webnovel

Mengejar Cinta Janda Perawan

21+ Jangan baca kalau masih bocil oke! Siapa yang tak mengenal gadis muda yang cantik jelita bernama Bianka Augustin ini. Gadis yang menikah, tapi sudah menjadi janda karena ditinggal suaminya pergi untuk selamanya. Yang jelas gadis ini dijuluki gadis murahan dan gadis pembawa sial di desanya. Dia menjadi bahan pembicaraan semua orang, karena sudah menikah tapi belum pernah disentuh, jadi bisa dibilang dia janda tapi masih perawan. Bahkan para perempuan selalu menghujatnya kegatelan karena para lelaki berbondong-bondong datang mendekatinya. Lalu datanglah seorang lelaki tampan yang berbadan kekar datang menghampirinya. "Bianka, maukah kau menikah denganku?" ucap lelaki itu dengan membawa kotak yang berisi cincin. "Apa! Pergi sana! Sembarangan sekali kau!" balas Bianka dengan sewotnya, tapi dia sebetulnya tersentuh karena tidak pernah merasakan keromantisan seperti itu. "Pokoknya aku akan mengejarmu terus sampai dapat." Apakah lelaki itu akan menyerah? Dan cintanya secepat itu didapat? Yang jelas para wanita iri akan datang terus menghampiri kehidupan Bianka. Ikuti terus cerita ini. Bagaimana Bianka dapat menemukan cinta sejatinya ditengah hujatan dan kehidupannya yang ganas.

Uvieyy · Realistic
Not enough ratings
296 Chs

Sudah di Rumah Sakit

Bisma kini sudah menggendong ayah Burhan dengan sekuat tenaga. Menurut Bisma ayah dewi pujaan hatinya ini kekar sama halnya dirinya, makanya ia sedikit keberatan dalam menggendong ayah Burhan, tetapi tetap dikuatkannya karena ada Bianka yang tak jauh darinya terus memandanginya, akibat kekhawatiran Bianka kepada ayahnya, bukan karena semata memperhatikan Bisma. Namun, Bisma sudah sedikit ke-GR-an duluan akibat pandangan Bianka itu.

"Permisi ... minggir ya ... minggir!" usir Bisma dengan sangat tegas kepada semua orang yang menghalangi jalannya. Sudah berat gendongannya dihalangi pula maka menghambat perjalanan Bisma saja. Jadinya Bisma hanya bisa menggerutu kesal di dalam hatinya.

Semua orang yang mendengar usiran Bisma seperti itu langsung saja menepi dan memberikan jalan kepadanya. Tidak ada rasa sakit hati kepadanya, yang ada mereka malah senyam-senyum tidak jelas, terhipnotis dengan wajah tampannya.

"Aduuuh cakep banget sih ... Bisma itu ... hmmm pokoknya aku harus mendapatkan Bisma duluan sebelum didahului oleh janda kegatelan itu," oceh wanita sexy tapi wajahnya tak seberapa cantik. Teman yang berada di sampingnya yang bertubuh kurus pun menyahutinya.

"Iya, awas saja kalau diambil oleh si Bianka sialan itu! Aku pastinya akan membuat perhitungan kepadanya."

Semua hujatan itu, Bianka yang pasti mendengarnya. Bagaimana tidak? Sewaktu Bianka berjalan membuntuti ibu dan Bisma. Semua orang saling menggunjingkannya tanpa malu-malu lagi dan menyerang secara langsung. Sindiran itu selalu menyakiti hati Bianka. Untung saja Bianka orang yang sabar dan cuek dengan itu semua. Menahan rasa sakitnya, coba saja kalau Bianka tidak sabaran pasti setiap harinya akan berantem kepada semuanya, tapi bukankah kesabaran itu ada batasnya? Yang pasti enggak tau sampai kapan Bianka akan terus bersabar di tengah hujatan yang tajam seperti ini.

'Biarlah orang berkata apa. Yang penting aku lah yang menjalaninya. Tuhaaaan. Berikanlah aku kekuatan dan hati yang lapang.' Batin Bianka yang terus menunduk dan pergi begitu saja tanpa menatapi semua tetangganya.

Bisma pun tersenyum tipis dan kagum ketika melihat Bianka yang sangat sabar seperti itu. Hatinya tergelitik dan semakin ingin berjuang mendapatkannya, dia akan mencari tahu sumber kekacauan yang terjadi kepada Bianka, karena mengapa para tetangga sangat sadis kepadanya. Pokoknya mereka semua yang membicarakan tentang Bianka tadi, Bisma sedikit mendengarkannya dan tatapan semuanya juga terlihat kalau tidak suka kepada Bianka, makanya Bisma semakin ingin tahu dan menjerumuskan dirinya ke dalam kehidupan Bianka.

"Silahkan masuk!" seru Bisma ketika ibu Bihana dan juga Bianka sudah didekat mobil ambulance. Sedangkan suster sudah berada di dalam mobilnya sedari tadi, menunggui dan membersihkan apa yang ada di dalam ambulance ketika semua orang menghadang Bisma tadi. Makanya dia sudah berada di dalam terlebih dahulu.

Ibu Bihana pun mengangguk dan langsung masuk mengikuti suaminya yang sudah dibaringkan di atas brankarnya. Sementara Bianka yang akan masuk langsung dicegah oleh Bisma dengan cepat.

"Ehhh, Mbak ... Mbak siapa kalau boleh tau?" Tanpa malu-malu Bisma bertanya, menurut Bianka ini adalah keadaan darurat agar saling tau namanya saja. Bukan karena untuk perkenalan, jadi dia tidak cuek lagi.

"Bianka," singkat Bianka. Tanpa menatapi Bisma sedikitpun.

'Bianka? Waaah akhirnya aku tau namanya, cantik betul namanya seperti wajahnya, pokoknya nanti aku akan mencari tentang dirinya secara tuntas.' Batin Bisma. Ia melongo dan sedikit tersihir dengan nama Bianka. Maka dari itu menjadikan Bianka kebingungan dan mau masuk ke dalam ambulance untuk menyusul ibunya.

Namun, Bisma yang sudah mengerjap langsung berucap kembali. "Ehhh mau ke mana? Temanilah aku di depan, agar aku tidak sendiri dan tidak nyaman, kan aku bukan supir, masak tidak mau kamu?" alasan Bisma. Memang Bisma paling bisa mencari alasan, tanpa ada kesalahan sedikitpun, bahkan wajahnya sedikit memelas membuat Bianka menghembuskan nafasnya dengan kasar, tak tega dengan Bisma yang seperti itu.

Tapi sebelumnya Bianka pun meminta izin kepada ibunya terlebih dahulu, supaya tidak ada kesalahpahaman lagi. Bagi Bianka itu semacam menghargai Bisma karena sudah membantunya menyelamatkan ayahnya, makanya dia tidak mampu menolak ajakan Bisma.

"Bu, Ibuuuu. Pak Bisma mengajakku duduk di depan karena takut sendirian katanya, apa boleh?" izin Bianka dengan suara yang tidak terdengar tegas karena menahan semua rasa sakitnya.

"Ya terserah kamu saja deh, Nak," balas ibu Bihana yang langsung mengiyakannya saja karena kebingungan. Tapi ibu Bihana juga tak memperhitungkan itu, karena kebaikan Bisma yang mau membantunya. Jadi untuk kali ini beliau iya iya saja.

Mendengar itu. Bisma sangat senang, di dalam hatinya dia serasa berteriak. Ingin rasanya Bisma berjingkrak-jingkrak, tapi ditahannya agar tak terlihat oleh siapapun. Yang penting baginya bisa mendekati Bianka sedikit demi sedikit.

"Jadi boleh kan? Ya sudah ayo masuk segara! Biar Ayah kamu cepat terselamatkan!" ajak Bisma dengan cepat, teringat ayah Bianka yang sekarat seperti itu. Bisma berharap ayahnya bisa terselamatkan, dengan begitu dia menjadi pahlawan kesiangan untuk keluarganya. Mendapatkan hati Bianka ke depannya.

Bianka pun mengangguk saja. Setelah itu dia pun masuk ke dalam kursi samping kemudi ambulance. Yang dibukakan oleh Bisma. Bisma juga masuk sesudahnya dan mengemudikan ambulance itu dengan kecepatan sedang. Semua tetangga tidak ada yang melihat itu, coba kalau ambulance bisa di parkir tepat di depan rumah, jelas sangat riuh karena Bianka duduk bersebelahan dengan Bisma.

Mereka hening tak bersuara sedikitpun, menurut Bisma ditahan rasa itu, rasa pertanyaan dan semuanya karena waktunya belum tepat. Jadi Bisma hanya mencoba menenangkan Bianka saja dengan mendoakan ayahnya supaya baik-baik saja.

"Bianka, semoga Ayah kamu cepat sembuh yaaa. Doaku yang terbaik."

"Iya, Pak. Terimakasih mau membantuku. Meskipun kita tidak kenal tapi Bapak berlapang dada mau membantu, semoga Allah yang membalasnya," balas Bianka yang didehemi oleh Bisma dengan anggukan kepalanya.

Bisma sedikit menyengir dan melengos karena merasa sedikit ilfeel dengan panggilan Bianka yang tidak ada romantisnya itu. Bagaimana bisa dia yang muda dan tampan seperti ini dipanggil bapak olehnya. Maka sejujurnya Bisma tak terima, tapi dia tak memprotes Bianka terlebih dahulu. Bukan karena takut kepada Bianka, tapi melihat situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan sekarang.

Akhirnya sampailah di rumah sakit dengan cepat, karena jarak yang tidak jauh ditambah tidak ada kemacetan sama sekali. Membuat mereka semua lalu turun dari mobil ambulance-nya. Setelah itu suster menurunkan brankarnya yang dibantu oleh ibu Bihana. Sementara Bisma dia berhamburan memanggil para petugas agar segera membantunya.

"Ayah, hiks, hiks, Yaaaah. Maafkan Bianka, bersabarlah Ayaaaah," sedih Bianka seraya menggenggam tangan ayahnya dengan terus mengikuti brankar yang berjalan. Ibu Bihana hanya diam menatapi wajah suaminya yang sudah semakin memucat itu. Beliau sudah tak sanggup dan bingung harus berucap apa.