webnovel

26

Cek typo

Arsha masih dibuai alam mimpi, rasa sedih dan gelisahnya berjam-jam lalu  lenyap diganti cerita ilusi yang memasuki tidur Arsha.

Suara jarum jam yang terdengar nyaring menandakan betapa sunyinya ruangan Arka kini, hingga....

Huek

Huek

Huek

Lemas, hingga Arsha hanya mampu terduduk di lantai kamar mandi. Sungguh ia kesal ketika mimpi indahnya harus buyar akibat rasa bergejolak yang berasal dari perutnya. Perlahan pusing juga ikut melengkapi deritanya pagi itu.

Dan rasa mual kembali merambat ke permukaan. Sudah kepalang tanggung, Arsha langsung saja memuntahkan semuanya di lantai tempat dimana ia duduk. Bagaimana mau mengeluarkannya di wastafel jika berdiri saja ia sudah tak sanggup.

Jam sudah menunjukkan pukul 04:35, ketika Arsha akhirnya keluar dari kamar mandi dengan perlahan dibantu oleh tembok tempat ia menopang tubuhnya yang kian kurus seolah tidak terurus.

Berjalan dengan amat pelan, ia mencoba menggapai nakas. Hendak mengambil sehelai baju ganti serta celananya. Karena pakaian yang ia kenakan sudah basah dan jorok akibat murahan tadi.

Setelah mengganti pakaian. Arsha berjalan menuju sofa, berusaha mengistirahatkan tubuhnya yang luar biasa tidak bertenaga.

Suara berisik di sekitarnya perlahan membangunkan ia dari alam mimpi. Ternyata sudah waktunya dokter memeriksa kondisi Arka.

Arsha hanya mampu mengamati kegiatan mereka dari sofa tempatnya duduk. Rasa mualnya ternyata belum juga mereda.

"Selamat pagi bu Arsha," sapa dokter Ridho.

"Pagi dok, gimana kondisi mas Arka dok?"

Dokter Ridho menatap Arsha sejenak. Menilik wajah wanita berusia 20 tahun tersebut. Sudah sejak dua hari yang lalu, ia melihat wajah Arsha nampak pucat dan sedikit kuyu.

"Harusnya semalam bapak Arka sudah sadar, tapi hingga detik ini alam bawah dasarnya masih menguasai. Kalau menurut pemeriksaan siang ini bapak Arka sudah siuman mbak. Untuk luka-luka nya sendiri sudah sangat membaik, apa lagi bapak Arka tidak ada luka dalam jadi penyembuhannya sangat cepat."

"Terimakasih dok, nanti saat mas Arka sudah sadar saya akan memanggil dokter."

"Oke, kalau begitu saya permisi dulu ya mbak," pamitnya yang dibalas anggukan oleh Arsha.

Arsha merapikan tempat tidur Arka, ia menatap wajah damai milik suaminya dengan sendu. Entah sejak kapan, yang pasti perasaannya sudah benar-benar jatuh kepada sang suami.

Rasa rindu yang tidak bisa lagi ditahannya entah mengapa menguap dengan keluarnya cairan dari pelupuk mata. Perlahan isakan kecil keluar dari bibirnya, Arsha yang menangis sempat merasa heran, mengapa ia akhir-akhir ini gampang mengeluarkan air mata. Perasaanya pun mudah berubah atau sebutlah ia menjadi lebih sensitif.

Di telungkupkannya kepalanya di  lengan milik sang suami. Perlahan rasa itu mulai mereda, rasa khawatir, rindu, dan takut kehilangannya mulai sirna di gantikan dengan kenyamanan.

Cukup lama ia di posisi tersebut, hingga ia merasakan usapan seringan bulu di kepalanya. Dengan cepat ia mendongak, dan bola matanya membulat saat menangkap senyum milik Arka.

Dengan perasaan tidak karuan ia memencet tombol merah yang berada di atas kepala Arka. Bukannya mendekat, Arsha malah menjauh. Ia takut senyum itu hanya ilusi. Hingga dokter Ridho datang memeriksa keadaan pria itu.

"Alhamdulillah mbak, bapak Arka sudah sadar. Dan seperti yang saya katakan tadi, kondisi pasien sudah sangat membaik."

"Alhamdulillah," gumam Arsha.

"Kalau begitu saya keluar dulu ya mbak."

Setelah kepergian dokter Ridho, Arsha belum juga beranjak dari tempatnya dan wajah yang di perlihatkan pun seolah tidak percaya bahwa dia telah sadar, Arka yang tadi sempat di bantu oleh dokter untuk duduk dan bersandar di ranjang, menyuruhnya Arsha  agar mendekat. Begitu Arsha tiba di samping brangkar tempat tidur. Arka langsung membawa istrinya kedalam dekapan hangat.

Tubuh Arsha sempat menegang, namun saat merasakan usapan di punggungnya, membuat dia sadar. Ini nyata bukan halusinasi ataupun mimpi. Dengan cepat Arsha membalas pelukan itu.

Arka dapat merasakan baju yang ia kenakan basah di bagian dada, tidak lama isakan kecil mulai muncul.

"Kamu buat aku khawatir mas. Tiga hari nggak ada kabar, sekali nya dapat kabar kamu malah disini terbaring nggak sadarkan diri."

Arka dengan lembut mengusap rambut hitam milik Arsha, menenangkan Arsha itu tidak mudah. Apa lagi kalau sudah menangis seperti ini.

"Aku disini, kamu nggak perlu khawatir lagi. Maafin aku udah buat kamu menunggu aku selama itu," bisik Arka di telinga Arsha.

Wanita muda itu tidak membalas, ia hanya mengangguk dan merapatkan tubuhnya di dada Arka. Membuat Arka tersenyum geli.

"Kamu harus janji nggak akan buat aku nunggu lagi," ucap Arsha dengan sedikit mendongak.

"Aku janji, sini naik ke samping aku."

"Kamu kurusan, aku udah gagal buat kamu gemuk," tambah Arka yang mendapat pukulan kecil dari Arsha.

"Gimana nggak kurus kalau nafsu makan aku hilang pas kamu nggak ada kabar. Apa lagi pas tau mas masuk rumah sakit."

Arka mengecup lembut kening Arsha. "Harusnya kamu tetap makan, kalau kamu sakit yang rawat aku siapa?"

Tidak ada balasan, Arsha hanya menatap Arka dan memperhatikan luka yang ada di sudut matanya, Walau hanya menyisakan bekas. Dengan lembut dia mengusap luka itu, membuat Arka terpejam menikmati sentuhan Arsha.

"Gimana ceritanya mas bisa kecelakaan gitu?"

"Nggak tau, yang aku inget waktu aku bawa mobil, kayak ada yang nyebrang gitu. Pas aku mau ngerem malam nggak bisa, yaudah aku banting stir dari pada harus nabrak benda atau apalah itu."

"Kok aneh ya."

"Udah nggak usah di pikirin, ini kan musibah, kita harus terima dengan ikhlas. Aku mau nanya, siapa yang ngasih tau kamu kalau aku dilarikan kerumah sakit?"

"Mas Zakru, dia nelpon aku waktu itu."

"Oh, aku haus yang."

"Iya sabar."

"Nih," Arsha menyodorkan segelas air putih ketangan Arka, dan membantunya minum.

****

Malam ini, Arsha kembali tidur di samping Arka. Meski bukan di rumah, tetapi tetap saja Arsha senang. Hampir seminggu ia tidur sendiri, terasa ada yang hilang. Dan kini bagian yang hilang itu telah kembali.

Raut bahagia tidak dapat di sembunyikan, rasanya nyaman sekali ketika Arka dengan lembut mengusap punggungnya, seolah hal itu memang di benarkan.

"Belum tidur?"

Arsha menggeleng, ia merapatkan kepalanya ke dada Arka membuat pria itu dengan senang memeluknya lebih erat.

Tidak lama, suara dengkuran halus keluar dari mulut Arsha. Arka merenggangkan sedikit pelukan mereka. Dia menatap setiap inci wajah Arsha, mata wanita itu adalah bagian favorit Arka. Sebab bolak matanya yang besar dengan warna hitam membuatnya gemas ingin selalu menciumi kelopaknya.

Perlahan rasa kantuk mulai menyerang, dan Arka jatuh tertidur bersama istrinya.

*****

Agak gaje ya. Aku juga bingung sama part ini, kayak emang nggak dapet feel nya.

Tapi nggak papa lah ya, udah lama nggak buka work ini buat aku kesulitan menemukan alurnya.

Selamat berbuka puasa buat kalian yang sedang menjalankan ibadah puasa.

Batam, 17 Mei 20.

Next chapter