webnovel

Ancaman Herman

Herman sangat kaget mendengar perkataan Yanti. Dia langsung mendekati gadis itu.

"Yan. Maafkan Aku ya? Aku janji nggak akan bilang untuk Kamu yang tidak-tidak,"kata Herman.

Namun Yanti segera keluar dari ruangan Faiza, tanpa menjawab pertanyaan Herman.

"Faiza. Antarkan nasi ini ke ruangan Yanti. Aku dan Rijal akan makan di sini,"

Herman menyerahkan nasi kotak pada Faiza dan duduk dengan lesu di samping Rizal.

Faiza segera meninggalkan Herman dan Rijal.

"Ternyata ribet juga berurusan dengan perempuan yang marah ya? Heran Aku,"sungut Herman.

"Itulah dirimu. Mulut nggak di jaga, ya resiko tanggung sendiri,"jawab Rijal.

"Jal. Kamu itu jadi teman tidak ada akhlak ya? Bukan bantuin cari solusi malah nambah masalah,"

Herman pun makan dengan hati yang cemas, ada rasa was-was membayangkan wajah Yanti yang kecewa dengan dirinya.

"Jal. Aku akan minta maaf pada dia. Nanti malam Aku akan mencoba ke rumah dia, walaupun nantinya di hajar oleh Ayah Yanti. Kamu temanin ya? Please,"

Herman memasang wajah sedihnya pada Rijal.

Herman akhirnya mempunyai ide untuk membuat Yanti tidak marah padanya.

"Baiklah, jangan lupa nanti pulang dari rumah Yanti kita makan sate. Kau yang bayar,"ucap Rijal.

"Baiklah, asal jangan Kau suruh bungkus. Bisa habis uang gaji Aku,"ucap Herman.

Dia akan melakukan apapun asalkan Yanti memaafkan dirinya.

Keduanya pun makan dengan lahabnya.

Sementara itu Yanti dan Faiza sedang menikmati makan siang mereka.

"Yan. Kamu beneran masih marah sama Herman?"tanya Faiza.

Yanti tersenyum melihat kearah temannya itu.

"Nggaklah Faiza. Aku sudah memaafkan dia, sengaja buat Herman merasa bersalah,"jawab Yanti.

Keduanya pun tertawa bersama-sama. Yanti sangat senang sudah membuat Herman cemas.

Sementara itu di rumah Raju, dia sedang berkemas-kemas untuk pulang ke kampung.

"Fida. Jangan ada yang ketinggalan barang-barang Suffi ya?"ucapnya.

"Ia Bang. Emang kita lama ya? Tinggal di kampung?"tanya Fida.

"Kurang lebih satu bulanlah. Karena Aku mesti mempersiapkan pernikahanku dengan Faiza,"

Raju berkata tanpa melihat ke arah istrinya.

Bulir air mata membasahi pipi mulus Fida.

Dia segera meninggalkan suaminya yang masih sibuk membereskan baju.

Fida masuk ke dalam kamar tamu, di sana tangisnya pecah.

"Hiks..hiks.. Ya Allah. Tolong kuatkan hamba, apa yang mesti Hamba lakukan? Bang Raju terlalu mencintai kekasihnya,"lirih Fida.

Dia menangis sekuat-kuatnya, hingga matanya sembab. Rasa sakit hati begitu dalam mendera dirinya.

Raju kebingungan mencari keberadaan Fida yang menghilang tiba-tiba.

Dia terus memanggil Fida dan mencarinya di seluruh rumah. Hingga dia membuka kamar tamu.

"Fida. Kamu kenapa?"tanya cemas.

Nampak olehnya Fida masih menangis tersedu-sedu.

Raju langsung memeluk tubuh Fida dengan sangat erat.

Seolah mendapat kekuatan dari pelukan suaminya. Fida pun berhenti menangis.

"Katakan padaku, kenapa Kamu menangis hingga meninggalkan Aku?"

"Maaf Bang. Aku sedih karena Kamu akan menikahi Faiza. Pasti Kamu akan melupakan Aku,"

"Tidak Fida. Aku akan berusaha berlaku adil buat Kalian, Aku janji. Yuk kita temui Suffi,"

Keduanya pun melangkah menuju ke ruang keluarga.

Suffi yang melihat ayah dan ibunya datang, langsung berlari memeluk sang Ibu.

"Bu.mana tadi?"tanyanya dengan logat bahasa anak-anak.

"Ibu lagi kemas baju kita,  Kamu mau kan balek kampung Ayah?"

"Mau Bu. Apan kita pulang?"

"Lusa ya Nak. Sekarang Kamu tidur siang dulu ya? Yuk ikut Ibu ke kamar!"

Fida lantas mengajak putranya untuk tidur, dia pun menutup pintu kamar.

Raju mengambil ponselnya dan berniat untuk menelpon Faiza.

"Apa Aku akan memberitahukan kepulanganku pada Faiza atau Aku kasih kejutan aja buat dia?"gumam Raju.

Dia melihat galeri fotonya dan tersenyum sendiri.

"Sampai kapanpun Aku nggak rela jika ada yang menikahi Kamu selain Aku,"lirih Raju.

Hingga tidak terasa matanya terpejam membayangkan dia dan Faiza menikah.

Raju pun terlelap dalam buain mimpi indahnya.

Sementara itu Fida sudah kembali ke ruang keluarga.

Dia melihat suaminya memeluk ponselnya dengan sangat erat.

Dengan sangat hati-hati dia mengambil ponsel Raju.

Fida langsung kaget melihat isi galeri Raju penuh dengan foto Faiza.

"Kau terlalu mencintai kekasihmu Bang, Kau rela memeluk rindu yang mendalam padanya. Seperti Aku yang selalu merindu cintamu,"lirih Fida. Air matanya kembali menetes membasahi pipinya.

"Gadis yang sangat cantik. Apakah dia mau menjadi istri keduamu Bang? Aku akan menemuinya sebelum Kau bertemu dengannya. Aku pastikan kaliang nggak akan bisa bersatu,"gumam Fida.

Dia mengembalikan ponsel Raju di tempat semula.

Fida melangkah kembali ke kamar mereka untuk memasukkan baju-bajunya.

Ketika dia sedang berkemas terdengar suara ponselnya berbunyi.

Ada panggilan dari Kak Ati,kakaknya dari kampung.

[Assalamualaikum Kak. Pu haba?]

[Waalaikumsalam, Get. Hai Ku denge Awak kah kaneuk wo u Aceh?]

[ Apa kabarnya, dengar-dengar mau pulang ke Aceh ya?]

Fida pun menjelaskan pada Kak Ati jika emang dia dan keluarganya akan pulang ke Aceh lusa.

Hingga setengah jam mereka berbincang dan bercerita panjang lebar.

Waktu terus berjalan begitu cepat, adzan asar terdengar sayup-sayup di mesjid. Karena rumah mereka jauh dari mesjid.

Fida keluar dari kamarnya menuju ke sofa di mana Raju masih tertidur dengan pulasnya.

"Kau pasti bertemu dengan kekasihmu di alam mimpi kan Bang?"lirih Fida.

Lalu dia kembali ke kamar untuk mengambil air wudhu untuk menenangkan hatinya.

Fida dengan khusyuk menunaikan solat asar. Sebagai kewajibannya seorang muslim. Selesai solat dia membangunkan Raju untuk mengerjakan solat.

Di kantor Faiza, gadis itu sudah bersiap untuk pulang. Karena hari ini semua proposal sudah selesai dia buatkan. Besok mereka akan mempersentasikan pada donatur.

Faiza pamit pada Rijal karena sudah waktunya untuk pulang.

"Pak saya duluan ya?"

"Apa mau saya antar?"

"Saya bawa motor Pak,"

Rijal menghela nafasnya karena tidak bisa mengajak Faiza pulang.

Faiza keluar dari ruangannya menuju ke ruangan Yanti.

"Yan. Cepatlah, besok aja kamu sambung lagi laporan Kamu itu," pinta Faiza.

Karena menumpang pada Faiza, Yanti terpaksa mengikuti permintaan Faiza.

"Baiklah. Bentar Aku matikan laptop dulu, Kamu tunggu aja di luar ya?"

Tanpa menjawab perkataan Yanti, Faiza melangkah keluar dari ruangan itu.

Dia segera menuju ke parkiran dan memutar motornya.

Faiza menunggu Yanti di depan pagar. Nampak Yanti berlari kecil menuju ke arah Faiza.

"Aku sudah kayak tukang ojek Kamu Yan,"

"Tenang aja, gajian Aku bayar kok. Hahaha,"

"Yang ada Kamu berhutang ke Aku,"

Keduanya pun tertawa lepas hingga Herman memanggil Yanti.

"Yan. Kita perlu bicara, biar Aku yang antar kamu ya?"bujuk Herman lembut.

"Tidak perlu, yuk Faiza!"ucap Yanti.

"Jangan salahkan Aku jika nanti Aku ke rumah Kamu,"ancam Herman.

"Silakan datang jika Anda masih sayang dengan nyawa Anda,"balas Yanti.

Herman terdiam mendengar perkataan Yanti.