tidak jujur kepada ku. Jika seumur hidup Andre menjaga Anaya, bisa terancam cintaku." Ceplos Azka sambil berfikir keras.
"Maka dari itu kamu harus perjuangkan cintamu. Karna aku selalu mendanpinginya, Aku mengenalnya dengan baik, aku sungguh tidak tega ketika melihat neng Anaya melukis, dia selalu menangis. Dia sering cerita tentang kekonyolan kamu Nak, bagaimana cara memanggilmu dengan sebutan merah jambu." Ungkap bik Ani.
"Wau, Sabrina seperti itu aku senang. Tapi aku masih sangat sedih. Keterlaluan sekali Andre laki-laki macam apa dia. Sampai tega, Ya Allah merah jambuku pasti begitu sakit kau selama ini," kata Azka kesal sekaligus sedih, bagaimana tidak orang yang di cintainya cacat karena dendam keegoisan dan kekanak-kanakan dari Andre.