webnovel

Permintaan Ayah Yanti

Pov Yanti

Aku sangat kaget mendengar permintaan Ayah, yang meminta Bang Faisal menemui Ayah.

"Ayah. Aku dan Bang Faisal nggak ada hubungan apa-apa. Jadi untuk apa dia mesti menemui Ayah?"

"Jika Kamu emang nggak ada hubungan dengan dia. Tolong jangan pulang dengan laki-laki. Jaga adab Kamu,"ucap Ayah marah. Lantas keluar dari kamarku.

Aku bisa melihat wajah marah ayah, Aku tau ayah pasti kecewa dengan sikapku beberapa hari ini.

Tak ingin ambil pusing lagi, lalu Aku menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diriku.

Selesai mandi Aku menuju ke dapur untuk makan malam, nampak Bi Siti sedang menggoreng ayam.

"Bi. Tolong buatkan Aku teh jahe ya?"pintaku.

"Baik Non. Apa mau makan sekarang? Biar Bibi siapkan. Tuan pun belum keluar dari kamarnya,"

"Boleh Bi. Bentar Aku panggilkan Ayah. Biar sekalian kita makan,"

Setelah itu Aku langsung menemui Ayah di kamarnya.

Ayah sedang memeluk bingkai foto ibu.

"Ayah. Kenapa? Rindu dengan Ibu ya? Bagaimana jika Aku libur kerja kita ke makam Ibu?"

Lantas Aku duduk di samping ayah dan memeluknya.

Ayah membalas pelukanku dan mencium pucuk kepalaku.

"Ia Nak. Ayah rindu dengan Ibumu, ya sudah kita makan yuk?"ajak Ayah.

Aku pun mengambil bingkai foto ibu dan menyimpannya di tempat semula.

Kami bersama-sama menuju ke ruang makan.

Semua makanan sudah terhidang di meja, Aku segera mengambil piring dan memberikannya pada Ayah.

"Bi. Ayo kita makan sama-sama,"

Sudah menjadi tradisi keluarga kami Bi Siti ikut makan dengan keluarga Kami. Karena kami semua sudah menganggapnya bagian dari keluarga.

Kami semua makan dengan lahapnya, masakan Bi Siti sangat lezat.

Selesai makan Aku langsung ke kamar seraya membawa minuman teh jahe yang telah di buatkan oleh Bi siti.

Aku langsung ke kamar dan mengambil ponsel untuk menelpon Kak Mia.

"Assalamualaikum Kak. Apa kabar Kakak dan keluarga di sana?"

"Waalaikumsalam. Baik Yan. Kalian apa kabarnya? Oh ya Kakak punya teman anak aceh juga lagi cari jodoh, Kakak kasih nomor ponsel Kamu ya? dia anak baik Yan, rajin bekerja,"

Aku hanya bisa menahan nafas mendengar perkataan Kakakku itu. Dia terus memuji temannya yang bernama Irfan itu.

Entah kenapa semua keluarganya menginginkannya segera menikah. Padahal umurnya masih dua puluh satu tahun.

Setelah berbincang sesaat dengan Kak Mia, Aku segera menutup panggilan karena mata sudah mengantuk.

Entah berapa lama Aku tertidur, jam di dinding menunjukkan pukul satu malam.

Aku bergegas ke kamar mandi untuk buang air kecil lantas Aku berwudhu untuk menunaikan solat tahajjud.

Selesai solat Aku berdoa untuk Almarhum ibu dan juga berdoa untuk kesehatan Ayah.

Aku memohon ampunan segala dosa dan meminta jodoh terbaik dari Allah.

Waktu berjalan begitu cepat tidak terasa azan subuh terdengar sayup-sayup di mesjid terdekat.

Aku kembali menuju ke kamar mandi dan mengambil air wudhu.

Lantas aku segera mengerjakan solat sunat fajar, kemudian Aku melanjutkan menunaikan solat subuh.

Tuk..

Tuk..

"Ya sebentar!"

Aku membukakan pintu.

Nampak lelaki yang amat kucintai sedunia ini tersenyum padaku.

"Yan. Maafin Ayah ya? Ayah hanya takut Kamu di kecewakan oleh laki-laki dan meninggalkan Ayah seperti Kak Mia,"

Ayah berkata sambil menangis. Aku langsung memeluk tubuh Ayah. Lelaki yang sudah banyak berjasa dalam hidupku.

"Ya Ayah. Aku nggak apa-apa, tenang aja. Aku hanya minta Ayah jangan terlalu khawatir denganku. Kan Aku sudah bisa jaga diri. Ayah lupa jika aku juara karate tingkat nasional?"ujarku.

"Ia Ayah nggak akan lupa. Mana tau nanti, Kamu di kasih minum obat tidur? Kan kita tidak tau hati orang Nak,"ucap Ayah lagi.

"Ia Ayah. Aku akan berhati-hati. Tapi Ayah jangan mikirin jodoh Aku ya? Percayalah wanita baik-baik tercipta untuk laki-laki yang baik pula."

Ayah menggelengkan kepalanya mendengar ucapanku.

"Kamu bisa aja Yan. Keluarin hadis untuk membela diri kamu," kata Ayah.

Terbesit senyum di wajah tua ayah yang membuatku merasa senang sekali. Aku berjanji akan selalu menjaga harga diri dan kehormatan ayah. Aku membatin dalam hati.

Kami pun sarapan bersama-sama, hingga jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi.

Aku segera menuju ke kamarku untuk bersiap-siap pergi bekerja. Aku memakai bedak dan riasan sederhana. Lantas memakai hijap yang senada dengan bajuku.

Terdengar suara panggilan telpon di atas ranjang.

"Ya. Aku keluar bentar nggak lama,"ucapku di ujung telpon.

Faiza sudah menungguku di depan rumah.

Senyum manisnya itu yang selalu membuat Aku bahagia menjadi sahabatnya.

"Yan. Kita beli lontong dulu bentar ya? Aku pingin lontong,"ucap Faiza dengan wajah memelas.

"Boleh. Asal nanti waktu pulang jangan suruh isi bensin sama Aku,"jawabku.

"Ya udah naik teros. Banyak kali protes Kamu,"sungut Faiza.

Kami pun berangkat kerja lalu di persimpangan jalan Faiza membeli satu bungkus lontong.

"Kenapa satu aja Kamu belinya? Aku nggak dapat?"tanyaku.

"Yan. Kamu kok irit banget kalau mau makan.maunya gratis melulu. Biar cepat kaya? Jika kamu mau belilah sendiri,"jawab Faiza.

Kemudian dia segera membawa sepeda motornya kembali.

"Kenapa Faiza ya? Kok jutek banget pagi ini? Apa dia ada masalah?" Aku berbicara sendiri.

Hingga tidak terasa kami pun sudah sampai di kantor.

Faiza segera memarkirkan honda maticnya.

Aku segera menuju ke ruanganku untuk menyiapkan beberapa perencanaan kegiatan untuk bulan depan.

Nampak Herman sedang berbicara dengan Rijal.

"Yan. Nanti waktu istirahat siang kita bicara sebentar ya?"kata Herman.

Aku hanya mendengarkannya saja tanpa menghiraukan perkataan Herman.

"Rijal. Bagaimana ini Yanti sepertinya marah sama Aku. Padahal kemarin Aku hanya becanda aja sama dia,"

Terdengar suara Herman khawatir.

"Sudahlah Her. Nanti kita bahas masalah pribadi waktu makan siang. Kita kerja dulu ya? Aku mau ke ruanganku. Mau membahas proposal ke kantor pusat dengan Faiza,"

Rijal segera meninggalkan Herman yang masih kesal dengan sikap Yanti.

"Apa Aku mesti mengatakan jika Aku mencintainya?"gumam Herman.

Dia lantas menuju ke ruangannya untuk memeriksa laporan.

Sementara itu Faiza sedang makan lontong di ruangannya di kejutkan dengan kedatangan Rijal.

"Makan nggak bagi-bagi nih. Aku mau juga mau,"ucap Rijal.

"Ya udah sini kita makan sama-sama. Aku hanya beli satu doang tadi,"tawar Faiza.

Keduanya pun makan bersama saling bergantian.

"Sini Aku suapin Kamu Faiza,"

Rijal pun mengambil alih sendok di tangan Faiza dan menyuapinnya.

"Ini kelakuan Kamu Pak Rijal? Bukan bekerja malah pacaran, tidak profesional sedikit pun,"

Seorang gadis cantik berdiri di depan pintu ruangan Faiza dan Rijal dengan wajah yang sangat marah.