webnovel

Tunggu Kejutan Itu Tiba

Mereka awalnya berbincang dan bercanda dalam suasana yang akrap, sikap tengil dan humoris Edwin benar-benar mampu mencairkan suasana.

Sekali-kali Edwin meledek pasangan calon orang tua baru itu, akan tetapi Khafiz kadang juga membalasnya dengan meledek nasip Edwin dan Bila yang belum juga melanglah ke jenjang pernikahan.

Sebenarnya hati Bila terasa sakit dengan situasi tersebut, ia sangat terluka jika mereka membicarakan pernikahannya dengan Edwin karena kenyataannya ayahnya telah menentukan jodoh untuknya.

Bila tak kuat lagi menahan beban di dalam hayinya, lalu ahirnya ia meminta Fani untuk berbicara di ruangan lain.

"Fan...aku males diledekin mulu sama dualaki-laki dudepanku ini lho" Bila membuat alasan agar Edwin tidak curiga "fan pindah aja yuk"

Bila berkata sambil menggandeng Fani ke ruangan lain.

Ketika mereka sudah agak jauh dari Edwin Bila berbisik di telinga Edwin.

"Fan sebenarnya aku mau cerita sama kamu".

"Cerita apa Bila?" Fani agak terkejut.

"Nanti kita cerita ditempat yang aman" Bila memohon.

Setelah sampai dikamar Fani, Bila segera menceritakan tentang keputusan ayahnya untuk menjodohkannya dengan anak pak Baroto, Bila bercerita dengan berurai air mata.

"Fan....aku harus gimana?".

"Aku ga tahu Bil harus ngomong apa?" Fani merasa iba dengan nasip Bila "Bila aku tahu kak Edwin orang yang baik, tapi kalau ayah kamu sudah memutuskan untuk menikahkanmu dengan orang lain, pastilah itu yang terbaik, karena pastinya ayah kamu menginginkan yang terbaik untuk kamu"

"Aku tahu Fan, tapi rasanya cintaku cuma buat kak Edwin".

"Tadi aku cuma menjelaskan dari sisi aku Bil, tapi keputusan ada ditangan kamu, ini hidup kamu".

"Aku sayang sa kal Edwin, tapi aku ga mau jadi anak durhaka dengan melawan orang tua".

Bila kembali menangis tersedu-sedu, sehingga Fani harus menenangkannya.

"Bila pikirkan semuanya dengan jernih, menikah bukan hanya antara kamu dan kak Edwin, tapi juga tentang keluarga kalian"

"Aku tahu Fan, aku tahu dan yakin bahwa pak Baroto akan bersikap baik sama aku, tapi aku ga tahu bagaimana anaknya".

"Kalau orang tuanya baik, aku yakin anaknya juga baik".

"Aku bingung bagaimana cara menjelaskan semua ini ke kak Edwin, aku ga sanggup menyakitinya".

"Maksut kamu?" Fani bertanya dengan heran.

"Aku ga bisa melawan keinginan ayah, jadi aku menerima perjodohan itu, tapi disisi lain aku bingung bagaimana menjelaskannya ke kak Edwin".

Bila dan Fani sama-sama terdiam karena bingung mencari solusi.

"Bucarakan semua ini secepatnya Bil, sebelum terlambat" Fani mengingatkan.

"Ya Fan aku akan mbicarakan ini secepatmya".

Setelah menceritakan semua Bila menangis sejadi-jadinya ditemani Fani, setelah Bila menenangkan diri dan merapikan dirinya mereka keluar.

Edwin melihat Bila yang keluar dari kamar Fani, walaupun sudah membersihkan mukanya tapi mata sembap Bila masih bisa terlihat.

Melihat keadaan Bila, Edwin segera berdiri menghampiri gadis itu.

"Bila kamu kenapa?" Edwin bertanya dengan penuh perhatian.

"Tadi Fani ngajak aku nonton drama, dramanya sedih banget jadi nangis deh aku kak" Bila membuat alasan.

"Oh....drama, lebay kamu".

Bila tersenyum walau hatinya sedih mendengar ucapan Edwin "kak pulang yuk".

Edwin mengangguk, kumudian mereka pergi dari rumau Fani, sedang Fani menatap mereka dengan tatapan kesedihan.

"Fan ada apa sebenarnya?" Khafiz bertanya karena merasa ada sesuatu yang tidak beres.

"Bila dijodohkan sama orang tuanya Fiz, kasihan mereka" Fani mulai menangis "baru saja mereka bahagia, tapi kebahagiaan itu tak berlangsung lama".

Khafiz memeluk Fani untuk menenangkannya.

Setelah mengantar Bila, Edwin kembali ke rumahnya.

Hari itu pak Baroto kembali membicarakan tentang gadis yang ingin ia jodohkan dengan Edwin, saat itu mereka ber dua sedang menikmati makan malam.

"Win...papa mau bicara hal penting sama kamu, dan hari ini harus selesai".

"Apa lagi pa?"

"Papa sudah melamar gadis itu untuk kamu"

"Apa?" Edwin mbelalakan matanya karena kaget "pa aku yang mau nikah, kenapa papa memutuskan sepihak, menikah bukan perkara mudah pa, aku belum mengenal gadis itu".

"Tapi gadis itu setuju, ayahnya tadi memberi kabar ke papa".

"Pa...berarti papa belum ketemu langsung sama gadis itu kan?".

"Belum, tapi gadis itu menerima lamaran itu, yah mungkin awalnya dia nolak, tapi karena gadis itu anak yang solihah mungkin dengan berat hati ia menerimanya demi orang tuanya".

"....." Edwin meringis mendengar cerita ayahnya tentang gadis pilihannya.

"Jadi kalau sama orang tuanya aja nurut, pasti dia calon istri yang baik buat kamu, dan karena gadis itu sudah setuju kamu juga harus mau".

"Ga semudah itu lah pa, aku ga mau salah mengambil keputusan". Edwin masih menolak "lagi pula aku sudah punya calon sendiri, papa ga usah repot-repot, anak papa ini pasti sebentar lagi menikah"

Pak Baroto tak mendengarkan alasan Edwin, ia tetap bersikukuh dengan keputusannya, samoai ahirnya Edwin kalah berdebat.

"Sudahlah pa, kalau sekedar bertemu ya aku akan menemuinya, tapi untuk selanjutnya biarkan aku yang memutuskan, karena ini hidupku pa".

Mendengar kesanggupan Edwin senyum lebar segera menghiasi wajag pak Baroto, "tunggu kejutan itu tiba Win" ucap pak Baroto dalam hati.

Happy reading aja.

Bubu_Zaza11creators' thoughts
Next chapter