103 MCMM 102

Hati-hati ada adegan dewasa!! 21++

Pembaca di bawah umur lebih baik.cari bacaan lain yađŸ€­

⭐⭐⭐⭐

"Kamu tahu kan kalau minuman ini berkhasiat meningkatkan stamina pria, terutama dalam hal bercinta?"

⭐⭐⭐⭐

Happy Reading ❀

Oh s**t! Kenapa gue nggak baca dulu kemasannya, rutuk hati Gladys. Mampus gue!

"Kenapa diam saja?"

"Nggak papa. Aku tadi asal ambil saja dari atas meja. Jadi nggak tahu itu minuman apa. Aku cuma baca sekilas bahan-bahannya susu campur jahe dan madu."

Banyu menatap Gladys dengan pandangan intens. Ia mendesak tubuh Gladys hingga menempel pada meja dapur. Ditariknya pinggang Gladys hingga menempel sempurna di tubuhnya. Raut wajah Gladys menunjukkan rasa terkejut.

"Kenapa?" tanya Banyu.

"Hmm.. nggak papa." Gladys menurunkan pandangannya. Maksud hati ingin menghindari tatapan Banyu, namun malah yang dia lihat adalah perut six pack sang suami yang kini rupanya hanya tinggal menggunakan boxer. Ya tuhan, seksi banget sih manusia satu ini. Dia bukan makhluk setengah dewa kan? Tubuh proporsional, lengan berotot, dada bidang, perut seperti roti sobek dan .... Ada sesuatu yang keras di bawah sana yang menempel pada tubuhnya.

Banyu menyentuh lembut dagu Gladys dan memaksa gadis itu kembali menatap wajahnya. Perlahan wajah Banyu mendekat dan semakin mendekat. Kini jarak wajah mereka hanya tinggal beberapa centimeter. Gladys menutup matanya. Ia tak sanggup melawan pandangan Banyu. Tak lama ia merasakan bibir Banyu menempel pada bibirnya. Banyu mengecupnya dengan lembut. Kecupan yang tak pernah bisa ditolaknya. Kecupan yang memporakporandakan kehidupannya. Kecupan yang membuatnya mengejar si tukang sayur ganteng ini.

Banyu sengaja tak memaksa Gladys membuka mulutnya. Ia terus mencium lembut bibir Gladys. Mereka menyudahi ciuman setelah dirasakan pasokan oksigen mulai berkurang.

"Kamu tahu, sejak kita bertemu lagi aku sangat menginginkan bibirmu. Bibir yang sering membuatku memimpikan hal-hal liar. Bibir yang terasa manis dan bagaikan candu. Dan bibir ini terasa sama seperti saat pertama aku menciummu."

"Lebih tepatnya kamu mencuri ciuman pertamaku."

"Ya, dan sejak saat itu aku tergila-gila pada bibir mungilmu yang selalu terlihat menggoda, bahkan di saat kamu cemberut karena ngambek." Ujung jempol Banyu mengelus bibir Gladys.

"Hmm... mas, su-sudah malam. Tidur yuk. Kamu pasti capek. Apalagi dua minggu terakhir ini kamu mengerjakan banyak hal termasuk pernikahan kita," ajak Gladys.

"Sepertinya kamu benar-benar sudah nggak sabar ya. Baiklah," tanpa banyak basa-basi Banyu menggendong tubuh mungil Gladys ala bridal. Gladys teringat pertemuan kedua mereka dulu yang berakhir dengan dirinya digendong Banyu seperti ini. Gladys melingkarkan tangannya ke leher Banyu.

"Ngapain sih digendong segala? Tubuhku pasti berat."

"Dari dulu tubuh mungilmu ini tak pernah berat, sayang. Sama seperti sekarang."

"Tapi dulu kami bilang tubuhku berat.

"Itu alasanku saja untuk menggoda dan berdebat denganmu. Adrenalinku terpacu saat berdebat denganmu. Disaat bersamaan level dopaminku meningkat kala melihatmu cemberut atau mengomel. Dan kamu tahu sayang, itu salah satu daya tarikmu. Gadis manja temperamental kesayanganku." Banyu membawa Gladys ke sofa dan mendudukannya disana. Diletakkannya kaki Gladys di atas pahanya.

"Iih.. mas Banyu kayak lagi napak tilas nih." Gladys teringat kejadian saat itu

"Dengan ending yang berbeda tentunya sayang." Banyu mengedipkan sebelah matanya. Tangannya mulai memijat lembut telapak kaki sang istri. "Kakimu pasti lelah dari tadi mengenakan heels dan harus berjalan mondar mandir menemui para tamu. Biarkan aku melepaskan penatmu."

"Mas, aku malu," bisik Gladys saat Banyu mulai memijat kakinya.

"Malu kenapa? Aku kan suamimu. Dulu saja kamu nggak malu. Padahal saat itu kita bukan siapa-siapa."

"Iih mas Banyu jangan gitu dong. Dulu aku juga malu, tapi gengsiku mengalahkannya. Dulu kamu itu menyebalkan. Tukang kritik."

"Kalau sekarang?" Tangan Banyu kini bukan hanya memijat telapak kaki namun sudah mulai menjalar ke arah lutut. Bahkan tanpa Gladys sadari posisi Banyu semakin mendekat. "Masih menyebalkan?"

Gladys menggeleng. Jantungnya mulai berdebar cepat. Telapak tangan Banyu yang hangat kini sudah mulai mengarah ke pahanya. Sekuat tenaga Gladys menahan diri agar tak mendesah saat pijatan itu berubah menjadi belaian sensual yang mampu membuat seluruh persendian di tubuhnya bergetar.

Banyu menghentikan aksi tangannya. Ia sendiri sebenarnya gemetar saat melihat paha mulus Gladys. Juniornya sudah memberontak sejak tadi karena melihat Gladys memakai lingeri setelah mandi. Banyu tahu lingeri itu sengaja disiapkan oleh Khansa.

"Dys, sini duduknya pindah membelakangiku. Aku akan pijat bahu dan punggungmu."

"Tapi mas. Seharusnya sebagai istri aku yang melayanimu. Bukan sebaliknya."

"Tenang sayang. Ada saatnya kamu harus melayaniku. Kini biarkan aku memanjakan istriku." Banyu memaksa Gladys untuk merubah posisi duduknya dan mulai memijat lembut bahu Gladys.

"Eehm.. pijatanmu enak mas." Tanpa sadar Gladys menutup mata menikmati pijatan Banyu.

"Karena pijatan ini hanya untuk istriku tercinta dan kulakukan dengan cinta," bisik Banyu mesra. Kini tangan Banyu mulai mengelus lengan telanjang Gladys. Dengan tangan gemetar ia merasakan kulit halus mulus Gladys. Kini tak ada satupun yang berbicara selain desahan pelan yang lolos dari bibir Gladys saat tangan itu menelusuri lengannya.

Melihat reaksi Gladys, Banyu semakin berani. Kini bibirnya mulai mengecup bahu sang istri sementara tangannya masih membelai mesra lengan Gladys. Dari bahu berpindah ke leher jenjang. Sementara tangannya mulai membelai perut sang istri dan perlahan merambat naik ke d**a Gladys yang kini tak lagi mampu menahan desahannya. Tubuh Gladys terasa panas akibat sentuhan dan kecupan Banyu. Bahkan Banyu mulai berani meninggalkan jejak di leher istrinya.

"Eehmm.... maash.... " Desahan Gladys membuat Banyu semakin berani. Apalagi tak ada penolakan dari Gladys. Kini tangan Banyu mulai meraba p******a Gladys. Tubuh Gladys menegang saat tangan Banyu menyentuh lembut p******anya. Gladys merasa gugup dan disaat bersamaan excited. Seolah seluruh naluri primitifnya bangkit akibat sentuhan dan kecupan yang Banyu berikan. Bahkan Gladys merasa ada yang berdenyut di bawah sana. Sesuatu yang belum pernah ia rasakan bahkan saat ia berciuman dengan Banyu ataupun Lukas.

"Sayang....," panggil Banyu lembut. Tangannya berhenti beraktifitas seolah memberi kesempatan pada Gladys untuk menarik nafas.

"Eehmm...." Banyu membalik tubuh Gladys hingga berhadapan dengannya. Dilihatnya mata Gladys yang mulai berkabut dan wajahnya yang memerah karena gairah yang mulai membakar tubuhnya. Hal itu membuat Banyu gemas sekaligus tergugah gairahnya. Wajah Gladys terlihat seksi saat ini. Ditatapnya bibir mungil Gladys yang berwarna merah muda. Bibir yang kini menjadi candunya. Perlahan wajah Banyu mendekat dan ia mencium lembut bibir Gladys. Tangannya menarik tubuh Gladys untuk menempel ke dadanya. Bahkan ia mendudukkan Gladys di pangkuannya.

Saat tubuhnya yang telanjang bersentuhan dengan d*** Gladys, Banyu tak sanggup lagi menahan gairah yang sudah ditahannya sejak kemarin. Ciumannya mulai terasa panas, perlahan digigitnya bibir bawah Gladys sehingga gadis itu membuka mulutnya dan memberi akses pada lidahnya untuk mengabsen satu-satu gigi Gladys. Sementara itu Gladys yang awalnya malu-malu membalas ciuman Banyu, kini mulai tersulut gairahnya. Ia membalas ciuman Banyu. Ia biarkan lidah Banyu mengeksplor mulutnya. Mereka bertukar saliva. Saling mencecap satu dengan lainnya. Bibir mereka saling melumat.

Tangan Banyu tak tinggal diam. Sementara bibir mereka saling melumat, tangan Banyu sibuk membelai tubuh istrinya. Tali lingeri sudah tidak pada tempatnya. Tubuh atas Gladys terekspos. Sebelah tangan Banyu menangkup p******a Gladys dan membelainya. Tentu saja hal itu membuat tubuh Gladys menegang namun disaat bersamaan ada sensasi menyenangkan saat Banyu melakukan hal tersebut. Tubuh Gladys melengkung ke belakang sehingga membuka akses lebih lebar. Banyu semakin berani, kini mulutnya tak lagi mencium bibir Gladys, namun turun ke p******anya. Sementara tangannya yang sebelah lagi membelai p****g Gladys.

Setelah beberapa saat Banyu menghentikan aktivitasnya. Gladys melenguh kesal karenanya.

"Kenapa berhenti?" tanya Gladys dengan suara terengah karena gairah yang membuncah.

"Kamu yakin?" Gladys memandang Banyu heran. "Karena bila diteruskan aku nggak yakin mampu menahan diri lebih lama. Aku yakin kamu pasti merasakan ada yang memberontak di bawah sana."

Gladys tertawa renyah mendengar ucapan Banyu. Sedari tadi ia sudah merasakan ada yang mengganjal saat ia duduk di pangkuan Banyu. "Memangnya kalau aku nggak yakin atau menolak, mas Banyu nggak marah? Mas Banyu bisa menahan?"

"Hmm.. kamu meledekku ya? Aku sih nggak akan marah, tapi aku pasti akan menyergapmu dengan ataupun tanpa persetujuanmu. Memangnya kamu tega melihat suamimu menderita?" Lagi- lagi Gladys tertawa. Pemandangan yang menarik untuk dilihat, batin Banyu saat memandang istrinya dengan mesra.

"Mas, ngapain sih pakai lihat-lihat segala? Aku malu tau!" Pipi Gladys merona. Menggemaskan sekaligus menggairahkan, bisik Banyu dalam hati.

"Jadi?"

"Sekarang aku adalah istrimu. Kamu sudah halal untuk menggauliku, mas." ucap Gladys perlahan sambil menundukkan pandangan karena malu.

Tanpa menunggu lebih lama, Banyu mengangkat tubuh istrinya yang kini benar-benar hampir telanjang, karena yang tersisa hanya celana dalamnya. Lingerie yang tadi dipakai Gladys sudah pasrah tergeletak di lantai. Dengan lembut Banyu membaringkan tubuh Gladys di ranjang yang ditutupi sprei satin berwarna silver.

Setelah membaringkan Gladys, Banyu menatap seluruh tubuh istrinya. Melihat sikap Banyu, wajah Gladys memerah karena malu. Banyu berbaring di sisi Gladys. Dengan bertelekan sebelah tangan, dibelainya seluruh tubuh mungil itu. Si empunya tubuh hanya mampu mendesah nikmat akibat belaian yang sensual. Apalagi saat Banyu sengaja berlama-lama bermain dengan kedua p******anya. Tubuh Gladys menggelinjang saat mulut Banyu mulai menciumi seluruh tubuhnya sementara tangan Banyu mulai turun ke bawah dan membelai kewanitaannya dari luar celana dalam.

"Kamu siap sayang?" Gladys mengangguk dengan nafas terengah karena gairah yang semakin memuncak. Kepalanya terasa pusing akibat ledakan gairah yang tak henti menerpanya. Setelah melucuti semua kain yang tersisa, dengan lembut Banyu menyatukan tubuh mereka. Ia tak mau terburu-buru karena takut menyakiti istrinya.

"Maaf ya sayang," bisik Banyu di sela-sela desahan. Dilihatnya air mata mengalir dari sudut mata Gladys. Banyu mencium sudut mata Gladys.

"Apakah aku harus berhenti?" tanyanya. Gladys menggeleng sambi tersenyum menenangkan.

"Teruskan mas, aku yakin rasa sakit ini pasti takkan lama."

Akhirnya setelah beberapa lama mereka berdua mencapai kepuasan bersama setelah Banyu membiarkan Gladys mencapai kepuasan pertamanya lebih dulu. Kini tubuh Banyu masih di atas tubuh Gladys, namun Banyu menahan dengan kedua sikunya agar tidak menindih sepenuhnya tubuh istrinya. Dikecupnya lembut seluruh wajah Gladys dan berakhir di bibir mungil yang selalu menjadi candunya sejak dulu. Sejak ia mencuri ciuman pertama Gladys.

"Terima kasih princess." Banyu menjatuhkan tubuhnya ke samping Gladys. Ia menyelimuti tubuh mereka berdua. Meski udara dingin Bandung saat ini tak terasa karena panasnya percintaan mereka. Namun saat mereka tertidur hawa dingin itu pati akan terasa. Ditariknya tubuh Gladys agar tidur beralaskan lengannya. Lalu ia memeluk tubuh telanjang istrinya.

"Tidurlah. Besok pagi kita akan berangkat bulan madu. Aku nggak mau kamu kelelahan."

"Eehmm... mas, sebelum tidur aku punya satu pertanyaan." Gladys bergelung dalam pelukan Banyu yang selalu mampu menenangkannya.

"Apa?"

"Dulu, apakah kamu benar-benar cemburu kepada Lukas?"

"Tentu saja. Dulu awalnya kukira rasa cemburu itu akan hilang bila aku fokus pada Senja. Ternyata tidak. Saat aku berusaha agar Senja mau kembali padaku, ternyata di saat bersamaan aku merasa kehilangan dirimu. Aku tak mengira kamu akan berhenti memperjuangkan cintaku. Hatiku hancur saat kamu mengambil keputusan itu."

"Mas tahu, disaat aku bersama Lukas pun pikiranku selalu kembali padamu. Setengah mati aku berusaha tidak mempedulikanmu."

"Siapa sangka ya seorang putri manja mau mengejar cinta mas-mas penjual sayur," goda Banyu.

"Mengejar cinta mas-mas... hmm ternyata aku agresif ya mas," ucap Gladys sambil tertawa. "Kamu pasti takut saat itu."

"Takut, kaget, tak percaya, minder, bangga. Semuanya campur aduk saat kamu pertama melamarku di hadapan ibu. Masih ingat bagaimana dulu ibu mengira kamu hamil?" Gladys mengangguk sambil terkekeh.

"Kini kita benar-benar akan memberikan cucu pada ibu. Kuharap, aku bisa hamil dalam waktu dekat."

Malam itu mereka tidur sambil berpelukan dengan nyaman. Udara Bandung yang semakin menggigit tak mereka rasakan karena tubuh mereka saling menghangatkan.

⭐⭐⭐⭐

avataravatar
Next chapter