webnovel

MCMM 1

Hai.... ketemu lagi dengan author. 

Yuk dikepoin karya baru author

Dijamin pasti nggak bakal nyesal deh bacanya.

Jangan lupa vote dan komennya ya.

Luv yu guys....

*****

Happy reading♥️

Setelah memarkirkan motornya, Banyu menyapa ramah para pelanggannya. "Assalamu'alaikum ibu-ibu. Selamat pagi semua. Maaf ya kalau saya bikin semuanya menunggu."

"Mas Banyu, kok tumben kesiangan. Kita sudah nungguin lho dari tadi, " tegur bu Adi, yang secara kebetulan adalah istrinya pak RW. "Tadi kita pikir mas Banyu nggak jualan. Hampir saja kita belanja sama si Udin."

"Iya nih mas Banyu. Tadi aku sempat wa mas Banyu, tapi kok yo belum di read. Aku sempat khawatir lho mas. Aku pikir mas Banyu sakit." Kali ini mbak Astuti, atau yang biasa dipanggil mbak As, yang menegur. Bukan rahasia lagi, mbak As yang perawan tua naksir berat sama Banyu.

"Mas, pesanan bu Ine ada nggak?" tanya teh Nia, asisten rumah tangga bu Ine. "Kemarin bu Ine sudah wa mas Banyu buat pesan ikan dan udang."

"Mas Banyu, pesananku ada nggak?" tanya jeng Mita, salah seorang sosialita sekaligus influencer di komplek itu. "Aku kemarin pesan jengkol 2 kilo dan petenya 10 papan." Ealaaaah, sosialita doyan makan jengkol dan pete juga tho.

"Jeng Mila, pete dan jengkol sebanyak itu mau buat apa?" tanya mbak As penasaran. "Cantik-cantik kok doyan makanan bau."

"Ealah mbak As ini kuno. Pete dan jengkol itu justru makanan mahal mbak. Lagi nge trend lho. Banyak selebritis yang menjadi penggemar makanan ini. Aku dan mas Prio mau bikin konten tentang pete dan jengkol, buat di upload ke IG dan youtube. Biasa, permintaan subscriber. Oh ya mbak As dan ibu-ibu yang lain jangan lupa ya pencet tombol subscribe, like dan comment-nya. Saya lagi ngejar 1 juta subscriber nih." Jeng Mita langsung nyerocos dengan gaya khas seorang influencer. "Mas Banyu aja sudah jadi subscriber saya."

Yang lain cuma manggut-manggut mendengar penjelasan Jeng Mita. Mereka sudah tau kalau Jeng Mita dan suaminya ini salah satu youtuber terkenal. Channelnya yang bernama YUKEPOIN!! adalah salah satu tontonan wajib warga komplek tersebut. Bagaimana tidak wajib, karena setiap kali bertemu Jeng Mita akan bertanya kepada semua warga yang ditemuinya mengenai konten yang diupload. Kalau tidak bisa menceritakan apa yang ditonton, bisa dipastikan Jeng Mita akan ngomel kesana kemari. 

"Lho, emangnya Jeng Mita dan mas Prio doyan jengkol dan pete? Setau saya kalian kan nggak doyan?" tanya mbak As penasaran. "Kalau nggak doyan gimana mau bikin konten."

"Lho, saya kan bukan mau bikin konten saya makan jengkol dan pete. Tapi kita mau bikin konten olahan makanan bau ini. Kalau saya mah emoh deh nyoleknya." jawab jeng Mita nggak mau kalah

"Huuuu... pembohongan publik dong Jeng," sewot mbak As. Sementara ibu-ibu lain hanya memperhatikan dua wanita itu berdebat.

"Mas Banyu, tolong dong lerai mereka berdua. Bisa panjang kalau nggak dipisahin," bisik eyang Tuti kepada Banyu. "Eyang malas liat mereka ribut."

"Baik eyang. Banyu akan coba lerai mereka."

"Lho, ibu-ibu ini mau belanja atau mau debat hayo?" tanya Banyu sambil tersenyum manis. Senyum yang mampu membungkam kedua wanita ini karena terpana melihat senyumannya. Ibaratnya mentari pagi yang menghangatkan tubuh dan jiwa.

"Kalau mau debat ikutan aja debat calon ketua RW malam minggu nanti," celetuk teh Nia sambil sibuk memilih-milih sayur.

Begitulah situasi yang hampir setiap pagi dihadapi oleh Banyu. Seperti biasa Banyu selalu mempunyai trik agar suasana panas menjadi adem. Tidak heran Banyu menjadi tukang sayur idola ibu-ibu komplek. Bahkan beberapa gadis remaja di komplek itu sering bangun pagi dan ikutan ibunya belanja hanya supaya melihat wajah ganteng Banyu. 

"Ibu-ibu, tadi pagi ibu saya bikin donat. Pesan ibu saya, bagi-bagi ke pelanggan setia sebagai bentuk terima kasih kami." Itulah salah satu contoh sikap Banyu kepada pelanggannya. Terkadang Banyu bahkan membantu pelanggannya yang sepuh dengan membawakan belanjaan mereka. 

"Mas Banyu, mau nggak jadi menantu eyang? Cucu eyang, si Rahmi, baru lulus SMA. Anaknya cantik." Eyang Tuti merupakan salah satu ibu yang sering meminta Banyu untuk menjadi suami bagi para cucunya.

"Eyang, kasihan Rahmi kalau kawin sama saya yang cuma tukang sayur. Pasti bapak ibunya nggak akan setuju."

"Sama saya aja mas. Saya mau kok punya suami tukang sayur. Tiap hari nggak perlu repot belanja, karena sudah dibelanjain sama mas Banyu," rayu mbak As. "Saya masih perawan lho mas."

"Halah umur segitu masih perawan kok bangga. Perawan tua," bisik jeng Mita kepada bu Adi. Keduanya terkikik perlahan. Mbak As yang mendengar langsung menjauh dari keduanya dengan wajah ditekuk.

Banyu hanya bisa menghela nafas menghadapi keabsurd-an ibu-ibu komplek. Senyumin aja Nyu, bisik hatinya. Mereka pelanggan setia.

"Mas Banyuuuuu...." tiba-tiba datanglah seorang ibu setengah baya. "Mas, pesanan mami Cecile ada? Mami Cecile sudah mau masak nih buat si papi dan non Gladys."

"Ada nih mbok. Tadi saya mau antar ke rumah, tapi ini ibu-ibu belum selesai belanja. Maaf ya, jadi mbok yang harus kesini. Mbok Siti sudah sehat? Kemarin mbok Parmi kasih tau kalau mbok lagi sakit."

"Alhamdulillah sudah mas. Cuma demam sedikit. Habis kerokan dan dipijat sama Parmi, sehat lagi deh." jawab mbok Siti. Asisten rumah tangga Cecile, maminya Gladys. 

"Mbok, katanya si Gladys mau dijodohin ya gara-gara belum punya pacar juga." Tiba-tiba bu Adi membuka percakapan tentang Gladys. Tema ghibah yang sangat disenangi oleh semua wanita di komplek itu. Gladys, wanita cantik usia 24 tahun. Anak perempuan satu-satunya bapak Praditho, pengusaha batik terkenal seantero nusantara. Bahkan produk batiknya sampai di impor ke negara-negara eropa dan asia. Gladys, wanita cantik dengan sifat judes dan manjanya sudah terkenal di komplek tersebut. Tak satupun warga yang berani berseteru dengan gadis cantik nan jutek itu. Dia tak segan-segan melabrak orang yang dianggap mengganggu kenyamanan hidupnya. Sikap yang sangat berbeda dengan kedua orang tuanya yang terkenal ramah dan dermawan.

"Ah, bu Adi kayak nggak tau non Gladys aja. Mana mau dia dijodohin. Nyonya dan tuan sampai ngomel gara-gara putrinya berkali-kali menolak dikenalin sama anak relasi mereka."

"Emang apa sih alasan dia nggak mau dijodohi?" tanya teh Nia kepo. Padahal tadi saat mbak As dan Jeng Mita berdebat, dia tak peduli. Namun ghibah tentang anak konglomerat itu sungguh menggelitik telinganya dan sangat sayang bila dilewatkan "Dia masih suka laki-laki kan? Jangan-jangan ..."

Sontak seluruh orang yang ada disitu jadi bisik-bisik. Suasana mulai tidak nyaman dengan pembicaraan para pelanggannya. "Ibu-ibu, jangan dilanjutin yuk ghibahnya."

"Bukan ghibah mas Banyuku sayang," sela mbak As. "Kita cuma menggali info. Ya kayak reporter gitu deh."

"Biar nggak dibilang ghibah, mendingan ibu-ibu tanya sendiri ke mami Cecile atau kalau perlu ke Gladysnya. Biar nggak terjadi fitnah dan pastinya nggak ghibah." Usul Banyu

"Aaah.... mas Banyu nggak asyik nih. Kita-kita kan sudah siap-siap mendengarkan cerita mbok Siti. Lumayan lho sambil nunggu giliran bayar belanjaan." celetuk teh Nia. 

"Saya ini justru menghindarkan ibu-ibu dari dosa ghibah lho." jawab Banyu sambil tersenyum manis namun pandangan matanya menusuk hingga membuat ibu-ibu langsung terdiam. Mereka akhirnya memilih menyelesaikan belanjaan mereka.

⭐⭐⭐⭐

Next chapter