Fiona kembali membuka ponselnya, lalu ia memotret mobil milik Papa Rizal yang terparkir di dekat rumah kontrakan. Setelah itu, Fiona kembali duduk di dekat motornya, ia akan menunggu Papa Rizal keluar dari rumah kontrakan itu.
Sampai waktu maghrib tiba, Papa Rizal belum juga keluar dari rumah kontrakan yang di tempati Mama Iren, entah apa yang sedang mereka lakukan. Fiona beranjak ke masjid terdekat, lalu ia melaksanakan sholat tiga rakaat. Setelah selesai sholat, Fiona kembali ke dekat rumah kontrakan Mama Iren.
Drrttt ... Drrttt ...
Ponsel milik Fiona yang ia simpan di dalam tas kecilnya bergetar, Fiona pun mengambilnya, lalu mengangkat panggilan dari Papa Febri.
[Hallo, Pa.]
[Hallo Fio, kamu lagi ada dimana sih, kata Devan kamu belum pulang ke rumah?]
[Aku lagi ada di rumah kontrakkan Mama.]
[Kok lama banget?]
[Iya. Aku kan kangen sama Mama.]
[Suaminya Mamamu ada disana?]
[Nggak ada.]
[Oh, yaudah. Jangan malam-malam ya pulangnya!]
[Iya, Papa. Papa malam ini kerja?]
[Iya, Papa sekarang sedang berada di kantor.]
[Oke, sebentar lagi aku pulang.]
[Iya. Assalamyalaikum.]
[Waalaikumsalam.]
Papa Febri menutup teleponnya, ia sangat khawatir terhadap anak gadisnya itu.
Entah harus berapa lama lagi Fiona menunggu Papa Rizal keluar dari rumah kontrakan itu, jiwa detektif Fiona meronta, ia ingin mengikuti Papa Rizal, ia ingin mengetahui tempat tinggal suami dari Mamanya itu.
Fiona melirik jam pada ponselnya, waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Akhirnya Papa Rizal keluar dari rumah kontrakan itu, ia berpamitan pada Mama Iren, lalu langsung masuk ke dalam mobil.
Fiona bersiap untuk mengikutinya, ia memakai helm, lalu menyalakan mesin motornya, setelah mobil sedan berwarna hitam itu sudah melaju, Fiona pun melajukan kendaraan roda duanya.
Setelah setengah jam perjalanan, akhirnya mobil sedan berwarna hitam itu berhenti di depan rumah yang cukup besar, lalu dimasukkan ke dalam. Fiona memberhentikan kendaraan roda duanya tidak jauh dari rumah itu. Fiona yakin itu adalah rumah Papa Rizal.
Saat sedang memeperhatikan detail rumahnya, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Fiona mencari tempat berteduh, namun tidak ada, hanya ada pohon besar di depan rumah Papa Rizal, akhirnya ia meneduh di bawah pohon besar itu. Pakaiannya sudah basah, karena ia tidak membawa jas hujan.
Tiba-tiba, Filio yang baru pulang dari rumah Oma dengan mengendarai mobil, melihat wanita yang meneduh di bawah pohon.
"Itu orang atau bukan ya?" Ucap Filio, karena tumben sekali sudah malam, tapi ada wanita yang meneduh di bawah pohon.
Setelah sudah melewatinya, Filio melirik wanita itu lagi dari kaca spion, kakinya menatap tanah, itu artinya ia manusia, bukannya makhluk halus. Filio memasukkan mobilnya ke dalam garasi, lalu ia berjalan keluar dengan menggunakan payung. Ia menghampiri Fiona yang masih kedinginan di bawah pohon.
"Hai!" Sapa Filio.
Fiona memandang laki-laki yang menyapanya itu.
'Sepertinya laki-laki ini yang bernama Filio.' Batin Fiona. Fiona sangat ingat wajahnya, laki-laki berkulit putih dan berkacamata itu adalah laki-laki yang tadi ia lihat akun instagramnya.
"Hai ..." Balas Fiona sambil tersenyum padanya.
Filio memayungi Fiona, "kamu ngapain disini?"
"Lagi neduh."
"Nggak bawa jas hujan?"
Fiona menggelengkan kepalanya. "Nggak."
"Tunggu disini sebentar ya!" Ucap Filio, lalu ia beranjak ke dalam rumahnya. Ia mengambilkan jaket dan jas hujan.
Filio kembali keluar rumah, lalu ia kembali menghampiri Fiona. "Ini pakai jaket dan jas hujannya!" Ucap Filio seraya memberikan jaket dan jas hujan itu untuk Fiona. Tapi Fiona menolaknya.
"Nggak usah!"
"Nggak apa-apa, pakai aja! Kasihan kamu kedinginan."
Akhirnya Fiona menerima pinjaman jaket dan jas hujan itu, lalu ia memakainya.
"Aku pinjam dulu ya, besok-besok aku kembalikan." Ucap Fiona.
"Iya."
"Rumah kamu disini?" Tanya Fiona.
"Iya."
"Makasih ya."
"Iya."
Pandangan Filio tak bisa lepas dari Fiona, ia heran mengapa malam-malam begini wanita secantik itu masih ada di luar rumah.
"Nama kamu siapa?" Tanya Filio.
"Davinia." Jawab Fiona, nama panjangnya adalah Fiona Davinia. Ia ingin Filio mengenalnya dengan nama Vinia bukan Fiona.
"Dipanggilnya?"
"Vinia. Kalau nama kamu, siapa?"
"Filio."
'Benar, laki-laki ini yang bernama Filio. Oke, permainan akan segera dimulai.' Batin Fiona.
Hujan sudah mulai berhenti, Fiona pamit untuk pulang.
"Memang rumahnya dimana?" Tanya Filio.
"Di jalan Kenanga."
"Wahh lumayan jauh ya dari sini."
"Iya."
"Kok bisa sampai disini?"
"Tadi habis dari rumah teman."
"Oh."
"Hujannya sudah mulai berhenti, aku pulang dulu ya!" Pamit Fiona.
"Iya, hati-hati ya."
"Iya."
Karena masih gerimis dan udaranya pun dingin. Fiona memakai jaket dan jas hujan yang dipinjamkan Filio kepadanya. Fiona pun menyalakan mesin kendaraan roda duanya, lalu ia pergi.
Filio masuk ke dalam rumahnya, lalu ia melangkahkan kakinya menaiki anak tangga, ia menuju ke lantai dua, setelah itu masuk ke dalam kamarnya.
Filio kembali teringat wanita yang bernama Vinia tadi, 'kenapa nggak minta nomor hpnya!' Batin Filio. Filio lupa minta nomor handphone wanita yang memperkenalkan dirinya dengan nama Vinia.
Filio membuka ponselnya, lalu ia membuka aplikasi instagram, ia mencari akun yang bernama Vinia, tapi tidak ia temukan. Filio menyesal tidak meminta kontak Vinia tadi.
Sedangkan Fiona atau Vinia masih berada di jalan, ia harus cepat sampai di rumah karena sudah malam, ia sebenarnya takut mengendarai motor malam-malam seorang diri, apalagi melewati jalan yang tidak biasa ia lewati, tapi demi misi dendamnya ia harus berani. Ia ingin Filio merasakan sakit yang ia rasakan saat ini. Ia ingin membalas dendam pada laki-laki yang bernama Filio itu.
Di rumah, Devan masih menunggu Kakaknya pulang, dari tadi ia menelepon Fiona tapi tidak diangkat. Ia khawatir Kakaknya pergi dari rumah dan takkan kembali karena kekecewaan terhadap keluarga.
Devan membuka ponselnya lagi, lalu ia menghubungi Mama Iren.
Drrttt ... Drrttt ...
Ponsel milik Mama Iren yang ia letakkan di atas tempat tidurnya bergetar, Mama Iren yang baru saja ingin memejamkan mata, mengambil ponselnya itu lalu ia mengangkat telepon dari putra bungsunya.
[Hallo Devan.]
[Iya, Ma.]
[Ada apa anak Mama telepon malam-malam gini?]
[Kak Fiona lagi sama Mama nggak sih?]
[Kak Fiona kan udah pulang dari sore.]
[Tapi kok belum sampai rumah ya?]
[Masa sih?]
[Iya, tadi aku telepon tapi nggak diangkat-angkat.]
[Nanti Mama akan coba hubungi kakakmu ya.]
[Oke, Ma. Mama gimana kabarnya?]
[Alhamdulillah baik. Kamu juga baik kan?]
[Selama Mama sudah nggak tinggal disini, aku nggak akan pernah merasa diriku baik-baik aja.]
[Astaghfirullah ... Jangan begitu dong!]
[Karena Mama egois, hanya mementingkan keinginan Mama, tapi keinginan anak tidak Mama turuti.]
[Memangnya apa keinginan kamu?]
[Tidak ada yang lebih aku inginkan selain Mama kembali kesini, ke rumah kita.]
[Sudah nggak mungkin, Mama sudah bercerai dengan Papa dan Mama sudah menikah lagi.]