63 MCMM 62

Happy Reading ❤

"Dys, elo yakin?" tanya Wina hati-hati.

"Iya Dys, ini kan bisa lo bicarakan baik-baik dengan tante Cecile. Nggak perlu elo sampai pergi dari rumah."

"Dys, mami kan sudah bersedia menunda acara lamaran itu. Menurut gue, nggak ada salahnya elo mencoba mengenal Lukas lebih jauh." Khansa memberikan saran.

"Gue takut kehilangan Banyu." ucap Gladys lirih. "Gue takut menghadapi kenyataan ini. Sampai kapanpun Banyu nggak akan pernah mencintai gue. Gue nggak akan kuat kalau seandainya gue harus menghadapi kenyataan Banyu lebih memilih mantannya daripada gue."

"Kan masih ada Lukas, Dys." ucap Intan. "Gue setuju dengan saran Khansa. Coba elo kenal dia lebih jauh. Mungkin dia freak atau bahkan psikopat seperti kata elo, tapi gue yakin pasti ada sisi baik dari dirinya. Coba deh lo kasih kesempatan Lukas untuk mengajak elo nge-date."

"Gue nggak mau. Dia itu dokter mesum. Kalau nanti dia maksa gue buat tidur sama dia gimana?"

"Ya jangan mau lah. Elo kan bukan anak kemarin sore. Elo harusnya tahu bagaimana menjaga diri dari cowok model dia." ucap Khansa.

"Eh tapi emangnya beneran apa yang lo bilang soal otak mesumnya dia?" tanya Ayu penasaran. Semua mata langsung tertuju pada Gladys.

"Ya benarlah. Masak sih gue mengada-ada tentang hal ini. Dia itu berani mencium gue di depan umum, bahkan di depan orang tuanya dia berani mengelus-elus bahu gue. Bukan cuma itu. Dia bahkan berani mencium bahu gue yang terbuka. Itu kan sudah masuk dalam ranah pelecehan seksual. Selesai acara malam itu dia juga mengajak gue ke apartemennya. Lo pikir dia mau ngapain kalau ajak gue kesitu? Jangan bilang dia mau ajak gue main congklak ya."

Yang lain tertawa mendengar ucapan terakhir Gladys.

"Beda banget dengan mas Banyu yang bahkan berusaha menjaga aurat gue."

"Tapi gue dengar-dengar mas Banyu a good kisser. Memangnya iya Dys?" Gladys tak menjawab, namun pipinya langsung merona mengingat hal tersebut

"Dys, gue bukannya mau menceramahi elo. Kita semua sudah sama-sama dewasa dan tau apa itu dosa. Kalau memang kalian nggak kuat menahan syahwat, lebih baik kalian segera menikah. Daripada nanti elo malah dicap sebagai perempuan murahan. Mau dicium siapa saja."

"Win, jangan gitu dong. Gue juga tahu itu dosa. Tapi gue juga belum bisa menghindari hal itu. Gue belum bisa menjadi seperti kalian. Bahkan gue aja belum bisa menutup aurat gue." Gladys tampak mau menangis mendengar perkataan Wina.

"Girls.. coba deh kalian lihat IG. Ada yang posting video dan nge-tag mas Banyu. Dys, itu beneran elo?" Tiba-tiba Qori memperlihatkan postingan di IG. Video singkat saat Gladys mencium Banyu di lapangan parkir.

"Astaghfirullah Gladys!" Wina langsung memalingkan wajahnya tak mau melihat lanjutan video tersebut.

"Ya ampun, elo ngapain ciuman di depan umum Dys? Abang-abang lo pasti ngamuk nih habis ini. Jangan sampai mami papi tahu. Kalau mereka tahu, langsung elo dikawinin saat itu juga."

"Girls, jangan su'udzon dulu. Itu gue lakukan buat menyelamatkan dia dari suami mantan pacarnya." Akhirnya Gladys menceritakan kejadian hari itu kepada para sahabatnya.

'Ya ampun Dys. Hati lo terbuat dari apa sih? Ngapain elo nolongin dia, sementara jelas-jelas Banyu nggak mau mengerti elo. Elo t***l atau g****k sih?" Omel Khansa pedas. "Bucin boleh tapi jangan go***k."

"Gue nggak mau dia dipukuli tukang pukulnya Awan. Gue nggak tega. Cuma itu yang bisa gue lakukan buat melindungi dia."

"Sumpah, speechless gue ngadepin elo Dys. Elo kuliah sampai ke luar negeri, tapi tetap aja g****k." Kritik Khansa dengan blak-blakan. Yang lain tak berani banyak komentar. Sudah ada Khansa yang mewakili mereka.

"Dys, apa yang akan lo lakukan kalau seandainya Banyu tetap nggak mau memaafkan elo? Apakah elo akan terus berjuang?"

"Ya, sampai akhirnya Banyu memilih untuk mencintai orang lain." jawab Gladys pelan.

"Astagaaaa... gue nggak tahu harus ngomong apalagi!"

⭐⭐⭐⭐

Lukas >> Malam sayang. Kamu lagi ngapain?

Gladys >> Nggak usah pakai sayang-sayangan ah. Geli dengarnya.

Lukas >> Kok geli? Memangnya kamu maunya dipanggil apa? Babe? Hon? Sweetie?

Gladys >> Iih kok jadi geli sendiri ya.

Lukas >> Sweetie, boleh aku ketemu kamu? Sejak malam itu kita belum pernah bertemu lagi. Mama papa sudah nggak sabar mau melamar kamu.

Gladys >> Mas, kamu serius mau melamar aku? Kenapa?

Lukas >> Kenapa? Ya tentunya karena aku sangat mencintaimu. Dengan cara bagaimana lagi aku harus meyakinkanmu?

Dunia ini sangat lucu. Kenapa kami seperti kejar-kejaran, batin Gladys. Aku mengejar Banyu. Lukas mengejar diriku.

Gladys >> Bisakah kita memulainya dengan perlahan?

Lukas >> Maksudmu?

Gladys >> Ya kita coba dengan saling mengenal satu dengan yang lain. Aku nggak mau terburu-buru. Kita mulai dengan makan malam mungkin?

Lukas >> Kamu serius, Sweetie? Hanya makan malam?

Gladys >> Ya aku serius, mas. Kita mulai dengan makan malam berdua. Kita bisa bicara untuk saling mengenal. Apa kamu keberatan?

Lukas >> Tentu saja tidak sayang. Aku akan mencoba memenuhi keinginanmu kalau memang itu bisa membuatmu jatuh cinta kepadaku.

Gladys >> Terima kasih, mas. Nanti aku kabari kapan kita bisa makan malam.

Lukas >> Apakah itu artinya kita akan berkencan? Apakah hari ini adalah hari pertama kita jadian?

Gladys >> Saling mengenal lebih tepatnya, mas.

Lukas >> Apapun sebutannya aku tak peduli. Yang penting aku bisa menghabiskan waktu bersamamu.

Gladys tak membalas pesan terakhir Lukas.

Lukas >> Selamat tidur sayang. Jangan lupa mimpikan aku agar kita dapat bertemu dalam mimpi. Karena aku yakin malam ini akan memimpikanmu.

Gladys >> Ih lebay. Sudah ah, aku mau tidur dulu.

Lukas >> Kita tidur bareng ya. 🥰

Gladys >> 😒😒

Lukas >> 😄😄😄

Tidur bareng yuk. Itu salah satu ajakan Banyu setiap kali akan mengakhiri chatting atau video call. Dan biasanya selalu Gladys yang tertidur duluan setelah mendengar Banyu bercerita tentang apa saja. Ah, kenapa hatiku sakit mengingat hal itu. Kini hubungan kami seakan tak ada artinya sama sekali.

Baru saja Gladys akan menutup matanya, tiba-tiba ada notifikasi pesan masuk. Hati Gladys bergetar saat melihat pengirim pesan tersebut. Banyu.

Banyu >> Assalaamu'alaykum

Gladys >> Wa'alaykumussalaam. Selamat malam. Ada apa mas?

Banyu >> Malam. Besok sore bisa kita bertemu?

Perasaan Gladys campur aduk membaca pesan dari Banyu. Senang dan takut menjadi satu. Senang karena akhirnya bisa bertemu dengan Banyu, namun disaat bersamaan ia khawatir akan mengetahui kenyataan yang menyakitkan.

Banyu >> Kok diam saja?

Gladys >> Hmm.. nggak papa.

Banyu >> Kok belum tidur? Besok nggak ada pekerjaan penting?

Gladys >> Baru banget mau merem pas kamu kirim pesan. Kebetulan besok aku mau ketemu dengan orang percetakan. Ada yang harus segera dicetak.

Banyu >> Hmm.. undangan?

Gladys >> Kok tau?

Banyu >> Taulah. Kan sudah dilamar. Langkah selanjutnya ya bikin undangan. Semoga lancar persiapannya.

Gladys >> 😒🤭🤣

Banyu >> Kok malah ketawa?

Gladys >> Kamu tuh lucu. Jangan suka ambil kesimpulan sendiri. Aku tuh mau bikin undangan untuk acara peluncuran produk baru. Sekaligus cetak katalog baru.

Banyu >> Ooh.. sangkain.

Gladys >> Mas, boleh aku tanya sesuatu?

Banyu >> Apa?

Gladys >> Apa pekerjaanmu baik-baik saja?

Banyu >> Kenapa nanya begitu? Semuanya baik-baik saja.

Gladys >> Nggak usah bohong, aku tahu kamu dapat SP1 kan gara-gara kejadian di parkiran. Nggak usah bingung aku tahu darimana. Mila yang memberitahuku.

Banyu tak bereaksi terhadap pernyataan Gladys. Memang benar gara-gara kejadian itu dia di panggil oleh Dekan karena dianggap memberi contoh yang tak baik bagi para mahasiswa. Untunglah Mila membelanya, sehingga pihak kampus hanya memberi surat peringatan yang pertama.

Banyu >> Hanya SP1.

Gladys >> Maafin aku ya mas yang telah bertindak tanpa pikir panjang dulu.

Banyu >> Nggak papa. Sudah lewat. Sekali lagi terima kasih sudah melakukan itu untukku. Sekarang aku mau tidur dulu.

Gladys >> Selamat tidur. Jangan lupa mimpiin aku. Siapa tahu kita bisa bertemu dalam mimpi. Karena hanya di alam mimpi aku bisa bertemu denganmu dan dicintai olehmu.

Banyu termenung membaca pesan terakhir dari Gladys. Aku masih sering memimpikanmu Dys, walau hatiku lebih condong memilih Senja. Maafkan aku karena tak bisa membalas cintamu. Aaarghh... kenapa aku harus dihadapkan pada situasi seperti ini?

Sementara itu setelah meletakkan ponselnya, Gladys memilih mengambil wudhu dan melaksanakan shalat malam. Ia ingin mengadukan segala keresahan hatinya pada sang Khalik. Dalam shalatnya Gladys mencurahkan segala perasaannya dan menangis sepuasnya. Hingga akhirnya ia lelah dan tertidur di atas sajadahnya dengan masih memakai mukenanya.

⭐⭐⭐⭐

"Dek.. bangun dek." Gibran berdiri di depan kamar Gladys. Ia berencana mengajak sang adik jogging bersama. Namun tak ada jawaban dari dalam kamar.

"Ada apa den?" tanya Endah yang baru saja mau masuk ke kamar Gladys. Memang salah satu tugasnya adalah menyiapkan segala keperluan sang nona muda. Akhir-akhir ini Endah tak perlu repot membangunkan Gladys, karena sekarang gadis itu lebih disiplin dan bisa bangun pagi tanpa harus digugah.

"Gladys belum bangun?"

"Biasanya sih sudah, den. Akhir-akhir ini kak Gladys sudah bisa bangun sendiri tanpa harus dibangunkan oleh saya. Buka saja pintunya, den."

Gibran membuka pintu kamar dan pemandangan pertama yang dilihatnya adalah sang adik yang tertidur di atas sajadah masih mengenakan mukenanya.

"Dek, bangun dek." Gibran berjongkok di samping tubuh sang adik untuk membangunkannya. Saat itulah kening Gladys terpegang olehnya. Panas. Ya allah apa yang terjadi? Gibran segera mengangkat tubuh mungil Gladys dan menaruhnya di atas tempat tidur. Dengan dibantu oleh Endah ia membuka mukena yang dipakai Gladys. Untunglah kini pakaian tidur Gladys lebih rapi dibanding sebelumnya.

"Ndah, tolong hubungi dokter Farida." Perintah Gibran. "Kalau nggak tau nomornya, tanya sama mami. Minta dokter Farida untuk datang sekarang juga."

Endah segera berlari keluar mencari Cecile. Di tangga hampir saja ia bertabrakan dengan Cecile.

"Ndah, ngapain sih kamu lari-lari gitu?"

"Itu Nyonya... kak... kak Gladys, Nyonya." Endah tergagap menjawab pertanyaan Cecile.

"Gladys kenapa? Susah dibangunin?"

"Nggak nyonya... kak Gladys sakit. Panas tinggi. Saya disuruh den Gibran buat menelpon dokter Farida." Cecile terkejut mendengar perkataan Endah.

"Sana kamu minta mbok Parmi hubungin dokter Farida. Dia tau nomornya." Tanpa menunggu perintah lain Endah langsung berlari ke dapur untuk menemui mbok Parmi.

Sementara itu Cecile langsung berlari ke kamar Gladys, putri bungsunya. Ya ampun, Gladys sakit apa? Di dalam kamar dilihatnya Gibran sedang berusaha membangunkan Gladys.

"Bang, adek kenapa?" tanya Cecile bingung. Segera dirabanya kening dan tubuh Gladys. Ya ampun, panasnya tinggi sekali.

"Abang nggak tau, Mi. Tadi pas abang mau bangunin dia, abang lihat dia tertidur di atas sajadahnya. Ini dari tadi abang coba bangunin nggak bisa. Abang khawatir dia pingsan."

Tak sampai setengah jam dokter Farida telah datang dan memeriksa Gladys yang saat itu telah siuman. Cecile dan Gibran berhasil menyadarkan Gladys.

"Dok, Gladys kenapa?"

"Suhu tubuhnya cukup tinggi ya bu. Sampai 39,5°. Sepertinya mbak Gladys kena DBD. Ini ada beberapa bintik merah di lengannya. Nanti saya akan kirim petugas lab untuk mengambil darahnya untuk diperiksa. Semoga dari hasil pemeriksaan darahnya bisa dilihat apa penyebab demamnya. Hmm.. bagaimana dengan makannya mbak Gladys? Tensinya cukup rendah, 70/50. Apakah dia nggak pernah mengeluh pusing?"

Semua mata memandang Endah yang langsung menunduk ketakutan.

"Eehhmmm... akhir-akhir ini kak Gladys memang berantakan makannya. Kalau tidak diingatkan dia sering skip waktu makan. Kalau ditanya kenapa, dia bilang nggak selera. Sepertinya kak Gladys sedang banyak pikiran. Beberapa kali Endah lihat kak Gladys menangis saat di dalam mobil. Tapi Endah nggak berani nanya apa penyebabnya."

Cecile, Praditho dan Gibran saling berpandangan. Mereka sepertinya bisa menebak apa penyebab Gladys seperti itu.

"Mungkin itu juga yang menyebabkan imun tubuh Gladys turun. Tingkat stress yang tinggi, makan tak teratur, pola hidup tak seimbang. Semua membuat tubuh menjadi lemah sehingga mempermudah virus masuk ke tubuh." Dokter Farida menjelaskan kondisi Gladys. Sebagai dokter keluarga, beliau cukup mengetahui kondisi setiap anggota keluarga ini. "Mbak Gladysnya diusahakan jangan sampai skip jam makan. Saya khawatir gerd nya kambuh."

"Iya nih dokter. Saya sudah berkali-kali mengingatkan kak Gladys, tapi nggak digubris. Oh iya, saya baru ingat kalau dua hari yang lalu kak Gladys mengeluh kembung dan ulu hatinya sakit. Saya sarankan ke dokter, nggak mau. Akhirnya cuma minum obat maag cair saja." jelas Endah.

"Apakah dia harus dirawat di rumah sakit atau boleh kami rawat di rumah saja?" tanya Praditho.

"Kita lihat hasil cek darahnya. Tapi kalau boleh usul saya lebih suka Gladys dirawat di rumah sakit. Dia bisa istirahat dan asupan gizinya lebih terjaga." usul dokter Farida.

Cecile duduk disamping Gladys dan mengelus kepalanya penuh kasih sayang. Hilang sudah semua rasa kesal di hatinya akibat masalah perjodohan.

"Adek, maafin mami ya yang sudah maksain perjodohan dengan Lukas. Mami lupa kalau sekarang adek sudah menjadi wanita dewasa yang bisa mengambil keputusan sendiri. Kalau tau perjodohan itu akan bikin kamu stress, mami nggak akan paksa kamu untuk menerima Lukas. Sekarang terserah adek mau pilih siapa, mami akan mendukung keputusan adek "

"Mi, maafin adek juga ya. Sudah bikin mami marah-marah."

Gladys langsung minta dipeluk oleh Cecile dan akhirnya ia tertidur setelah punggungnya dielus-elus oleh sang mami. Praditho dan Gibran tersenyum melihat hal itu. Akhirnya perang dingin di rumah ini selesai.

⭐⭐⭐⭐

avataravatar
Next chapter